Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Fadhilatul Syaikh 'Abu Auf 'Abdurrahman bin 'Abdul Karim at-Tamimi as-Salafy

Fadhilatus Syaikh Abu 'Auf 'Abdurrahman bin 'Abdul Karim at-Tamimi as Salafy


Oleh : Abu Salma al-Atsari



Beliau adalah al-Ustadz Abdurrahman bin Abdul Karim at-Tamimi, Mudir (Direktur) Mahad Ali al-Irsyad as-Salafi Surabaya. Beliau lahir di kota Bangil – Pasuruan - Jawa Timur 27 Desember 1947.

Di usia belia, ayahanda beliau mengirim beliau ke negeri Hadhramaut dengan harapan agar dapat menguasai Bahasa Arab. Semenjak duduk di bangku sekolah beliau gemar membaca buku, terutama buku-buku tentang sejarah Nabi. Buku tentang sejarah Nabi senantiasa beliau bawa dan baca di lingkungan sekolah. Maka jika beliau membawa sebuah buku dilingkungan sekolah, teman-teman beliau dengan mudah menebaknya itu adalah buku tentang sejarah Nabi. Hingga saat ini beliau mengajarkan buku tentang sejarah para salafus shalih dilingkungan murid-murid beliau.

Beliau sangat menggemari buku-buku tentang sastra Arab dan buku-buku berbahasa Arab yang mempunyai gaya bahasa sastra Arab yang indah karya para pujangga/sastrawan Arab kenamaan.

Beliau juga gemar menekuni buku-buku karya para ulama salaf terdahulu semisal Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim. Beliau juga senang dengan buku-buku karya al-Imam al-Albani -semoga Allah meliputinya dengan rahmat-Nya- dan murid-muridnya yang setia, semisal Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Syaikh Salim al-Hilali, Syaikh Masyhur bin Hasan Salman, Syaikh Musa Nashr dan lainnya. Demikian pula beliau senang dengan buku-buku karya syaikh al-Allaamah Ibnu Utsaimin dan Imam Ibnu Baz -semoga Allah meliputi mereka dengan rahmat-Nya- serta ulama ahlus sunnah lainnya.

Awal kehidupan beliau, terutama ketika beliau mengambil pendidikan di Universitas Kairo bidang ekonomi Islam, beliau cukup aktif di dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin dan mengenal banyak sekali tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin. Beliau seringkali berinteraksi dengan mereka hingga akhirnya Alloh melapangkan kebenaran atas beliau sehingga teranglah penyimpangan-penyimpangan pergerakan ini.

Akhirnya beliau pun melepaskan diri dari pergerakan ini dan mulai berpegang dengan aqidah dan manhaj salaf. Beliau pun mulai melancarkan bantahan-bantahan ilmiah terhadap pergerakan Ikhwanul Muslimin. Beliau orang yang benar-benar mengenal dan mengetahui segala seluk beluk pergerakan IM ini dan intrik-intrik yang ada di dalamnya. Masalah ini bisa para pembaca dapatkan pada kaset ceramah beliau yang berbicara tentang Ikhwanul Muslimin. Al-Akh Andi Abu Thalib sendiri di dalam bukunya yang membantah “Al-Ikhwanul Muslimun Anugerah Yang Terzhalim” karya Farid Nu’man, banyak mengambil faidah dari rekaman kaset al-Ustadz dan al-Akh Andi juga mengatakan di pembukaan bukunya bahwa ia juga berkonsultasi dengan al-Ustadz di dalam beberapa masalah di bukunya.

Pada tahun 1996 seiring dengan berdirinya Mahad Ali al-Irsyad beliau ditunjuk menjadi Mudir Mahad Ali al-Irsyad Surabaya. Dimana Mahad Ali al-Irsyad ini adalah salah satu dari “Benteng” kebaikan dan “Benteng” dakwah salafiyah yang terdapat di tanah air ini insya Aloh.

Dikarenakan semenjak usia belia beliau sudah berada di negeri timur tengah, maka beliau cenderung lebih sulit menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan dengan Bahasa Arab. Kosakata beliau di dalam Bahasa Indonesia sangat minim, namun di dalam Bahasa Arab, para penuntut ilmu dan bahkan ustadz-ustadz apabila menemukan suatu kata yang sulit atau ganjil, atau syair yang sulit difahami, mereka banyak bertanya kepada al-Ustadz hafizhahullahu.

Al-Ustadz juga memiliki tsaqofah yang luas, beliau banyak mengetahui ‘urf (adat/budaya) suatu negeri, lahjah (dialek bicara) bahkan juga tokoh-tokoh di negeri timur tengah. Setiap kali kami mendapatkan nama seseorang yang merupakan tokoh pergerakan atau lainnya yang belum pernah kami dengar, beliau mengetahui orang tersebut, pemikiran dan sepak terjangnya.

Beliau memiliki akhlaq yang karimah (mulia), tawadhu’, berhati lembut dan mudah memaafkan. Pernah suatu kali ada seseorang yang pernah menfitnah beliau dengan tuduhan-tuduhan dusta, yang menyebabkan orang-orang di sekitar beliau marah besar kepada si penuduh ini. Ketika Alloh memberikan hidayah kepada si penuduh ini dan ia merasa bersalah dan mau bertaubat, lantas ia datang kepada al-Ustadz dan meminta maaf kepadanya, ia mengakui kesalahan-kesalahannya sehingga menyebabkan al-Ustadz menangis tersedu-sedu dan langsung memaafkan si penuduh ini.

Para Thullabatul ‘Ilmi banyak yang segan menghadapi al-Ustadz, dikarenakan beliau memiliki wibawa di hadapan murid-muridnya, bahkan juga di hadapan ustadz-ustadz lainnya. Beliau sering memberikan nasehat dan wejangan kepada murid-muridnya dan siapa saja yang minta nasehat kepada beliau, dan seringkali mereka yang diberi nasehat oleh beliau tidak kuasa menitikkan air mata.

Pernah ada seorang tholib yang melakukan kesalahan, lalu dipanggil oleh al-Ustadz dan diberikan nasehat oleh beliau. Setelah itu, selama beberapa malam, tholib ini sering menangis, ketika ditanya oleh teman-temannya ia menceritakan bahwa ia masih teringat nasehat al-Ustadz yang menyebabkan ia terus menerus menangis karena menyesal dan merasa bersalah, dan ia termotivasi oleh nasehat al-Ustadz untuk tidak mengulangi kesalahannya.

Tidak sedikit pula di dalam pengajian beliau yang membahas siirah, banyak para thullab dan peserta pengajian mencucurkan air matanya dikarenakan apa yang disampaikan ustadz benar-benar merasuk ke dalam sanubarinya. Walau al-Ustadz tidak begitu menguasai Bahasa Indonesia, namun disebabkan oleh intonasi dan gaya bicara beliau, kata-kata yang sulit dapat difahami oleh para peserta pengajian beliau.

Al-Ustadz adalah orang yang sangat concern terhadap Bahasa Arab dan terus mengupayakan supaya ummat Islam ini bisa berbahasa Arab. Pernah suatu kali di dalam pengajian, al-Ustadz kesulitan mencari padanan terjemahan kata yang pas, akhirnya beliau berupaya mendeskripsikannya dan tidak jarang akhirnya pilihan kata yang beliau gunakan adalah bahasa jawa, karena beliau tidak mengetahui bahasa Indonesianya. Hal ini menyebabkan beberapa thullab merasa geli dan lucu dan mereka tertawa, Ustadz pun bertanya kepada thullab mengapa mereka tertawa, namun para thullab tidak ada yang menjawab. Setelah beberapa kali hal ini berulang, akhirnya al-Ustadz tahu bahwa mereka mentertawakan pilihan kata terjemahan yang tercampur bahasa jawa, beliau pun berkata –yang intinya- : “Ana orang Indonesia tapi ana tidak merasa malu tidak bisa berbahasa Indonesia. Ana tidak bisa berbahasa Indonesia tapi ana tidak merasa sedih dan kecewa, namun ana merasa sangat sedih sekali apabila ana tidak bisa berbahasa Arab. Antum sekarang ingin memahami kitab-kitab para ulama, memahami sunnah, memahami al-Qur’an, tidak bisa kalau tidak pake’ Bahasa Arab. Diantara bentuk ghozwul fikri kaum kuffar untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya adalah mereka jauhkan umat ini dari Bahasa Arab, bahasanya Islam, bahasanya al-Qur’an, bahasanya Nabi yang mulia Shalallalhu ‘alaihi wa Salam…” lalu beliau menceritakan bahwa orientalis saja, yang bukan muslim, mereka menguasai sastera Arab. Profesor Bahasa Arab di Mesir yang banyak menjadi guru besar sastera kebanyakan adalah non muslim atau orang-orang liberalis didikan orientalis. Demikianlah kurang lebih apa yang beliau sampaikan, sehingga setelah itu tidak ada lagi para thullab yang tertawa ketika pengajian.

Salah satu nasehat Ustadz Abdurrahman at-Tamimi kepada para duat salafiyyin dalam muqadimah Dauroh adalah : “Hal kedua yang saya ingin nasehatkan kepada saudara-saudaraku para dai adalah perhatian kepada bahasa Arab serta menguasainya dengan baik, karena bahasa Arab adalah pintu al-Qur’an, inti syariat serta kunci Islam. Disebutkan dalam atsar bahwa Umar bin Khattab seorang khalifah yang adil berkata :”Belajarlah bahasa Arab karena dia adalah bagian dari agama kalian“. Imam Ahmad bin Hambal berkata : “Apabila engkau ingin mengetahui kebaikan agama seorang ajam (selain Arab) maka lihatlah keseriusannya dalam belajar bahasa Arab“… Sesungguhnya saya menasehatkan saudara-saudaraku untuk memperhatikan bahasa Arab dan menguasainya dengan baik, karena tidak mungkin kita bisa paham agama kita kecuali dengan memahami bahasa Arab.”

Beliau juga senantiasa menekankan kepada murid-muridnya untuk beraqidah dan bermanhaj dengan benar. Supaya menelaah kitab-kitab aqidah dan manhaj ahlus sunnah dengan mempelajari kitab-kitab aslinya dan jangan hanya mengandalkan buku-buku terjemahan, karena membaca buku bahasa Arab dengan terjemahan sangat beda jauh nuansa pemahaman yang diterima, dan bagi yang pernah membandingkannya akan mengetahui kebenaran apa yang diutarakan oleh al-Ustadz.

Al-Ustadz pernah diUndang dan memberikan ceramah dalam Muktamar yang diadakan oleh Markaz al-Imam al-Albani Jordania pada tanggal 13-15 Jumadil Awwal 1425 H/1-3 Juli 2004 M. Beliau memberikan ceramah di hadapan masyaikh dan thullabatil ‘ilm dari seluruh penjuru dunia. Di sana beliau duduk dengan Syaikh DR. Muhammad al-Khumayis, Syaikh Hisyam al-‘Arifi dari Palestina dan ulama-ulama lainnya. Beliau juga bertemu dengan beberapa masyaikh yang mulia semisal Syaikh Jamil Zainu, Syaikh Walid Saif an-Nashir, dll yang mereka semua adalah murid-murid dari Imam al-Albani rahimahullahu.

Pernah pada suatu kesempatan, saya (Abu Salma) sedang online di Paltalk kajian live dari Markaz Imam al-Albani. Lalu ada seorang ikhwan dari Palestina menyapa saya, dan saya berbincang-bincang sedikit dengannya seputar dakwah. Lalu saya bertanya pada beliau apakah beliau mengenal Syaikh Hisyam al-‘Arifi, lalu beliau mengatakan bahwa beliau adalah muridnya dan beliau sedang on-line di Maktabah (perpustakaan) dan Syaikh Hisyam beserta masyaikh lainnya tepat ada di belakangnya. Lalu ana minta supaya ia menyampaikan salam ana, ikhwan Indonesia. Tidak lama kemudian setelah ia menyampaikan salam, ia berkata kepada ana : “Syaikh Hisyam memberikan salam balik untuk antum, beliau juga bertanya, apakah antum kenal Syaikh Abu ‘Auf ‘Abdurrahman at-Tamimi?”. Tentu saja saya menjawab iya. Lalu, syaikh Hisyam pun maju dan meminta si ikhwan ini untuk mengetikkan salamnya kepada al-Ustadz Abu ‘Auf hafizhahullahu. Beliau mengatakan bahwa beliau kenal baik ketika bertemu di Amman Yordania waktu Muktamar Markaz Imam al-Albani.

Pada kesempatan lain lagi, saya pernah on-line di paltalk bersama beberapa ikhwan di Maktabah Al-Irsyad, mengikuti kajian live dari Yordania. Waktu itu yang menjadi pembicara adalah Syaikh Abu Islam. Saya merasa asing dengan nama beliau. Lalu saya bertanya kepada moderator untuk bisa mengenal lebih jauh siapakah Syaikh Abu Islam ini namun belum dijawab-jawab, mungkin dikarenakan kesibukan. Kebetulan, tidak beberapa lama kemudian al-Ustadz Abdurrahman masuk ke Maktabah, dan sempat curious (penasaran) dengan apa yang kami lakukan. Lalu saya bertanya kepada beliau apakah beliau pernah mendengar Abu Islam. Lantas al-Ustadz pun menjawab bahwa beliau mengenalnya, beliau menceritakan bahwa Syaikh Abu Islam ini nama aslinya adalah Shalih Thaha, aslinya dari Mesir lalu hijrah ke Yordania dan belajar kepada Imam al-Albani. Jadi intinya beliau adalah salah satu murid Imam al-Albani. Al-Ustadz lalu berpesan supaya menyampaikan salamnya kepada Syaikh Abu Islam apabila memungkinkan.

Setelah kajian selesai, si moderator menjawab salam saya. Kami pun melakukan sedikit pembicaraan. Lalu saya sampaikan salam al-Ustadz untuk syaikh Abu Islam, dan moderator pun menyampaikan, saat itu Syaikh Abu Islam masih berada di tempat kajian. Tidak berapa lama moderator kembali dan mengatakan bahwa Syaikh Abu Islam mengucapkan salam balik untuk Syaikh Abu ‘Auf. Beliau bergembira sekali dapat mendengar al-Ustadz Abu ‘Auf.

Para murid al-Imam al-Albani di Markaz Imam al-Albani sering memuji al-Ustadz, dan memberi kepercayaan kepada al-Ustadz untuk mengawasi penerjemahan kitab-kitab karya mereka.

Dalam kitab al-Iraq fi Ahadits wa atsaril fitan yang dihadiahkan syaikh Masyhur Hasan al-Salman kepada beliau, syaikh menuliskan kalimat “Hadiah untuk ustadz Abu Auf Abdurrahman at-Tamimi saudara yang memiliki keutamaan, semoga Allah menjaga dan memeliharanya, (saya) mengharapkan doa yang baik, dan koreksi bermanfaat (terhadap kitab ini)”.

Demikian juga syaikh Ali Hasan al-Halabi dalam kitab beliau “ar-Radd al-Burhani” menuliskan suatu kalimat “kecintaan dan persaudaraan, kepada saudara al-Ustadz Abdurrahman at-Tamimi, semoga Allah menambah kepadanya petunjuk”.

Bahkan dalam kitab beliau yang berjudul “al-Jumuh anil akhirah” syaikh Ali Hasan menuliskan nama beliau dalam kitabnya tersebut, syaikh menulis : “Telah sampai kepadaku – dan yang memberi petunjuk itu adalah Allah – kata-kata yang baik… Dan barangkali yang paling mengena (dalam hati) dari kata-kata yang aku baca adalah kata-kata al-Ustadz Abdurrahman at-Tamimi, saudara yang mempunyai keutamaan…“.

Begitu pula syaikh Salim al-Hilali dan Syaikh Musa Nashr mereka memuji beliau, bahkan juga membela beliau dari tuduhan-tuduhan dusta dan fitnah orang-orang yang sakit hati karena dengki, iri dan hasad kepada al-Ustadz.

Orang-0rang shalih, siapapun dia, pasti memiliki lawan dan musuh. Demikian pula dengan al-Ustadz, banyak sekali tuduhan dan fitnah dusta dialamatkan kepada beliau oleh orang-orang bodoh alias ar-Ruwaibidhah yang terbakar rasa dengki dan iri hati yang menyala-nyala, yang mengibarkan bendera haddadiyah hizbiyah yang membinasakan dan memporakporandakan dakwah salafiyah di tanah air.

Para ruwaibidhah ini, tidak dikenal sedikitpun pada mereka adanya sikap ilmiah, mereka tidak memiliki tulisan melainkan hanyalah umpatan dan makian belaka. Mereka tidak dikenal akan bantahan ilmiah kepada dakwah hizbiyah yang memerangi dakwah salafiyah. Mereka diam seribu bahasa, namun mereka sibuk dengan du’at ahlis sunnah, mereka perangi dengan sebesar-besar peperangan, mereka tuduh dengan kedustaan, fitnah dan kekejian. Semoga Alloh membalas apa yang mereka lakukan dan semoga Alloh menjaga para du’at dan pengibar dakwah salafiyah mubarokah ini.

Semoga Alloh menjaga al-Ustadz Abu ‘Auf hafizhahullahu, yang kami cintai pada kebenaran yang ada pada beliau, dan kami tidak mensucikan seorang pun di hadapan Alloh. Kami tuliskan biografi ini bukan atas dasar fanatik kepada beliau, karena alhamdulillah agama kami tidak dibangun di atas dasar fanatisme. Al-Ustadz seringkali menyatakan, bawah beliau dan du’at lainnya adalah manusia yang kadang salah dan kadang benar, maka apabila ada yang salah luruskanlah dengan cara yang baik. Apalagi beliau dan du’at lainnya adalah orang-orang yang dekat dengan ulama ahlis sunnah. Kami hanya menyampaikan apa yang benar, terutama setelah fitnah dan kedustaan menyerang kehormatan guru kami tanpa haq, al-Ustadz Abu ‘Auf at-Tamimi raghmun unufihi, agar umat mengetahui manakah yang –insya Alloh- adalah para pembela dakwah dan manakah yang perusak dakwah.

Sumber : Abu Salma
Silakan Share Artikel Ini :

Post a Comment

Perihal :: Mukhtar Hasan ::

لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا

Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.

Atau silahkan gabung di Akun facebook saya

================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda

 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger