Lelaki itu seperti lelaki tua biasa. Biasanya
lelaki tua sepertinya ditemui di lambung Masjid Nabawi, sebagai jamaah umroh akibat
terlalu lama menunggu giliran haji. Atau lelaki tua sepertinya ada di sawah,
kelelahan mencangkul walau matahari baru naik setengah. Bisa juga
lelaki sepertinya kita temui sedang duduk-duduk di teras sambil menghias pot
bunga, membersihkan rumput, dan menanam pohon kecil di pekarangan. Atau, kalau
kita menyaksikan berita banjir di TVRI, lelaki seperti ini biasanya
diwawancarai karena terlambat mendapat jatah bantuan mie instan. Dia jenis
lelaki yang mudah didapati. Lelaki tua yang biasa ditemui dalam kehidupan
sehari-hari.
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Kisah Inspiratif. Show all posts
Showing posts with label Kisah Inspiratif. Show all posts
Kisah Inspiratif
Tulisanku ketika merindukanmu, Ibu..
Liburan
musim panas. Aku dan temanku, Ismail, sedang menuju Bali. Ismail adalah pemuda
Kalimantan sepertiku, ia punya waktu beberapa hari sebelum memulai kursus
bahasa Inggris di Pare, Kediri.
Ini
pertama kalinya kami ke pulau Bali, tanpa pemandu, tanpa tujuan yang jelas. Dan
disinilah kami, dalam bis ekonomi dengan suara riuh dan para bule backpacker
yang berpakaian tak pantas.
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
_*Daku Terlebih Dahulu, ataukah Dikau?*_
Sebuah syair yang dinobatkan sebagai *Syair of The Year* pada tahun 1429.
Ditulis oleh Abdullah bin Idris yang ketika itu usia beliau mendekati 90 tahun, ditujukan kepada istri tercinta beliau yang ketika itu keadaan mereka berdua sedang sakit, dimana kondisi fisik menurun drastis.
Berikut syair beliau, ..
Ditulis oleh Abdullah bin Idris yang ketika itu usia beliau mendekati 90 tahun, ditujukan kepada istri tercinta beliau yang ketika itu keadaan mereka berdua sedang sakit, dimana kondisi fisik menurun drastis.
Berikut syair beliau, ..
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
Kisah Secangkir Kopi...!!!
Kisah Secangkir Kopi
Ustadz Abdullah Zaen, MA
Suatu hari di sebuah universitas terkenal. Sekelompok alumnus bertamu di rumah dosen senior, setelah bertahun-tahun mereka lulus. Setelah mereka semua menggapai kesuksesan, kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi dan sosial.
Setelah saling menyapa dan berbasa-basi, masing-masing mereka mulai mengeluhkan pekerjaannya. Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk dan banyak beban lainnya yang seringkali membuat mereka stress.
Sejenak sang dosen masuk ke dalam. Beberapa saat kemudian, beliau keluar sambil membawa nampan di atasnya teko besar berisikan kopi dan berbagai jenis cangkir.
Ustadz Abdullah Zaen, MA
Suatu hari di sebuah universitas terkenal. Sekelompok alumnus bertamu di rumah dosen senior, setelah bertahun-tahun mereka lulus. Setelah mereka semua menggapai kesuksesan, kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi dan sosial.
Setelah saling menyapa dan berbasa-basi, masing-masing mereka mulai mengeluhkan pekerjaannya. Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk dan banyak beban lainnya yang seringkali membuat mereka stress.
Sejenak sang dosen masuk ke dalam. Beberapa saat kemudian, beliau keluar sambil membawa nampan di atasnya teko besar berisikan kopi dan berbagai jenis cangkir.
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
Aku Wanita Yang Di Poligami
Aku Wanita Yang Di Poligami
Aku menikah muda. Kala
itu, usiaku tak lebih dari 19 tahun dan baru saja lulus SMU. Wanita yang
kuperisteri saat itu bahkan baru 16 tahun. Ia hanya lulus SLTP, karena
keluarganya pun seperti keluargaku, miskin, tak punya cukup biaya untuk
menyekolahkan anaknya lebih tinggi.
Namaku Arman, dan isteriku Salimah. Kami tinggal di sebuah dusun, yang termasuk wilayah sebuah desa kecil, di sisi barat Jawa.
Di desa kami, usia seperti kami bukanlah
usia muda untuk menikah, minimal untuk ukuran pada masa itu. Pada zaman
sekarang, ukuran itu memang sudah mengalami dinamika. Makin sedikit
saja pasangan muda yang menikah. Berbanding lurus dengan makin banyak
pula wanita-wanita yang telat menikah. Meski jumlahnya tak sebanyak di
kota-kota besar.
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
"Aku harus berpoligami. Harus, tak boleh tidak.” Suamiku berkata dengan nada suara keras dan tegas. Itu sudah sering diungkapkan olehnya. Setidaknya satu bulan terakhir ini. Oo ya kami baru menikah 3 tahun, dan baru dikaruniai seorang anak berusia 1, tahun. Aku berasal dari keluarga miskin, demikian juga suamiku. Aku dilahirkan dan sesar di sebuah desa kecil, antara kota Sleman dan Muntilan, Jawa Tengah. Suamiku berasal dari Wonosobo.
AKU, SUAMIKU DAN DIA...!!!
AKU, SUAMIKU DAN DIA
"Aku harus berpoligami. Harus, tak boleh tidak.” Suamiku berkata dengan nada suara keras dan tegas. Itu sudah sering diungkapkan olehnya. Setidaknya satu bulan terakhir ini. Oo ya kami baru menikah 3 tahun, dan baru dikaruniai seorang anak berusia 1, tahun. Aku berasal dari keluarga miskin, demikian juga suamiku. Aku dilahirkan dan sesar di sebuah desa kecil, antara kota Sleman dan Muntilan, Jawa Tengah. Suamiku berasal dari Wonosobo.
Kami menikah saat usia kami sama-sama 26 tahun. Kami berasal dari satu
almamater di Jogjakarta. Kami sudah sama-sama menggondol S1. Karena
selama 4 tahun kami mengaji di majelis ilmu yang sama, lalu diantara
kami ada ketertarikan kemudian menikah. Saat menikah kami tak
bermodal sama sekali. Suamiku belum memiliki pekerjaan. Bahkan untuk
mengontrak rumahpun, kami mendapat bantuan keuangan dari keluarga besar
kami.
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
'' Akhir Penyesalan Seorang Istri ''
'' Akhir Penyesalan Seorang Istri ''
Aku
membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir
sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah
benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua,
membuatku membenci suamiku sendiri. Walaupun menikah terpaksa, aku tak
pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku
melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya
karena aku tak punya pegangan lain.
Beberapa kali muncul keinginan
meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan
siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut
mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya
mereka. Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan
segala hal sesuka hatiku.
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :
Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.
Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa’) tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Kisah Nyata : 15 Tahun Suami Koma, Istri Sholehah Tetap Setia
Kisah Nyata : 15 Tahun Suami Koma, Istri Sholehah Tetap Setia...!!!
Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :
Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.
Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa’) tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
Prof. Dr. Khalid al-Jubair penasehat spesialis bedah jantung dan urat
nadi di rumah sakit al-Malik Khalid di Riyadh mengisahkan sebuah kisah
pada sebuah seminar dengan tajuk Asbab Mansiah (Sebab-Sebab Yang
Terlupakan). Mari sejenak kita merenung bersama, karena dalam kisah
tersebut ada nasihat dan pelajaran yang sangat berharga bagi kita.
Sang dokter berkata:
Pada suatu hari -hari Selasa- aku melakukan operasi pada seorang anak berusia 2,5 tahun. Pada hari Rabu, anak tersebut berada di ruang ICU dalam keadaan segar dan sehat.
Pada hari Kamis pukul 11:15 -aku tidak melupakan waktu ini karena pentingnya kejadian tersebut- tiba-tiba salah seorang perawat mengabariku bahwa jantung dan pernafasan anak tersebut berhenti bekerja. Maka akupun pergi dengan cepat kepada anak tersebut, kemudian aku lakukan proses kejut jantung yang berlangsung selama 45 menit. Selama itu jantungnya tidak berfungsi, namun setelah itu Allah Subhanaahu wa Ta`ala menentukan agar jantungnya kembali berfungsi. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta`ala .
Kemudian aku pergi untuk mengabarkan keadaannya kepada keluarganya, sebagaimana anda ketahui betapa sulit mengabarkan keadaan kepada keluarganya jika ternyata keadaannya buruk. Ini adalah hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang dokter. Akan tetapi ini adalah sebuah keharusan. Akupun bertanya tentang ayah si anak, tapi aku tidak mendapatinya. Aku hanya mendapati ibunya, lalu aku katakan kepadanya: "Penyebab berhentinya jantung putramu dari fungsinya adalah akibat pendarahan yang ada pada pangkal tenggorokan dan kami tidak mengetahui penyebabnya. Aku kira otaknya telah mati."
Coba tebak, kira-kira apa jawaban ibu tersebut?
Apakah dia berteriak? Apakah dia histeris? Apakah dia berkata: "Engkaulah penyebabnya!"
Dia tidak berbicara apapun dari semua itu bahkan dia berkata: "Alhamdulillah." Kemudian dia meninggalkanku dan pergi.
Kisah Sabar Yang Paling Mengagumkan
Kisah Sabar Yang Paling Mengagumkan
Prof. Dr. Khalid al-Jubair penasehat spesialis bedah |
Sang dokter berkata:
Pada suatu hari -hari Selasa- aku melakukan operasi pada seorang anak berusia 2,5 tahun. Pada hari Rabu, anak tersebut berada di ruang ICU dalam keadaan segar dan sehat.
Pada hari Kamis pukul 11:15 -aku tidak melupakan waktu ini karena pentingnya kejadian tersebut- tiba-tiba salah seorang perawat mengabariku bahwa jantung dan pernafasan anak tersebut berhenti bekerja. Maka akupun pergi dengan cepat kepada anak tersebut, kemudian aku lakukan proses kejut jantung yang berlangsung selama 45 menit. Selama itu jantungnya tidak berfungsi, namun setelah itu Allah Subhanaahu wa Ta`ala menentukan agar jantungnya kembali berfungsi. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta`ala .
Kemudian aku pergi untuk mengabarkan keadaannya kepada keluarganya, sebagaimana anda ketahui betapa sulit mengabarkan keadaan kepada keluarganya jika ternyata keadaannya buruk. Ini adalah hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang dokter. Akan tetapi ini adalah sebuah keharusan. Akupun bertanya tentang ayah si anak, tapi aku tidak mendapatinya. Aku hanya mendapati ibunya, lalu aku katakan kepadanya: "Penyebab berhentinya jantung putramu dari fungsinya adalah akibat pendarahan yang ada pada pangkal tenggorokan dan kami tidak mengetahui penyebabnya. Aku kira otaknya telah mati."
Coba tebak, kira-kira apa jawaban ibu tersebut?
Apakah dia berteriak? Apakah dia histeris? Apakah dia berkata: "Engkaulah penyebabnya!"
Dia tidak berbicara apapun dari semua itu bahkan dia berkata: "Alhamdulillah." Kemudian dia meninggalkanku dan pergi.
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
Minggu lalu saya kembali Jum’atan di Graha CIMB Niaga Jalan Sudirman setelah lama sekali nggak sholat Jum’at di situ…
Father's Day [Tidakkah Kamu Mengambil Pelajaran?]
Father's Day
Minggu lalu saya kembali Jum’atan di Graha CIMB Niaga Jalan Sudirman setelah lama sekali nggak sholat Jum’at di situ…
Sehabis meeting dengan salah satu calon investor di lantai 27, saya buru-buru turun ke masjid karena takut terlambat..dan bener aja sampai di masjid adzan sudah berkumandang…
Karena terlambat saya jadi tidak tau siapa nama Khotibnya saat itu.. sambil mendengarkan khotbah saya melihat Sang Khotib dari layar lebar yg di pasang di luar ruangan utama masjid.. Khotibnya masih muda, tampan, berjenggot namun penampilannya bersih..dari wajahnya saya melihat aura kecerdasan..tutur katanya lembut namun tegas…dari penampilannya yg menarik tsb..saya jadi penasaran..apa kira-kira isi khotbahnya!
Ternyata betul dugaan saya!!!…isi ceramah dan cara menyampaikannya membuat jamaah larut dalam keharuan..banyak yg mengucurkan air mata (termasuk saya)..bahkan ada yg sampai tersedu sedan... Weleh-weleh...sampai segitunya ya..lalu apa sih isi ceramahnya..koq kayaknya amazing bingitzz…
Dengan gaya yg menarik Sang Khotib menceritakan “true story”..seorang anak berumur 10 th namanya Umar..dia anak pengusaha sukses yg kaya raya..
Oleh ayahnya si Umar di sekolahkan di SD Internasional paling bergengsi di Jakarta..tentu bisa ditebak, bayarannya sangat mahal..tapi bagi si pengusaha, tentu bukan masalah..wong uangnya berlimpah…
Si ayah berfikir kalau anaknya harus mendapat bekal pendidikan terbaik di semua jenjang..agar anaknya kelak menjadi orang yg sukses mengikuti jejaknya...
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
by Sutikno bin Tumingan
Berikut ini adalah salah satu pengalaman nyata yang dimuat dalam majalah Ad-Dakwah. Mari kita simak bersama!
Ummu Shalih, 82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Tamasyanya ke taman hafalan Al-Qur’an, sungguh sangat menginspirasi. Cita-citanya yang tinggi, kesabaran, dan juga pengorbanannya patut kita teladani.
Inilah hasil wawancara dengan Ummu Shalih.
Motivasi apa yang mendorong Anda untuk menghafalkan Al-Qur’an pada umur yang setua ini? Sebenarnya, cita-cita saya untuk menghafal Al-Qur’an sudah tumbuh sejak kecil. Kala itu ayah selalu mendo'akanku agar menjadi hafizhah Al-Qur’an seperti beliau dan juga seperti kakak laki-lakiku. Dari hal itulah, aku mampu menghafal beberapa surat —kira-kira 3 juz.
Luar Biasa: Nenek Hafidz Qur'an, Padahal Mulai Menghafal Pada Usia 70 Tahun!!! "Ummu Shalih, 82 tahun, Penghafal Al-Qur’an"
Luar Biasa: Nenek Hafidz Qur'an, Padahal Mulai Menghafal Pada Usia 70 Tahun!!!
"Ummu Shalih, 82 tahun, Penghafal Al-Qur’an"
by Sutikno bin Tumingan
Gambar hanya rekayasa |
Ummu Shalih, 82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Tamasyanya ke taman hafalan Al-Qur’an, sungguh sangat menginspirasi. Cita-citanya yang tinggi, kesabaran, dan juga pengorbanannya patut kita teladani.
Inilah hasil wawancara dengan Ummu Shalih.
Motivasi apa yang mendorong Anda untuk menghafalkan Al-Qur’an pada umur yang setua ini? Sebenarnya, cita-cita saya untuk menghafal Al-Qur’an sudah tumbuh sejak kecil. Kala itu ayah selalu mendo'akanku agar menjadi hafizhah Al-Qur’an seperti beliau dan juga seperti kakak laki-lakiku. Dari hal itulah, aku mampu menghafal beberapa surat —kira-kira 3 juz.
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
Akhirnya kami bertiga sama-sama menghitung. Dan berkali-kali, hasil perhitungan itu adalah dua hari dua malam atau maksimal adalah tiga hari dua malam dengan konsekuensi memasukkan hari minggu sebagai satu hari penuh, padahal minggu pagi –sebelum matahari terbit- , kubur Yesus telah kosong. Karena perhitungan tersebut tidak cocok dengan ramalan tiga hari tiga malam, pertanyaan tersebut ditunda untuk didiskusikan pekan berikutnya.
Aku dan A memberanikan diri datang kepada orangtuaku. Di situ, A mengutarakan keinginanku untuk memeluk agama Islam kepada orangtuaku. Dapat dibayangkan apa yang terjadi. Kekagetan luar biasa, marah, tidak percaya mengelegak keluar. Orangtua memintaku mengutarakan sendiri hal tersebut, dan aku pun mengatakan hal yang sama, “Aku ingin masuk Islam.” Mereka tetap tidak percaya dan memintaku memikirkannya kembali. Aku kembali ke Banjarnegara dan A juga kembali ke Jakarta tempat ia bekerja.
Ketika Hidayah Islam Merengkuh Jiwaku
Ketika Hidayah Islam Merengkuh Jiwaku
Namaku Erlina, aku ingin berbagi cerita kepada saudariku muslimah, bukan untuk mengajarkan tentang fiqih atau hadits atau hal lainnya yang mungkin ukhti muslimah telah jauh lebih dulu mengetahuinya daripada aku sendiri. Karena di masa lalu, aku beragama Kristen…
Sejak kecil aku beserta kedua adikku dididik secara kristen oleh
kedua orangtuaku, bahkan aku telah dibaptis ketika masih berumur 3 bulan
dan saat berusia 18 tahun aku telah menjalani sidhi, yaitu pengakuan
setelah seseorang dewasa tentang kepercayaan akan iman kristen di depan
jemaat gereja. Aku juga selalu membaca Alkitab dan membaca buku renungan
–semacam buku kumpulan khotbah– bersama keluargaku di malam hari.
Seluruh keluargaku beragama Kristen dan termasuk yang cukup taat dan
aktif. Bahkan dari keluarga besar ayah, seluruhnya beragama Kristen dan
sangat aktif di gereja sehingga menjadi pemuka dan pengurus gereja.
Sedang dari keluarga ibu, nenekku dulunya beragama Islam, namun kemudian
beralih menjadi Katholik.
Sejak kecil aku adalah anak yang sangat aktif dalam kegiatan
keagamaan. Tentu saja kegiatan keagamaan yang aku anut saat itu beserta
keluarga besarku. Kecintaanku pada agama Kristen demikian kuat mengakar
dan terus bertambah kuat seiring pertumbuhanku menjadi wanita dewasa.
Sedari kecil aku sangat rajin ikut Sekolah Minggu,
bahkan hampir tidak pernah absen. Aku selalu ingin mendengarkan cerita
agama Kristen atau cerita dari Alkitab di Sekolah Minggu. Setiap
pelajaran Sekolah Minggu kucatat dalam sebuah buku khusus. Cerita-cerita
tersebut kuhafal sampai detail, sehingga setiap perayaan Paskah dan
Natal aku selalu menjadi juara lomba cerdas tangkas Sekolah Minggu.
Pernah suatu ketika, karena aku sering sekali menang, seorang juri
memberikan tes tersendiri. Hal ini untuk memastikan bahwa aku layak
mendapatkan juara pertama, apalagi saat itu aku masih lebih muda dari
peserta dan juara lainnya. Ternyata aku bisa menjawab pertanyaan juri
tersebut. Akhirnya aku tetap mendapatkan hadiah, namun hadiah khusus di
luar juara satu sampai tiga. Kebijakan ini untuk memberikan kesempatan
pada peserta lain untuk menjadi pemenang.
Ketika aku menginjak usia SMP dan SMA, aku tetap aktif dalam kegiatan
persekutuan remaja dan pemuda di sekolah. Aku juga aktif di tingkat
yang lebih besar yaitu kegiatan persekutuan antar siswa Kristen dari
sekolah-sekolah se-kota Magelang, juga persekutuan remaja di gereja.
Bahkan aku juga ditunjuk menjadi ketua persekutuan remaja di gereja.
Setiap minggu aku disibukkan dengan kegiatan persekutuan, mempersiapkan
acara, topik, pembicara, membuat undangan dan menyebar undangan. Aku
tidak pernah bosan mengundang rekan-rekan untuk hadir. Walaupun aku tahu
ada di antara mereka yang malas hadir, aku tetap memberikan undangan
kepada mereka. Betapa semangatnya aku saat itu…
Setelah lulus SMA, aku meneruskan kuliah di FKG UGM. Dan seperti
sebelum-sebelumnya, aku kembali aktif di kegiatan keagamaan (Kristen).
Kali ini aku mengikuti kegiatan persekutuan mahasiswa di FKG dan di
tingkat UGM. Aku sangat senang dan menikmati kegiatanku tersebut saat
itu. Bermacam-macam aktifitas, perayaan Natal, Paskah, panitia lomba
vokal grup lagu gerejawi dan lainnya aku ikuti. Aku sering mengajak
teman-teman-teman satu kos untuk menyanyi bersama lagu-lagu gerejawi di
kos, berdiskusi pemahaman kitab dan lainnya.
Ternyata keaktifanku dalam kegiatan keagamaan ini semakin masuk ke
dalam ketika aku diajak bergabung dengan pelayanan “Para Navigator”.
Pesertanya sebagian besar mahasiswa. Di sini kami belajar banyak hal
tentang kekristenan, dibimbing oleh pembimbing rohani dalam satu
kelompok, mengadakan diskusi pemahaman Alkitab setiap minggu dengan
menggunakan buku panduan seperti kurikulum yang bertingkat dari dasar ke
tingkat tinggi.
Di sini kami juga diajarkan dan diminta untuk menghafal
ayat-ayat Alkitab –dengan diberikan panduan berupa kartu yang berisi
ayat untuk dihafalkan-, dan setiap minggu harus bertambah ayat yang kami
hafal. Akhirnya aku dapat menyelesaikan paket kurikulum dan diminta
membimbing anak rohani. Metode pelayanan ini biasa dikenal dengan metode
sel, belajar berkelompok, kemudian berkembang dengan masing-masing
anggota yang akan memiliki anak-anak lain untuk dibimbing, sehingga
orang-orang yang terlibat di dalamnya akan berkembang dan bertambah
banyak. Dalam pelayanan ini, terkadang kami pun diajarkan dan dianjurkan
untuk berdakwah mengajak orang lain mengenal dan mengikuti ajaran
Kristen.
Entah mengapa, setelah aku masuk stase (tingkatan) klinik, mulai ada
beberapa teman (muslim) yang mendekati dan ingin memperkenalkan Islam
kepadaku. Reaksiku? Jelas marah dan kutolak mentah-mentah. Pernah juga
aku dipinjami Al-Qur’an dan diminta untuk membacanya oleh seorang teman.
Sungguh aku sangat marah terhadapnya sampai-sampai aku tak ingin
berbicara dengannya.
Sampai akhirnya aku bertemu dengan dia –sebut saja A– yang
alhamdulillah kini telah menjadi suamiku. Kalau teman-teman lain ingin
memperkenalkan Islam dengan cara langsung dengan Al-Qur’an dan hal-hal
lainnya yang jelas-jelas berbau Islam, maka A mengenalkan Islam dari
sisi yang beraroma Kristen. Dan aku sangat antusias saat itu. Apalagi ia
menyatakan bahwa jika Kristen lebih benar dari Islam, maka dia akan
mengikuti agama Kristen. Kesempatan emas! Pikirku. A juga banyak
bertanya tentang Bible, bahkan ia katakan telah tamat membaca Alkitab
Perjanjian Baru sebanyak tiga kali! Aku pikir, orang ini benar-benar
tertarik akan agama Kristen. Aku saja belum pernah membaca dari awal
hingga akhir kitab tersebut secara berurutan. Aku semakin bersemangat
saat itu. Banyak yang dia ketahui tentang Alkitab Kristen dan tentang
Kristen. Ternyata sejak kecil ia bersekolah di sekolah Katholik dan
mempelajari agama Katholik serta sejarahnya, dan ketika ia kuliah di
UGM, ia juga terkadang berkunjung ke toko buku Kristen untuk membaca.
Namun, yang terjadi selanjutnya ternyata di luar dugaanku. A memang
banyak tahu tentang agamaku, namun ia juga memiliki pengetahuan tentang
Islam. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan olehnya dan berkaitan
dengan agamaku, yang terkadang pertanyaan itu begitu mudah, namun aku
sangat kesulitan menjawabnya. Diskusi-diskusi yang kami lakukan membuat
kami menjadi dekat. Aku pun telah lulus kuliah dan bekerja. Begitu pula
A, hanya saja dia bekerja di Jakarta. Namun, kami masih terus
melanjutkan diskusi tentang agama Kristen yang telah kami lakukan
sebelumnya. Ya… masih berlanjut seperti itu, pengenalan tentang agama
Islam yang dilakukan dengan cara tidak langsung.
Dari diskusi-diskusi itulah ia terkadang memasukkan sentilan Islam
secara tidak langsung dan tidak aku sadari (karena pertanyaan dan
hal-hal yang didiskusikan sebenarnya telah jelas jawabannya di Islam).
Banyak bentrok di antara kami dalam diskusi tersebut. Kadang bahkan
membuat aku marah, menangis, jengkel. Namun diskusi itu terus berlanjut.
Masih ada rasa penasaran, jengkel dan marah yang berbaur menjadi satu.
Namun… banyak sekali pertanyaan darinya yang tidak bisa aku jawab.
Akhirnya A mengusulkan agar meminta pendeta yang ahli untuk diajak
diskusi bersama. Wah!! Betapa senangnya aku mendengar sarannya itu.
Orang ini benar-benar bersemangat belajar Kristen. Aku sangat berharap
akhirnya nanti dia bisa beragama Kristen. Rasanya bahagia jika aku
berhasil membuat ia mengikuti iman Kristen.
Dengan sebab tersebut, aku mencari dan menghubungi pendeta yang
terkenal, senior dan sangat berkualitas di Jogja. Sebut saja pendeta X.
Aku berharap pendeta X dapat membantuku ‘memberi pelajaran’ tentang
Kristen kepada A. Keluargaku pun ikut bersemangat dan sangat mendukung
rencanaku ini. Saat itu, aku bersyukur bapak pendeta ini mau dan
bersedia membantu rencanaku. Akhirnya, kami melakukan diskusi bertiga.
Keadaannya saat itu, bukanlah sebagaimana seseorang yang ingin saling
berdebat antar agama. Tidak. Kondisi saat itu, baik A maupun aku
sama-sama sebagai orang yang belajar dan mencari kebenaran. Walaupun
tidak ada pernyataan sebagaimana yang A lakukan bahwa jika Islam lebih
benar aku akan mengikuti agamanya.
Mulailah kami berdiskusi setiap pekan di hari Sabtu. Beberapa pertanyaan yang A ajukan antara lain adalah:
Kapan dan bagaimana cara Yesus berpuasa? Mengapa orang Kristen tidak berpuasa? Tentang penghapusan hukum Taurat (Yesus menolak membasuh tangan sebelum masuk rumah).Benarkah kisah yang menceritakan Yesus berdoa dengan bersujud? Dan bagaimana orang Kristen berdoa saat ini? Dahulu, orang Yahudi termasuk Yesus dikhitan. Mengapa orang Kristen sekarang tidak?Pendeta menjawab, orang Kristen ada yang berkhitan tapi bukan untuk mengikuti hukum Tuhan (Taurat), tetapi untuk alasan kesehatan.Mengapa orang Kristen tidak mengenal najis? Padahal hal najis di Taurat lebih berat daripada hukum Islam.Pendeta menjawab, dalam Kristen hal itu tidak perlu karena di dalam tubuh kita juga ada najis.Apakah surga itu bertingkat-tingkat menurut Kristen?
Pendeta menjawab, “Tidak, dalam Kristen surga tidak bertingkat-tingkat.”
Lalu kami bertanya, “Mengapa dalam injil dikatakan ada surga rendah dan surga tinggi?”Terdapat ramalan dalam Alkitab tentang kedatangan anak manusia ‘Ia akan berada di perut bumi tiga hari tiga malam’ seperti kejadian nabi Yunus di dalam perut ikan. Siapakah dia?Pendeta menjawab, “Jelas ramalan untuk Yesus setelah kematian di kayu salib dan dikubur di gua.”
Akhirnya kami bertiga sama-sama menghitung. Dan berkali-kali, hasil perhitungan itu adalah dua hari dua malam atau maksimal adalah tiga hari dua malam dengan konsekuensi memasukkan hari minggu sebagai satu hari penuh, padahal minggu pagi –sebelum matahari terbit- , kubur Yesus telah kosong. Karena perhitungan tersebut tidak cocok dengan ramalan tiga hari tiga malam, pertanyaan tersebut ditunda untuk didiskusikan pekan berikutnya.
Saat kami datang pekan berikutnya, pendeta sudah memiliki jawaban, yaitu perhitungan hari orang Yahudi berbeda dengan kita.
Waktu itu kami tercengang, heran namun akhirnya tersenyum mengerti
bahwa sebenarnya pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh sang pendeta.
Padahal kejadian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam gua selama tiga hari tiga malam mestinya lebih bisa menjawab ramalan tersebut.
Ah, saudariku… sebenarnya masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang
kami diskusikan saat itu. Kiranya ini cukup untuk menggambarkan diskusi
yang terjadi saat itu. Pertanyaan-pertanyaan kami bukanlah pertanyaan
yang berat yang berkaitan dengan akidah. Bukan tentang trinitas ataupun
ketuhanan Yesus. Namun, itupun banyak yang tidak terjawab. Dan dalam
diskusi ini, A tidak pernah mendebat dengan dalil-dalil Islam, Al-Qur’an
dan hadits. Sehingga memang terkesan bahwa kami berdua sedang berguru
kepada pendeta tersebut.
Kami tidak pernah berdebat, menyalahkan atau mempermalukan beliau.
Kami tetap hormat, dan pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan berkesan
layaknya konfirmasi, “Apakah ini benar”, “Mengapa seperti ini”, dan
semacamnya, kemudian menilai jawaban yang pendeta tersebut berikan. Dan
jika kami tahu sebenarnya beliau tidak dapat menjawab pertanyaan kami,
dan tampak jawabannya dipaksakan, tidak logis (seperti tentang ramalan
tiga hari tiga malam), maka kami hanya tersenyum dan tidak memperpanjang
pembahasan hal tersebut. Saat itu, pendeta tersebut menganjurkan agar
kami membaca buku karangan seorang Pastor yang berjudul Gelar-Gelar Yesus.
Namun, aku malah mendapati, si pengarang justru mengatakan bahwa di
Alkitab tidak ada yang secara langsung menyebutkan bahwa Yesus itu Tuhan
dan dia tidak pernah menyatakan diri sebagai Tuhan. Sehingga anjuran
ini justru menjadi semakin menambah pertanyaanku dan memperbesar
keraguanku akan iman Kristen.
***
Setelah diskusi berlangsung beberapa kali, pendeta tersebut minta
maaf karena tidak bisa melanjutkan diskusi lagi karena akan pergi ke
luar negeri selama beberapa waktu. Beliau merekomendasikan dua orang
pendeta untuk menggantikan posisi beliau selama beliau tidak ada.
Pendeta pertama adalah seorang yang dulunya beragama Islam namun keluar
(murtad) dari agama Islam dan menjadi pendeta. Saat kami mendatangi
rumah pendeta ini, dari pembicaraan dengannya terkesan bahwa beliau
menolak dan menghindar dengan alasan yang tidak jelas. Pendeta kedua
adalah seorang doktor teologia ahli perbandingan agama dan memiliki
kedudukan yang cukup tinggi di sebuah universitas. Karena kesibukan dan
kedudukan beliau inilah, kami agak kesulitan menemui beliau. Ketika
akhirnya kami berhasil menemuinya, ternyata beliau keberatan dan tidak
bersedia berdiskusi bersama kami dengan alasan sibuk. Pendeta kedua ini
menyarankan agar kami kembali berdiskusi dengan pendeta X. Karena proses
diskusi ini (yang tadinya aku berharap begitu banyak para pendeta ini
dapat memberi pelajaran pada A) ternyata sedikit terhambat, akhirnya aku
mendatangi pendeta X seorang diri. Aku menceritakan semua hal berkenaan
dengan latar belakang diskusi ini dan aku memohon kepada beliau untuk
membantuku meneruskan proses diskusi dengan A. Sayangnya… ternyata
beliau menolak permintaanku dengan alasan yang tidak jelas –bahkan bisa
dikatakan tanpa alasan-. Sebagaimana harapan besar lainnya – yang jika
tertumpu pada seseorang namun ternyata tidak dipenuhi oleh orang
tersebut-, maka kekecewaan yang besar pun kurasakan waktu itu. Ketika
aku pamit pulang, pendeta tersebut masih sempat berpesan kepadaku,
“Apapun yang terjadi, jangan sampai kamu menikah dengan dia (A).
Kalau dia tidak mau masuk agama Kristen, pertahankan imanmu (iman
Kristen).”
Gundah, bingung, sedih, dan kekecewaan yang menumpuk, semua bergumul
menjadi satu setelah mendapat berbagai penolakan dari pihak-pihak yang
aku harapkan dapat membantuku memberi penjelasan tentang agama Kristen
ini kepada A. Bahkan pihak-pihak ini adalah orang yang kuanggap pakar
dan ahli sehingga dapat membantuku menjawab dan menjelaskan tentang
agama Kristen kepada A. Aku pun merasakan sesuatu yang janggal dari
pesan terakhir dari pendeta X. Aku simpulkan bahwa sebenarnya mereka
tidak memiliki argumen dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
dan aku merasakan bahwa ada sesuatu yang kurang dari agama ini
(Kristen).
Sejak itulah, aku berusaha melihat dan menilai Islam dan Kristen
sebagai dua agama yang sejajar kedudukannya, dan aku berusaha berada
pada posisi netral seakan-akan sedang menjadi juri untuk keduanya. Berat
dan tertekan. Itu yang aku rasakan ketika harus bergumul dan berusaha
keras untuk melepaskan diri dari doktrin Kristen. Doktrin yang telah aku
cintai sejak kecil dan telah kuikat secara sungguh-sungguh. Namun, dari
sinilah aku mulai membuka diri dengan selain Kristen. Aku baru bisa
mulai mempelajari seperti apa Islam sebenarnya. Kesan pertama yang
kudapatkan dalam penilaianku adalah, ‘Apa yang jelek dari Islam?
Kelihatannya ajarannya ok ok saja.’ Sambil melakukan ini, aku tetap
terus membaca Alkitab Kristen.
Suatu ketika, A mengajukan suatu ayat dalam Alkitab yang mengatakan,
”Jangan sampai kita sudah setiap hari menyeru ‘Tuhan-Tuhan,’ tetapi
tidak selamat seperti yang tertulis dalam Injil.”
Kata-kata ini terpatri dalam benakku. Malam harinya, aku mencari ayat
itu dalam Alkitab dan menemukannya, yaitu pada Matius 7:21, yang
isinya, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan!’
akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak Bapa-ku yang di sorga.”
Aku termenung seakan-akan tak percaya yang aku baca. Perlahan-lahan ‘ku tutup Alkitab yang sedang kubaca tersebut.
Keesokan harinya dan hari-hari sesudahnya terasa seperti hari penuh
perenungan untuk pikiran dan benakku. Walaupun aku (berusaha)
beraktifitas seperti biasa, namun pikiranku tidak tenang memikirkan ayat
tersebut. Untuk meyakinkan diriku, ‘ku baca kembali ayat tersebut
berulang-ulang, namun ternyata aku justru menjadi ketakutan setelah
memikirkan makna yang terkandung di dalamnya. Sepertinya ayat ini sangat
berkaitan dengan apa yang telah aku lakukan selama ini, dan aku takut
ternyata aku termasuk yang pada akhirnya tidak masuk surga.
Jangan-jangan apa yang kulakukan selama ini walaupun dengan kecintaan
dan kesungguhan dan penuh perjuangan adalah hal sia-sia.
Sejak itu, aku mulai tertarik dengan Islam dan menjadikannya
alternatif pengganti agamaku. Aku mulai bekerja di luar kota Yogyakarta
di sebuah Puskesmas di Banjarnegara. Sendirian… tanpa sanak saudara
ataupun teman dekat dan sahabat yang dapat kuajak diskusi tentang Islam.
Aku belajar tentang Islam dari pengajian-pengajian masjid di desa yang
terdengar dari pengeras suara atau acara desa dan kecamatan yang
biasanya terdapat sentilan tentang ajaran Islam. Dan tentu saja tak
ketinggalan, aku belajar dari diskusi yang sangat sangat banyak dengan
A.
Sampai pada akhirnya, A menawarkanku untuk masuk Islam, dan akupun
menyetujuinya walaupun tidak langsung melaksanakannya. Aku masih terus
berdiskusi, belajar dan berpikir sehingga aku benar-benar merasa yakin
dan mantap untuk memeluk agama Islam. Dan ketika keyakinan ini bertambah
kuat, aku merasa ada kebutuhan mendesak yang harus kulakukan, yaitu
aktifitas menyembah Allah. Rasanya keyakinanku akan sia-sia dan terasa
hampa jika tidak ada aktifitas ibadah yang harus aku lakukan untuk
menyembah Allah. Namun, aku sama sekali belum bisa cara beribadah yang
ada pada Islam.
Dengan melihat orang sholat di televisi dan memperhatikan teman
sholat, akhirnya aku berusaha meniru gerakan sholat. Tentu saja segala
sesuatunya masih kacau saat itu. Dengan hanya memakai piyama tidur
(tanpa tahu ada aturan harus menutup seluruh aurat saat shalat)
menggelar selimut untuk dijadikan sajadah, dan berdiri tidak mengetahui
harus menghadap kemana, aku sholat. Ya! Aku sholat! Hanya dengan tiga
kalimat yang aku ketahui, bismillahirrahmanirrahim, allahu akbar, dan
alhamdulillah dan dengan gerakan yang tanpa urutan dan aturan. Rasanya
melegakan karena aku melepaskan keinginan untuk menyembah satu Ilah dan
hanya Ilah inilah yang harus aku sembah. Aku lakukan ini berkali-kali
tanpa diketahui oleh siapapun. Aku masih belum mengetahui tentang
pembagian sholat yang lima waktu. Aku masih sendirian saat itu, menjadi
kepala Puskesmas, dan aku pun masih merahasiakan statusku dari siapapun
termasuk staf di kantor bahkan Si A tidak tahu kalau aku melakukan
sholat karena aku masih malu, takut dan masih menutup diri. Sehingga
tidak ada seorangpun yang dapat mengajariku.
Sampailah waktunya…
Aku dan A memberanikan diri datang kepada orangtuaku. Di situ, A mengutarakan keinginanku untuk memeluk agama Islam kepada orangtuaku. Dapat dibayangkan apa yang terjadi. Kekagetan luar biasa, marah, tidak percaya mengelegak keluar. Orangtua memintaku mengutarakan sendiri hal tersebut, dan aku pun mengatakan hal yang sama, “Aku ingin masuk Islam.” Mereka tetap tidak percaya dan memintaku memikirkannya kembali. Aku kembali ke Banjarnegara dan A juga kembali ke Jakarta tempat ia bekerja.
Beberapa waktu kemudian, Bapak, Ibu dan adikku menemuiku di
Banjarnegara. Menanyakan kembali keputusan akhirku. Saat itu, aku
meminta A menemaniku, karena aku dalam kondisi sangat takut dan kalut.
Jawabanku pun tetap sama, “Aku ingin masuk Islam.”
Betapa orangtuaku marah mendengarnya. Sebuah kemarahan yang aku belum
pernah menyaksikan sebelumnya. Ibu berkata, “APA KAMU SANGGUP
MENGHIANATI YESUS!!! TEGANYA ENGKAU DENGAN YESUS!!!”
Rasanya hatiku teriris mendengar teriakan marah dan kekecewaan yang
luar biasa dari kedua orangtuaku tersebut. Aku pun memahami jika akan
seperti ini, karena seluruh keluarga besar beragama Kristen dan hampir
seluruhnya adalah aktivis-aktivis gereja, sering berkhotbah di gereja.
Tidak ada satupun yang beragama lain. Dan… aku yang diperkirakan juga
akan mengabdi dengan sesungguhnya pada agama Kristen ternyata menjadi
orang pertama yang masuk ke agama Islam. Tentu ini hal yang sangat berat
terutama untuk kedua orangtuaku. Anggapan-anggapan negatif baik dari
pihak keluarga, jemaat gereja, keluarga besar lainnya tentu akan datang
bertubi-tubi menekan mereka. Dengan keputusanku yang tidak berubah ini,
akhirnya hubunganku dengan keluarga menjadi agak renggang.
Derai air mata sejak itu masih terus mengalir. Aku sempat ragu ketika mengingat perkataan ibuku,
“Sanggupkah engkau mengkhianati Yesus.”
“Tegakah pada Tuhan Yesus.”
Pikiranku terus berkecamuk, ‘Benarkah itu? Benarkah aku harus
menyembah Yesus? Benarkah jika aku memeluk Islam, Yesus akan marah?’
Berkutat pada kebimbangan antara perkataan orangtuaku dan apa yang telah
kupelajari dalam Islam. Dalam puncak kebingunganku, aku bermimpi…
Aku hendak pergi tidur. Tiba-tiba… terdengar ketukan dari jendela
kayu yang bersebelahan dengan tempat tidurku. Kubuka jendela tersebut
dan aku kaget karena ternyata di depanku ada sesosok Yesus (wajahnya
memang tidak jelas, namun berjubah dan dalam mimpi itu aku dipahamkan
bahwa itu adalah Yesus). Sosok itu tidak berbicara apa-apa namun tampak
seperti tersenyum, tidak marah dan mengulurkan tangannya (seperti)
hendak menyalamiku. Sosok tersebut tidak berbicara namun aku dipahamkan
bahwa maksud beliau adalah mengucapkan selamat kepadaku. Setelah itu
sosok tersebut berlalu.
Aku pun terbangun dalam keadaan bingung dan takut. ‘Apa maksud mimpi
ini?’ pikirku. Apakah ini suatu tanda bahwa pilihanku benar.
Waktupun berlalu dan aku semakin mengokohkan keputusanku untuk
memeluk agama Islam. A yang hampir selalu hadir dalam perjalananku
menggapai hidayah Islam ini akhirnya melamarku. Alhamdulillah… akhirnya
orangtuaku pun mengizinkan kami menikah. Hubungan kami dengan keluargaku
sudah baik kembali sampai saat ini. Kami menikah dengan wali dari KUA.
Rasa haru dan bahagia menyelimutiku saat itu. Setelah menikah, aku
langsung minta dibelikan mukena dan minta diajarkan shalat. Dan A terus
mendampingiku dan mengajarkanku shalat lima waktu. Sampai aku telah
dapat melakukan shalat sendiri, A baru bisa menjalankan kewajibannya
untuk shalat di masjid.
Perjalananku dalam memahami Islam tentu saja tidak berhenti sampai di
situ. Setelah lima tahun sejak aku masuk ke dalam agama Islam, aku
melanjutkan studi S2 di FK UGM, jurusan Ilmu Kedokteran Dasar dan
Biomedis (minat Histologi dan Biologi Sel) dan aku seperti tersentak
untuk kedua kalinya. Aku baru menyadari dan memahami betapa Allah
mengatur segala sistem dalam tubuh kita dengan begitu rapi, canggih,
teratur, beralasan dan sempurna sampai ke tahap molekuler, tanpa kita
sadari. Aku banyak termenung saat menyadari hal itu, namun juga
menjadikanku banyak bertanya kepada dosen pakar saat itu. Subhanallah,
Dia-lah pencipta, pengatur, pemelihara yang sedemikian rupa rumitnya.
Dan tidak mungkin semua itu berjalan, berproses dan bermekanisme dengan
sendirinya. Mulai saat itulah aku lebih terpacu lagi untuk belajar
dengan membaca dan memahami Al-Qur’an.
Dan proses belajar itu terus berlangsung sampai sekarang.
Dahulu aku
telah mengetahui bahwa Allah-lah, Ilah yang disembah dalam agama Islam.
Namun, perlu waktu bertahun-tahun untuk aku memahami bahwa hanya
Allah-lah Ilah yang BERHAK untuk disembah. Dan pemahaman ini ternyata
suatu perkembangan, semakin kita belajar mengenal Rabb kita, insya Allah
semakin bertambahlah pemahaman dan ketauhidan kita, dan akan semakin
sadar bahwa masih banyak sekali hal yang tidak kita ketahui. Dari proses
pembelajaran inilah aku semakin memahami siapakah Allah yang selama ini
aku sembah, mengapa hanya Allah yang harus aku sembah. Kini aku sedikit
lebih paham (karena masih banyak hal yang belum aku pahami), tentang
kekuatan rububiyah Allah (sebagai pencipta, yang berkuasa) yang
melazimkan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah dan mengapa aku
tidak boleh mempersekutukan-Nya karena jika aku melakukan kesyirikan
maka ia akan menjadi dosa yang tak terampuni (jika tidak bertaubat).
Saudariku… agama Islam terlalu tinggi, canggih dan terlalu sempurna,
dengan konsepnya yang sangat jelas, sehingga agama-agama lain menjadi
sangat lemah untuk menjadi pembandingnya, termasuk agama Kristen yang
aku anut dahulu.
***
Kisah di atas diceritakan langsung oleh Erlina kepada redaksi
Muslimah.or.id, dan redaksi KisahMuslim.com juga mengenal Erlina. Semoga
Allah menjaga hamba-hamba-Nya yang beriman…
Artikel KisahMuslim.com
Labels:
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif
Berhenti Jadi Wanita Karir
Berhenti Jadi Wanita Karir
Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di
masjid ini seusai ashar. Kulihat seseorang yang berpakaian rapi,
berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping
masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Aku mencoba
menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari
berkenalan.
Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu. “Anti sudah menikah?”.
“Belum ”, jawabku datar.
Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?”
Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin kujawab
karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan
alasan.
“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.
“Menunggu suami” jawabnya pendek.
Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar
lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari
mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya
kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?”
Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini
memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti
ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi”
jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan
ketulusan hati.
“Kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita
wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami” jawabnya
tegas.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa
menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya
ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.
“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama
kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual
roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3
bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa
durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ?
Waktu itu jam 7 malam, suami saya saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing.
Waktu itu jam 7 malam, suami saya saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing.
Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya,
suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah
berkata, “abi, pusing nih, ambil sendirilah !!”.
Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya
terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang.
Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya.
Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah
bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)?
Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci.
Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini?
Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar,
berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu
lelah, hingga tak sadar juga.
Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu,
ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi
sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi.
Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya.
Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”
Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat
hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di
usapnya.
“Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji
saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan.
Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.
Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah
pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada
saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya.
Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini
ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan
tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya.
Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini
membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya,
dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah
ini”
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja,
mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang
diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan
karena harta juga wanita sering lupa kodratnya”
Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.
“Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan
menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-
saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti
berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan
pekerjaan suami saya dengan yang lain.”
Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa
aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela
meninggalkan pekerjaan.
“Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan
untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak
orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja.
Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak
pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah.
Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya
nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak
duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang
yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak
yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal,
sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja
di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai
heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali mengalir,
menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.
“Anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan
karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena
itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya.
Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya,
padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?
Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang
membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan
berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.
Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami
saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami
saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu.
Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan
begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian
dengan pekerjaan seperti itu.
Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada
melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa
malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang
membuat saya begitu bangga pada suami saya.
Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak
perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain.
Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan
kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki
yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku.
Dan dia mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku.
Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor
butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak
ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu
meninggalkanku.
Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.
Ya Allah…. Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku. Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah…Allahu Akbar
Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya.
Copas dari saudara: Fathul Baari
Labels:
Kisah Inspiratif