SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB SOSOK PENEGAK PANJI-PANJI TAUHID
Disusun Oleh Abu Aufa
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2
Keberadaan Beliau Di Negeri Dir'iyyah
[1]. Sebab Perginya Beliau Menuju Dir'iyyah.
Saat itu sudah menjadi suatu keharusan bagi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk segera meninggalkan negeri Uyainah, maka tempat yang paling cocok dan sesuai bagi kelancaran dakwah menurut beliau adalah negeri Dir'iyyah. Yang demikian itu dikarenakan negeri Dir'iyyah semakin hari semakin kuat dalam hal ketentaraan. Hal itu terbukti dengan direbutnya kembali kekuasaan yang selalu dirong-rong oleh Sa'd bin Muhammad pemimpin Bani Khalid [1] Di sisi lain, hubungan antara para pemimpin Dir'iyyah dengan pemimpin Bani Khalid kurang harmonis. Maka di saat pemimpin Bani Khalid bersekongkol dengan Amir Uyainah untuk mengeluarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, di saat itu pula Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ingin bergabung dengan para pemimpin Dir'iyyah.
Tapi sebab yang terpenting dari kepergian beliau menuju negeri Dir'iyyah adalah dikarenakan dakwah yang beliau sebarkan selama ini mendapat sambutan yang hangat dari para pemimpin negeri tersebut. Di antara mereka adalah keluarga Suwailin, kedua saudara Amir Dir'iyyah (Tsinyan dan Musyairi) dan juga anaknya yang bernama Abdul Aziz [2].
[2]. Pertemuan Beliau Dengan Amir Dir'iyyah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meninggalkan negeri Uyainnah kemudian pergi ke negeri Dir'iyyah dalam keadaan dijaga dan dikawal oleh orang-orangnya Utsman bin Ma'mar (Pemimpin Uyainah) [3].
Nara sumber yang ada, saling berbeda dalam menentukan tahun kepindahan beliau ke negeri Dir'iyyah. Namun yang terkuat (arjah) adalah perkataan Ibnu Ghannam yang menyebutkan bahwa kepindahan Beliau dari Uyainah ke Dir'iyyah terjadi ditahun 1157H. Hal ini dikarenakan Ibnu Ghannam lebih dekat kepada Syaikh dibanding dengan yang lainnya dari kalangan mumanikhin (para ahli tarikh) [4].
Di saat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berada di rumah keluarga Suwailin, datanglah Amir Dir'iyyah Muhammad bin Sa'ud atas anjuran istrinya demi menyambut kedatangan Syaikh Muhammad. Yang akhirnya terwujud suatu kesepakatan bersama untuk saling beramal dalam rangka menegakkan dakwah Islamiyah semaksimal mungkin. Dan kesepakatan inilah yang nantinya sebagi asas dan pondasi bagi berdirinya Daulah Jadidah (Saudi Arabia).
Sebagian dari para penulis ada yang berpendapat bahwa dari kesepakatan itu pula tercetuslah suatu pernyataan, bahwasanya urusan pemerintahan dipikul oleh Muhammad bin Sa'ud dan keturunannya, sedang urusan agama (diniyyah) di bawah pengawasan dan bimbingan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta keturunannya 5. Namun nampaknya pernyataan yang seperti ini belum pernah ada, hanya saja kebetulan keturunan Muhammad bin Sa'ud sangat berbakat dalam mengendalikan urusan pemerintahan, demikian juga keturunan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat mumpuni untuk melanjutkan perjuangan beliau, sehingga hal ini terkesan sudah diatur sebelumnya, padahal hanya kebetulan saja [6].
Demikianlah, Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahhab dan Amir Dir'iyyah masih berada diatas kesepakatan yang telah mereka sepakati bersama sampai mereka pergi ke rahmatullah. Dan selanjutnya diteruskan oleh keturunan mereka masing-masing di kemudian hari.
Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
[1]. Apakah Yang Dimaksud Wahhabiyyin ..?
Merupakan suatu hal yang sudah ma'ruf bahwasanya kata Wahhabiyyin adalah sebutan bagi para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam aqidah dan juga sebutan bagi orang-orang Najd yang berasaskan metode beliau dalam hal dakwah. Sebagaimana pula kata Wahhabiyin digunakan sebagai sebutan bagi aqidah beliau dan para pengikutnya.
Merupakan suatu hal yang ma'ruf pula bahwasanya penyandaran (nisbah) kata tersebut lebih tepat kepada nama ayahnya dari pada nama beliau sendiri. Penyandaran seperti ini kalau dilihat dari segi bahasa, merupakan penyandaran yang shahih. Sebagaimana disandarkannya para pengikut Imam Ahmad kepada nama ayah beliau yaitu dengan sebutan Hanbaliyyah atau Hanabillah. Dan diantara hikmah dari digunakannya sebutan tersebut (Wahhabiyyah) adalah tidak terjadi kesamaran (iltibas) antara penyandaran kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan kepada penyandaran kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [7]. Dan tidak diragukan lagi bahwa penyebutan kata-kata Wahhabiyyin atau Wahhabiyyah ini keluar dari lisan orang-orang yang tidak senang terhadap apa-apa yang diajarkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab [8].
Tujuan dari penyebutan kata-kata tadi agar para manusia lari dan enggan untuk menerima dakwah beliau. Dengan kata lain, bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dituduh telah menyeru kepada agama baru atau madzhab kelima[9].
Para pendukung dakwah Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahhab, khususnya yang terdahulu tidak rela dengan penyebutan atau penamaan seperti itu, bahkan mereka menamai diri mereka dengan sebutan yang lain, seperti Diinul Islam, Al-Muwahhidin serta menamai dakwah yang mereka lakukan dengan sebutan Da'watut-Tauhid, Ad-Dakwah As-Salafiyah atau Ad-Dakwah saja [10].
Dan yang tampak adalah bahwasanya mereka lebih suka untuk menggunakan sebutan Al-Muwahhidin sebagai penegas atas aqidah yang bersih yang ada pada mereka dan sebagai pembeda antara diri mereka dengan orang-orang yang sudah menyimpang dari agama Islam yang haq ini.
Yang jelas, kerancuan penilaian manusia terhadap dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya karena disebabkan hal yang bermacam-macam diantaranya : jeleknya pemahaman segelintir orang yang menisbatkan diri kepada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab akan hakekat dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu sendiri, dan juga banyaknya tuduhan-tuduhan yang dihembuskan oleh musuh-musuh beliau terhadap dakwah yang beliau lakukan [11].
Dua perkara itulah sumber bagi kritik dan tuduhan yang tidak-tidak atas Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya [12].
[2]. Gencarnya Permusuhan Mereka Terhadap Syaikh Muhammad bin Abddul Wahhab Dan Para Pengikutnya.
Para penentang dakwah beliau dari kalangan kaum muslimin terbagi menjadi dua kelompok.
- Sekelompok manusia dari ahlu Najd yang selalu menentang dakwah beliau tetapi hanya pada masa-masa awal dakwah beliau.
- Sekelompok manusia yang berelebihan dalam menentang dakwah beliau. Mereka berkata bhawa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah seorang nabi, tapi dia sembunyikan hal itu karena takut terhadap manusia. Dan dia tidaklah melaksanakan kewajiban-kewajiban agama kecuali untuk menutup-nutupi keaiban dan tipuan saja.[13]
Sebagai tambahan dari itu semua, mereka juga mensifati Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya dengan sebutan Al-Mubtadi'ah, Al-Malahidah dan Al-Khawarij. Namun sebutan yang terkahir inilah yang sering dipakai oleh musuh-musuh beliau. Yang demikian itu dikarenakan persangkaan mereka bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya menganggap hanya diri mereka saja yang muslimin adapun selain mereka tidak, dan juga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya memerangi setiap orang yang tidak cocok terhadap apa yang mereka dakwahkan, serta mereka adalah orang-orang yang rajin dalam menjalankan ibadah sebagaimana Khawarij di zaman para shahabat dahulu.
Adalah suatu yang ma'ruf bahwasanya sangkaan dan tuduhan yang dilancarkan oleh musuh-musuh beliau adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya sangat jauh berbeda dengan kelompok Khawarij dalam hal-hal yang sudah jelas, khususnya masalah aqidah. Dan juga berbeda sekali dalama masalah ihtiram terhadap para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, khususnya Utsman dan Ali. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat menaruh rasa ihtiram terhadap mereka, sedang orang-orang Khawarij sangat mengucilkan para shahabat bahkan mengkafiran sebagian dari mereka. Maka sikap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam masalah-masalah diatas dan juga dalam masalah Imamah (kepemimpinan) sesuai dan mengikuti manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah[14]. Perbedaan yang sangat menyolok antara Khawarij dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah bahwasanya kaum Khawarij mengkafirkan Ahlul Kabair (selain syirik), sedangkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya dalam mensikapi ahlul kabair adalah sebagaimana madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yaitu Ashin (orang maksiat) atau fasiq tapi tidak keluar dari Islam [15].
Diantara musuh beliau ada yang mengatakan bahwa munculnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini sama dengan tempat munculnya Musailamah al-Kadzab. Sebagaimana mereka mengatakan bahwasanya ada riwayat-riwayat yang mencela negeri Najd. Selain itu mereka juga mengatakan bahwasanya Syaikh Muhamamd bin Adbul Wahhab ini adalah keturunan Dzil Khuwaishirah yang mana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan tentang mereka bahwasanya nanti ada dari kalangan mereka yang keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya [16].
Namun dengan mudahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya membantah perkataan tadi. Mereka menjawab. Sesungghnya tempat tidak pantas untuk dijadikan sebagai ukuran (mizan) terhadap sesuatu bahkan tidak didapati seorang nabi berada di suatu daerah kecuali daerah tadi adalah daerah yang sangat rusak.
Selanjutnya mereka mengatakan : "Sesunguhnya Najd yang ada dalam hadits adalah Najdul Iraq bukan Najd Saudi, dan maksud dari apa yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya dari keturunan Dzil Khuwaishirah ada yang keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya adalah keturunan Dzil Khuwaishirah yang berada di daerah Haruriyyah yang mengadakan pemberontakan terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu [17]
Mengingat begitu rincinya pembahasan mengenai aqidah Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahhab silakan membaca dan mengkaji buu-buku beliau, diantaranya :
[1]. Kitabut Tauhid.
Judul lengkap dari buku ini adalah Kitabut Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi 'alal Abiid. Menurut riwayat Ibnu Ghannam, beliau menulis buku ini ketika masih di Haryamala [18], sedangkan cucu beliau Syaikh Muhammad bin Hasan mengatakan buku ini ditulis di Bashrah [19]. Namun itu semua tidak jadi masalah, yang jelas buku ini yang pertama kali beliau tulis. Kemudian buku ini di syarah oleh kedua cucunya (Abdurrahman bin Hasan dan Sulaiman bin Abdullah) dengan judul Fathul Majid dan Taisirul Azizil Hamid.
[2]. Kasyfusy Syubhat.
Buku ini ditulis untuk membantah kerancuan tauhid yang dipegangi oleh musuh-musuh beliau [20]
Buku ini ditulis di hari-hari akhir beliau di Uyainah atau setelah beliau pindah ke Dir'iyyah [21].
[3]. Mufidul Mustafiid fii kufri Taarikit Tauhid.
Buku ini ditulis pada tahun 1167H. Buku ini juga senada dengan buku Kasyfusy Syubhat yaitu membahas kerancuan tauhid yang dipegangi oleh musuh-musuh beliau [22].
[4]. Al Ushulul Tsalatsah wa Adillatuhaa.
Buku ini termasuk buku tipis, karena beliau tidak begitu memakan waktu dalam menyelesaikan tulisan tersebut. Basyar menyebutkan bahwa buku ini ditulis sebelum beliau pindah ke Dir'iyyah.
[5]. Kalimat fii bayani syahadati an laa ilaaha illallah wa bayani tauhid.
[6]. Arba'u Qawaaid liddin.
[7]. Kalimatun fii ma'rifati syahaadati an laa ilaaha illallah wa anna muhammada rasulullah.
[8]. Arba'u qawaa'idin dzakarahallahu fii muhkami kitabihi.
[9]. Almasaailul khamsu alwaajibu ma'rifatuha.
[10]. Tafsiiru kalimatit tauhid.
[11]. Sittatu ushulin 'adliimatin.
[12]. Sittatu mawaadhi manqulatun minas sirah an nabawiyyah.
[13]. Qishashul Anbiyaa'
[14]. Masailul jaahiliyyah
[15]. Mukhtashar siiratur rasul
[16]. Mukhtashar zaadul ma'ad.
[17]. Attafsiir 'alaa ba'dhi suaril qur'an
[18]. Ushul Iman
[19]. Fadhul Islam
[20]. Kitaabul Kabaa'ir
[21]. Nahiihatul muslimin bi ahaadiitsi khatamil mursalin.
[22]. Kitabul fadhailil qur'an
[23]. Ahaadits fi fitani walhaadits
[24]. Ahkamu tammannilmaut
[25]. Hukmul ghibati wannamimah
[26]. Hukmu katmil ghaidi wal hilmi
[27]. Majmuu'ul hadiits 'alaa abwaabil fiqhi.
[28]. Aadaabul masyi ilash shalati
[29]. Ibthaalu waqfil janat wal itsmi
[30]. Ahkamush shalaati
[31]. Mukhtasharul inshafi wasy syarhu kabir
[32]. Khuthabusy Syaikh
[33]. Mukaatabaatusy Syaikh
[34]. Fataawasy Syaikh
[35]. Kitaabaatun ukhra massuubatun ilas Syaikh
[Diterjemahkan dan dinukil dari buku : Al-Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Da'watuhu Wasiiratuhu, Lisamahatisy Asyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Hayaatuhu Wafikruhu, Ta'lif Dr.Abdullah Ash-Shalih Al-'Utsaimin, Penyusun Abu Aufa, dan disalin ulang dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/1/1415-1994]
__________
Foote Note.
[1]. Unwaanul Majdi Fii Taarikhin Najd karya Utsman bin Basyar juz 2, hal. 233
[2]. Raudhah karya Hushain bin Ghannam juz 1 hal.31,222
[3]. Unwaanul Majdi Fii Taarikhin Najd karya Utsman bin Basyar juz 1, hal.23
[4]. Raudhah karya Ibnu Ghannam juz 2 hal.8 'Unwaanul Majdi fii Tarikhin Najd juz 1 hal. 32 Hawadits karya Ibrahim bin Isa hal.108.
[5]. Lam'usy Syihab hal. 30,35
[6]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Hayatuhu wa Fikruhu karya Abdullah bin Ash-Shalih al-'Utsaimin hal.55-56.
[7]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu karya Asy-Syaikh Abdullah bin Ash-Shalih Al-Utsaimin hal. 101
[8]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu karya Asy-Syaikh Abdullah binAsh-Shalih Al-Utsaimin hal. 101.
[9]. Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal. 139.
[10]. Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal 31, Al-Hadiyyah Assunniyah Wattuhfah Al-Wahhabiyyah An-Najdiyyah disusun oleh Sulaiman bin Sahman hal. 27, Ulama'ud Dakwah karya Abdir Rahman Ali Syaikh.
[11] Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal.12,115, Al-Hidayyah karya Sulaiman bin Sahman hal. 31.
[12]. Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal. 158, Al-Hidayyah hal. 31.
[13]. Misbahul Anaam hal. 3, Ad-Daur hal. 47 dan Al-Asinnah hal. 12.
[14]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu, Ta'lif Asy-Syaikh Abdullah Ash-Sholih Al-Utsaimin hal. 105 Rasail juz 4 hal. 59-62.
[15]. Ibnu Taimiyyah karya Abi Zahroh hal. 166, Al-Islam karya Fadhlurrahman hal. 86.
[16]. Shawaiq karya Sulaiman bin Abdul Wahhab hal. 30-35.
[17]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu, Ta'lif Asy-Syaikh Abdullah Ash-Sholih Al-Utsaimin hal. 107.
[18]. Lihat Raudhah juz 1 hal.30.
[19]. Lihat Al-Ajwibah juz 9 hal. 215
[20]. Raudhah karya Ibnu Ghannam juz 1 hal.61
[21]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu hal. 77-79.
[22]. yaikh Mihammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu hal. 77-79.
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda