RINGKASAN
TABLIGH AKBAR "MENCINTAI WALI-WALI ALLAH 'AZZA WA JALLA"
[Asy-Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq bin
Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahumallah]
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Assalaamu'alaykum warohmatullaahi wabarokaatuh,
إنَّ الحَمْدَ لله،
نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ
أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ، فَلا هَادِي
لَهُ. وأَشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إِلاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ
مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
Sungguh ini adalah saat-saat yang sangat
indah, perjumpaan di rumah Allah, tempat yang paling dicintai Allah dalam
rangka melakukan ibadah yang sangat agung yaitu menuntut ilmu agama. Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ
فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ،
إِلاَ نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ
الْمَلاَ ئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَه
"Dan
tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di rumah Allah; membaca kitab Allah dan
saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka
ketenangan, dicurahkan kepada mereka rahmat, malaikat meliputi mereka dan Allah
menyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya." [HR. Muslim
dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]
Ucapan terima kasih kepada para tokoh
yang membantu kegiatan ini; Bpk. Patrialis Akbar dan Bpk Maftuh Basyuni, serta
Radio Rodja sebagai panitia, dan pujian untuk masyarakat Indonesia yang pada
umumnya berakhlak mulia.
Kita masuk dalam pembahasan “Mencintai
wali-wali Allah”, dan kita awali dengan berdoa kepada Allah agar dihilangkan
dari hati kita kebencian terhadap wali-wali Allah dan kita bermohon agar
dikaruniakan cinta kepada Allah dan cinta terhadap orang-orang yang
mencintai-Nya.
Cinta kepada wali-wali Allah adalah
ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, yang merupakan ikatan terkuat
dan akan menyempurnakan iman kita. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda,
أَوْثَقُ عُرَى الإِيمَانِ
الْمُوَالاَةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالْبُغْضُ
فِي اللهِ
“Ikatan
iman yang paling kuat adalah bersikap loyal karena Allah dan memusuhi karena
Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah.” [HR. Ath-Thabrani dari Ibnu
Abbas radhiyllahu’anhuma, Ash-Shahihah: 998]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
juga bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ،
وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيمَْانَ
“Barangsiapa
mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan
karena Allah, maka dia telah menyempurnakan keimanan.” [HR. Abu Daud dari Abu
Umamah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 380]
Diantara doa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
أَسْأَلُكَ حُبَّكَ
وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Ya
Allah aku memohon anugerah kecintaan kepada-Mu, dan kecintaan terhadap orang
yang mencintai-Mu, serta kecintaan terhadap amalan yang mendekatkan kepada
cinta-Mu.” [HR. At-Tirmidzi dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Takhrijul
Misykah: 60]
Termasuk kecintaan terhadap orang yang
mencintai Allah dalam hadits ini adalah mencintai wali-wali Allah.
Dan apabila cinta kepada wali-wali Allah
adalah ibadah maka sebaliknya, membenci wali-wali Allah adalah dosa yang sangat
besar, dan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya memiliki penyakit hati dan
adanya masalah dalam keimanannya, dan dia terancam peperangan dari Allah
sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman,
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا
فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ
“Barangsiapa
memusuhi wali-Ku maka aku umumkan perang terhadanya.” [HR. Al-Bukhari dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu]
Firman Allah “Aku umumkan perang
terhadapnya” menunjukkan bahwa memusuhi wali Allah adalah dosa yang sangat
besar.
Kewajiban seorang muslim terhadap para wali Allah terdapat dalam ayat,
وَالَّذِينَ جَاءُوا
مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ
رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa:
Wahai Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang." [Al-Hasyr: 10]
Dalam ayat ini terdapat dua perkara
penting yang harus kita amalkan terhadap wali-wali Allah.
- Pertama: Selamatnya lisan, tidak mencela wali-wali Allah, tetapi hendaklah mendoakan mereka.
- Kedua: Selamatnya hati, tidak membenci dan tidak pula dengki terhadap wali-wali Allah.
Sebagaimana dalam hadits dari Abdullah
bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «كُلُّ مَخْمُومِ
الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ» ، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ، نَعْرِفُهُ، فَمَا
مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: «هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لاَ إِثْمَ فِيهِ، وَلاَ
بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلاَ حَسَدَ»
“Dikatakan
kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam: Siapakah manusia yang paling
mulia? Beliau bersabda: Setiap orang yang murni hatinya dan jujur lisannya.
Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, orang yang jujur lisannya telah kami
ketahui, namun siapakah orang yang murni hatinya? Beliau bersabda: Orang yang
hatinya bertakwa, bersih, tidak melakukan dosa, tidak zalim, tidak membenci dan
dan tidak dengki.” [HR. Ibnu Majah, Ash-Shahihah: 948]
MENGENAL WALI-WALI ALLAH TA’ALA
Sangat penting mengenal wali-wali Allah
dan jangan tertipu dengan orang-orang yang mengaku-ngaku wali, dan ini termasuk
perkara penting dalam aqidah;
1. Wali yang paling utama adalah para
nabi dan rasul ‘alaihimussalaam.
2. Para pengikut mereka dengan baik,
terutama para sahabat nabi shallallahu’alaihi wa sallam, sebagaimana firman
Allah ta’ala,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kalian
adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia.” [Ali Imron: 110]
Oleh karena itu wali yang paling mulia
adalah Abu Bakr, kemudian Umar bin Khattab dan seluruh sahabat
radhiyallahu’anhum ajma’in.
3. Para pengikut mereka dengan baik dari
generasi setelah mereka (sampai hari kiamat).
MAKNA WALI
Wali dari kata ‘walayah’ yang bermakna
‘qurb’ dekat, sedangkan aduw (musuh) dari kata ‘adaawah’ yang bermakna ‘bu’dun’
jauh, maka para wali senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, sehingga para
wali bertingkat-tingkat derajatnya sesuai kedekatan mereka kepada Allah,
sebagaimana firman Allah,
أُولَئِكَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ
رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus)
ditakuti.” [Al-Isra’: 57]
SIFAT-SIFAT WALI ALLAH
Allah ta’ala telah mengabarkan
sifat-sifat wali Allah dalam firman-Nya,
أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ
اللَّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا
يَتَّقُونَ لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الاَخِرَةِ لاَ تَبْدِيلَ
لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu
bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam
kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji)
Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” [Yunus: 62-64]
Dua Sifat Wali Allah dalam Ayat yang
Mulia Ini:
Pertama: Beriman, yaitu mengimani
uluhiyah, rububiyyah dan asma’ was shifaat Allah ‘azza wa jalla, dan mengimani
semua yang Allah wajibkan untuk diimani, terutama rukun iman (lihat surat
Al-Baqoroh: 177, 285)
Kedua: Bertakwa, yaitu shalih hati
seorang wali dengan aqidah yang benar dan lurus anggota tubuhnya dengan
melakukan amal-amal shalih dan menjauhi yang haram. Oleh karena itu salah
seorang ulama (Thalq bin Habib rahimahullah) menafsirkan makna takwa,
أن تعمل بطاعة الله
على نور من الله ترجو رحمة الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عذاب الله
رواه أحمد وابن أبي الدنيا
“Takwa
adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari
Allah dalam keadaan engkau mengharap rahmat Allah, dan engkau tinggalkan
kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan
engkau takut azab Allah.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dunya).”
[Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]
Pahami ayat ini (Yunus: 62-64) agar
engkau tahu siapa wali Allah. Maka wali Allah bukan gelar yang boleh kita
berikan kepada siapa saja, bukan pula pakaian yang dapat dikenakan oleh siapa
pun, melainkan iman dan takwa kepada Allah ‘azza wa jalla.
Tidak ada seragam khusus bagi wali,
karena wali yang paling tinggi, yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
mengenakan pakaian sebagaimana umumnya para sahabat yang lain.
HADITS TENTANG WALI
Hadits yang paling shahih dan paling
mulia tentang wali sehingga dinamakan "Hadits Wali" adalah sabda
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي
بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ
إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي
يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا،
وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي
لَأُعِيذَنَّهُ
“Sesungguhnya
Allah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang
terhadapnya, dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan satu
amalan yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya, dan tidak
henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah
sampai Aku pun mencintainya. Dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku
pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku pengihatannya yang dia
gunakan untuk melihat, Aku tangannya yang dia gunakan untuk memegang dan Aku
kakinya yang dia gunakan untuk melangkah, dan apabila dia meminta kepada-Ku
maka sungguh akan Aku kabulkan, dan apabila dia memohon perlindungan kepada-Ku
maka sungguh akan Aku lindungi.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Derajat Wali Dalam Hadits yang Mulia Ini
Dua Tingkatan:
- Al-Muqtashidhin, orang-orang yang pertengahan, yaitu yang mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma berkata,
أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النُّعْمَانُ بْنُ قَوْقَلٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ
أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوبَةَ، وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ، وَأَحْلَلْتُ
الْحَلَالَ، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
نَعَمْ
“An-Nu’man
bin Fauqal radhiyallahu’anhu pernah datang kepada Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam seraya berkata: Wahai Rasulullah, apabila aku melakukan sholat wajib,
mengharamkan yang haram dan menghalalkan yang halal, apakah aku akan masuk
surga? Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Iya.” [HR. Muslim]
- Al-Muqorrobin; As-Saabiqiina bil Khairoot, orang-orang yang didekatkan kepada Allah; yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan, yaitu yang memperbanyak amalan-amalan sunnah setelah menjaga amalan-amalan wajib, sebagaimana terdapat dalam surat Al-Insan, Al-Waqi’ah, Al-Muthafifin dan Fathir, diantaranya firman Allah ta’ala,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ
الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ
مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ
الْكَبِيرُ
“Kemudian
Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu bersegera berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu
adalah karunia yang amat besar.” [Fathir: 32]
Jadi, para wali adalah orang-orang yang
beriman dan bertakwa, sehingga para wali bisa saja seorang petani, karyawan
pabrik, pedagang, ahli ibadah di masjid, da’i, ulama, dan ulama tingkatan wali
yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ
عَلَى الْعَابِدِ، كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ،
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَ نْبِيَاءِ، وَإِنَّ اْلأَ نْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا
دِينَارًا، وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
"Sungguh
keutamaan orang yang berilmu di atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan di
malam purnama di atas seluruh bintang-bintang, dan sungguh para ulama adalah
pewaris para nabi, dan sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham,
mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya, ia telah
mengambil bagian yang melimpah.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu
Ad-Darda’ radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 6297]
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
إِنْ لَمْ يَكُنِ الْفُقَهَاءُ
أَوْلِيَاءَ اللَّهِ فِي الْآخِرَةِ فَمَا لِلَّهِ وَلِيُّ
“Apabila
para ulama ahli fiqh bukan para wali Allah di akhirat, maka Allah tidak
memiliki wali kalau begitu.” [Al-Faqih wal Mutafaqqih lil Khathib Al-Baghdadi,
1/36]
BAROMETER HARIAN SEORANG WALI
Barometer harian seorang wali adalah
menjaga sholat lima waktu di masjid bagi laki-laki, serta senantiasa menjalankan
perintah-perintah Allah dan menjauhi hal-hal yang haram.
Siapa yang mengatakan wali adalah mereka
yang telah sampai pada derajat tidak lagi wajib mengamalkan agama maka mereka
itu adalah orang-orang yang sesat, karena Allah berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى
يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan
beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu keyakinan (kematian).”
[Al-Hijr: 99]
BANTAHAN TERHADAP SYUBHAT
Mereka malah mengira maksud keyakinan
dalam ayat ini adalah derajat tertentu yang dapat mereka capai, setelah itu
mereka tidak wajib lagi beribadah, padahal yang dimaksud adalah kematian,
selaras dengan firman Allah pada ayat yang lain,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya
takwa, dan janganlah kamu mati kecuai dalam keadaan sebagai orang-orang Islam
(yang berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya).” [Ali Imron: 102]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
pernah tersenyum menyaksikan para sahabat yang rajin sholat di masjid, inilah
gambaran para wali Allah ‘azza wa jalla, senantiasa menjalankan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya.
Adapun anggapan bahwa para wali tidak
wajib lagi beribadah maka termasuk kesesatan dan khurafat, bahkan sebagian
mereka mengatakan bahwa wali tidak perlu berhaji ke kakbah, melainkan kakbah
yang akan mendatanginya. Sampai-sampai mereka membahas apabila kakbah pergi
mendatangi para wali maka ke arah mana manusia akan sholat?
Kata mereka ada dua pendapat:
1. Tetap sholat menghadap tempat aslinya
kakbah.
2. Mencari kakbah ke mana perginya.
Lihatlah khurafat dan kesesatan ini.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى
أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ
“Hanyalah
yang aku khawatirkan atas umatku, adanya para tokoh yang menyesatkan.” [HR. Abu
Daud dari Tsauban radhiyallahu’anhu, lihat Ash-Shahihah: 1582]
TANDA SEORANG WALI
Tanda para wali adalah tidak suka
mensucikan dan membanggakan diri. Allah ta’ala berfirman,
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka
janganlah kamu mensucikan diri-dirimu sendiri, Allah yang lebih tahu siapa yang
bertakwa.” [An-Najm: 32]
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu'anha
berkata,
يا رسول الله، { وَالَّذِينَ
يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ } ، هو الذي يسرق ويزني ويشرب الخمر،
وهو يخاف الله عز وجل؟ قال: "لا يا بنت أبي بكر، يا بنت الصديق، ولكنه الذي يصلي
ويصوم ويتصدق، وهو يخاف الله عز وجل
"Wahai
Rasulullah, (tentang firman Allah ta'ala) "Dan orang-orang yang telah
memberikan apa yang telah mereka beri, dan hati-hati mereka dalam keadaan
takut" apakah yang dimaksud adalah orang yang mencuri, berzina dan minum
khamar, sehingga ia takut kepada Allah 'azza wa jalla? Beliau bersabda: Tidak
wahai anaknya Abu Bakr, wahai anaknya Ash-Shiddiq, akan tetapi ia adalah orang
yang sholat, berpuasa dan bersedekah, maka ia takut kepada Allah 'azza wa jalla
(akan tidak diterimanya ibadah yang ia kerjakan)." [HR. Ahmad]
Demikianlah para wali Allah adalah
orang-orang yang melakukan amalan yang terbaik dan mereka khawatir amalannya
tersebut tidak akan diterima. Lihatlah kekasih Allah; Nabi Ibrahim
‘alaihissalaam yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an,
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ
الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa): Wahai Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
[Al-Baqoroh: 127]
Perhatikanlah ayat yang mulia ini, Nabi
Ibrahim kekasih Allah yang Maha Penyayang, melakukan amalan yang diperintahkan
dan dicintai Allah, tapi beliau masih khawatir amalannya tidak diterima
sehingga beliau berdoa kepada Allah agar diterima. Maka bagaimana dengan kita?!
MEMILIKI KEMAMPUAN LUAR BIASA BUKAN
SYARAT WALI
Sesuatu yang luar biasa bukanlah syarat
wali, karena setan pun bisa melakukannya (seperti tenaga dalam dan ilmu kebal
adalah termasuk permainan setan, pen).
Karomah para wali memang ada, tetapi
karomah itu bisa jadi untuk hujjah dan bisa jadi pula karena adanya haajah
(kebutuhan). Hujjah artinya untuk menunjukkan kebenaran para wali, sedangkan
haajah artinya karena para wali tersebut membutuhkannya maka Allah menolong
mereka. Dan ketahuilah,
أعظم الكرامة لزوم الاستقامة
"Sebesar-besarnya
karomah para wali adalah senantiasa istiqomah (teguh dalam kebenaran)."
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah
berkata,
فَإِن اشْتبهَ عَلَيْك
فاكشفه فِي ثَلَاثَة مَوَاطِن فِي صلاَته ومحبته للسّنة وَأَهْلهَا ونفرته عَنْهُم
ودعوته إِلَى الله وَرُسُله وَتَجْرِيد التَّوْحِيد والمتابعة وتحكيم السّنة فزنه بذلك
لاَ تزنه يُحَال وَلاَ كشف وَلاَ خارق وَلَو مَشى على المَاء وطار فِي الْهَوَاء
“Apabila
tersamar atasmu tentang seseorang maka singkaplah dia dalam tiga keadaan:
(1) Sholatnya,
(2) Kecintaannya kepada Sunnah dan
pengikutnya, dan (ataukah) kebenciannya kepada mereka,
(3) Dakwahnya kepada Allah dan Rasul-Nya
serta pemurnian tauhid, ittiba’ (peneladanan kepada Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam) dan berhukumnya kepada Sunnah. Ukurlah dengan
tiga perkara ini, janganlah kamu ukur dengan keadaan yang lain, jangan pula dengan
kasyaf (sok tahu perkara ghaib), dan jangan pula dengan kemampuan luar biasa,
walau dia bisa berjalan di atas air atau terbang di udara.” [Ar-Ruh, hal. 265]
Maka wali adalah orang yang mengamalkan
dua kalimat syahadat, yaitu syahadat laa ilaaha illallaah dengan mentauhidkan
Allah dan syahadat Muhammad Rasulullah dengan meneladani Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam.
BUKU-BUKU TERKAIT PEMBAHASAN WALI
- Qothru Al-Wali fi Syarhi Haditsil Wali, karya Asy-Syaukani rahimahullah.
- Syarah Al-‘Arba’in An-Nawawiyyah karya An-Nawawi rahimahullah dalam pembahasan hadits wali namun singkat.
- Syarah Al-‘Arba’in An-Nawawiyyah karya Ibnu Rajab rahimahullah yang berjudul Jaami’ul Ulumi wal Hikam dalam pembahasan hadits wali secara lebih detail.
- Al-Furqon bayna Auliyair Rohman wa Auliyaais Syaithon, karya Ibnu Taimiyah yang sangat bagus sekali dalam membahas perbedaan antara wali Allah dan wali setan.
NASIHAT PENUTUP
- Pertama: Bersemangatlah dan berjuanglah untuk menjadi wali Allah ‘azza wa jalla.
- Kedua: Perbanyaklah berdoa kepada Allah ta’ala, karena hidayah dan anugerah menjadi wali di tangan Allah ‘azza wa jalla.
- Ketiga: Cintailah orang-orang shalih dan jangan membenci mereka.
- Keempat: Hendaklah engkau menuntut ilmu syar’i, yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena dengan ilmu akan dapat dibedakan antara yang benar dan salah, maka luangkanlah waktumu setiap hari untuk menuntut ilmu syar’i.
- Kelima: Bertemanlah dengan orang-orang shalih.
- Keenam: Jauhi pintu-pintu kejelekan dan berhati-hatilah dari berbagai macam perangkap kesesatan, termasuk website-website internet dan channel-channel yang merusak.
- Ketujuh: Hisablah dirimu sebelum Allah 'azza wa jalla menghisabmu.
الحمد لله رب العالمين
✍ [Tabligh
Akbar "Mencintai Wali-wali Allah" di Masjid Istiqlal, Jakarta
Indonesia, 25 Jumadal Akhirah 1437 / 3 April 2016]
✍ Peringkas:
Sofyan Chalid bin Idham
Ruray ghafarallaahu lahu wa 'afaa 'anhu (semoga Allah mengampuni dan
memaafkannya)-.
Bismillah.
ReplyDeleteAssalamualaikum pak Mukhtar.
Artikel yang menarik. Saya sangat membenci sebagian oknum Salafiy Wahhabi, namun dalam karya tulis mereka, sungguh sarat dengan 'ilmu dan faedah...
Baarakallahufiikum
Wa'alaikumus salaam
DeleteSemoga bermanfaat.
Baarakallahufiiki