Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Hukum. Show all posts
Showing posts with label Hukum. Show all posts

Keutamaan dan Motivasi Membaca Alquran di Bulan Ramadhan

Keutamaan dan Motivasi Membaca Alquran di Bulan Ramadhan

kajian hadis

Bulan Ramadhan adalah bulan Alquran, maka dari itu hendaknya seorang muslim memberikan porsi perhatian yang lebih terhadap Alquran di bulan ini. Mengenai keutamaan membaca Alquran Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Faathir: 29-30)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa membaca kitab Allah ada dua macam:
Pertama, membaca hukmiyyah, yakni membenarkan berita-berita yang ada dan melaksanakan hukumnya dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Kedua, membaca lafzhiyyah, yakni membaca lafaznya. Telah datang nash-nash yang cukup banyak menerangkan tentang keutamaannya, baik membaca secara umum isi Alquran, surat tertentu maupun ayat tertentu (lih. Majaalis Syahri Ramadhan, tentang Fadhlu tilaawatil Qur’aan).

Keutamaan Membaca Alquran

Berikut ini akan kami sebutkan keutamaan membaca Alquran:

1. Sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَه

Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Hal itu dikarenakan Alquran adalah firman Allah Rabbul ‘aalamin. Alquran merupakan ilmu yang paling utama dan paling mulia, oleh karena itu orang yang mempelajari dan mengajarkannya adalah orang yang terbaik di sisi Allah Ta’ala.

2. Alquran adalah sebaik-baik ucapan

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran.” (QS. Az Zumar: 23)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ »

Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk urusan adalah perbuatan yang diada-adakan (dalam agama) dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim)

Imam Syafi’i dan ulama lainnya berpendapat bahwa membaca Alquran merupakan dzikr yang paling utama.

3. Orang yang mahir membaca Alquran akan bersama para malaikat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ

Orang yang lancar membaca Alquran akan bersama malaikat utusan yang mulia lagi berbakti, sedangkan orang yang membaca Alquran dengan tersendat-sendat lagi berat, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Muslim)

Orang yang tersendat-sendat dalam membaca Alquran mendapatkan dua pahala adalah hasil dari membaca Alquran dan karena telah bersusah payah untuknya.

4.  Orang yang membaca Alquran diibaratkan seperti buah utrujjah yang luarnya wangi dan dalamnya manis.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ (البخاري)

Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah utrujjah; aromanya wangi dan rasanya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah kurma; tidak ada wanginya, tetapi rasanya manis. Orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti tumbuhan raihaanah (kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit, sedangkan orang munafik yang tidak membaca Alquran adalah seperti tumbuhan hanzhalah; tidak ada wanginya dan rasanya pahit.” (HR. Bukhari-Muslim)

5.  Alquran akan memberi syafaat kepada pembacanya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah Alquran, karena ia akan datang pada hari kiamat memberikan syafaat kepada pembacanya.” (HR. Muslim)

6. Membaca satu atau dua ayat Alquran lebih baik daripada memperoleh satu atau dua ekor onta yang besar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabat:

« أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ فَيَأْتِىَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِى غَيْرِ إِثْمٍ وَلاَ قَطْعِ رَحِمٍ » . فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ نُحِبُّ ذَلِكَ . قَالَ « أَفَلاَ يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمَ أَوْ يَقْرَأَ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ وَثَلاَثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الإِبِلِ » .

Siapakah di antara kalian yang suka berangkat pagi setiap hari ke Bathhan atau ‘Aqiq dan pulangnya membawa dua onta yang besar punuknya tanpa melakukan dosa dan memutuskan tali silaturrahim?” Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami suka hal itu.” Beliau bersabda: “Tidak adakah salah seorang di antara kamu yang pergi ke masjid, lalu ia belajar atau membaca dua ayat Alquran? Yang sesungguhnya hal itu lebih baik daripada memperoleh dua ekor onta, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor onta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor onta dan (jika lebih) sesuai jumlah itu dari beberapa ekor onta.” (HR. Muslim)

7. Rahmat dan ketentraman akan turun ketika berkumpul membaca Alquran

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ

Tidaklah berkumpul sebuah kaum di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali akan turun ketentraman kepada mereka, diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut mereka ke hadapan makhluk di sisi-Nya.” (HR. Muslim)

8. Karena kemuliaan Alquran, tidak pantas bagi yang telah menghapalnya mengatakan “Saya lupa ayat ini dan itu”, tetapi hendaknya mengatakan “Ayat ini telah terlupakan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يقُلْ أحْدُكم نِسيَتُ آية كَيْتَ وكيْتَ بل هو نُسِّيَ

Janganlah salah seorang di antara kamu berkata: “Saya lupa ayat ini dan ini”, bahkan ayat itu telah dilupakan.” (HR. Muslim)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Hal itu karena ucapan “saya lupa” terkesan adanya sikap tidak peduli dengan ayat Alquran yang dihapalnya sehingga ia pun melupakannya.”

9. Membaca satu huruf Alquran akan memperoleh sepuluh kebaikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

10. Alquran merupakan tali Allah

Ali bin Abi Thalib berkata, “Alquran adalah Kitabullah, di dalamnya terdapat berita generasi sebelum kalian, berita yang akan terjadi setelah kalian dan sebagai hukum di antara kalian. Alquran adalah keputusan yang serius bukan main-main, barangsiapa meninggalkannya dengan sombong pasti dibinasakan Allah, barangsiapa mencari petunjuk kepada selainnya pasti disesatkan Allah. Dialah tali Allah yang kokoh,  peringatan yang bijaksana dan jalan yang lurus. Dengan Alquran hawa nafsu tidak akan menyeleweng dan lisan tidak akan rancu. Paraulama tidak akan merasa cukup (dalam membacanya dan mempelajarinya), Alquran tidak akan usang karena banyak pengulangan, dan tidak akan habis keajaibannya. Dialah Alquran, di mana jin tidak berhenti mendengarnya sehingga mereka mengatakan; “Sungguh kami mendengar Alquran yang penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman kepadanya”. Barangsiapa yang berkata dengannya pasti benar, barangsiapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barangsiapa berhukum dengannya pastilah adil, dan barangsiapa mengajak kepadanya pastilah ditunjuki ke jalan yang lurus.”

11. Pembaca Alquran akan ditinggikan derajatnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا

Akan dikatakan kepada pembaca Alquran “Bacalah dan naiklah (ke derajat yang tinggi), serta tartilkanlah sebagaimana kamu mentartilkannya ketika di dunia, karena kedudukanmu pada akhir ayat yang kamu baca.” (Hasan shahih, HR. Tirmidzi)

12. Dengan Alquran, Allah meninggikan suatu kaum dan dengannya pula Allah merendahkan suatu kaum

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

Sesungguhnya Allah meninggikan suatu kaum karena Alquran ini dan merendahkan juga karenanya.” (HR. Muslim)

Yakni bagi orang yang mempelajari Alquran dan mengamalkan isinya, maka Allah akan meninggikannya. Sebaliknya, bagi orang yang mengetahuinya, namun malah mengingkarinya, maka Allah akan merendahkannya.

13. Orang yang membaca Alquran secara terang-terangan seperti bersedekah secara terang-terangan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَ الْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ

Orang yang membaca Alquran terang-terangan seperti orang yang bersedekah terang-terangan, dan orang yang membaca Alquran secara tersembunyi seperti orang yang bersedekah secara sembunyi.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, lihat Shahihul Jaami’: 3105)

Oleh karena itu, bagi orang yang khawatir riya’ lebih utama membacanya secara sembunyi. Namun jika tidak khawatir, maka lebih utama secara terang-terangan.

14. Para penghapal Alquran dimuliakan oleh Islam

Di antara bentuk pemuliaan Islam kepada mereka adalah:
  • Mereka lebih berhak diangkat menjadi imam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya yang mengimami suatu kaum itu orang yang paling banyak (hapalan) terhadap Kitab Allah Ta’ala (Alquran). Jika mereka sama dalam hapalan, maka yang lebih mengetahui tentang sunah. Jika mereka sama dalam pengetahuannya tentang sunah, maka yang paling terdepan hijrahnya. Jika mereka sama dalam hijrahnya, maka yang paling terdepan masuk Islamnya –dalam riwayat lain disebutkan “Paling tua umurnya”-, janganlah seorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya, dan janganlah ia duduk di tempat istimewa yang ada di rumah orang lain kecuali dengan izinnya.” (HR. Muslim)
  • Mereka lebih didahulukan dimasukkan ke dalam liang lahad, jika banyak orang yang meninggal
Pada saat perang Uhud banyak para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar yang lebih didahulukan dimasukkan ke liang lahad adalah para penghapal Alquran.
  • Berhak mendapatkan penghormatan di masyarakat
Oleh karena itu, di zaman Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu, para penghapal Alquran duduk di majlis musyawarahnya.
  • Berhak diangkat menjadi pimpinan safar
Imam Tirmidzi meriwayatkan –dan dia menghasankannya- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirim utusan beberapa orang, lalu beliau meminta masing-masing untuk membacakan Alquran, maka mereka pun membacakan Alquran. Ketika itu ada anak muda yang ternyata lebih banyak hapalannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Surat apa saja yang kamu hapal, wahai fulan?” Ia menjawab: “Saya hapal surat ini, itu dan surat Al Baqarah.” Beliau berkata: “Apakah kamu hapal surat Al Baqarah?” Ia menjawab: “Ya.” Maka Beliau bersabda: “Berangkatlah, kamulah ketuanya.”

Ketika itu ada seorang yang terkemuka di antara mereka berkata: “Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk mempelajari suratAl Baqarah selain karena khawatir tidak sanggup mengamalkannya.” 

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ، وَاقْرَأُوْهُ فَاِنَّ مَثَلُ الْقُرْآنِ لِمَنْ تَعَلَّمَهُ فَقَرَأَهُ وَقَامَ بِهِ كَمَثَلِ جِرَابٍ مَحْشُوٍّ مِسْكًا يَفُوْحُ رِيْحُهُ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَمَنْ تَعَلَّمَهُ فَيَرْقُدُ وَهُوَ فِي جَوْفِهِ كَمَثَلِ جِرَابٍ أُوْكِىَ عَلَى مِسْكٍ

Pelajarilah Alquran dan bacalah, karena perumpamaan Alquran bagi orang yang mempelajarinya kemudian membacanya seperti kantong yang penuh dengan minyak wangi, dimana wanginya semerbak ke setiap tempat, dan perumpamaan orang yang mempelajarinya kemudian tidur (tidak mengamalkannya) padahal Alquran ada di hatinya seperti kantong yang berisi minyak wangi namun terikat.”

15. Tanda cinta kepada Allah adalah mencintai Alquran

Ibnu Mas’ud berkata, “Barangsiapa yang ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah: “Jika ia mencintai Alquran, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Thabraniy dengan isnad, di mana para perawinya tsiqah)

Utsman bin ‘Affan berkata, “Kalau sekiranya hati kita bersih, tentu tidak akan kenyang (membaca) kitabullah.”


Maraaji’:
  • Fadhlu tilawatil Qur’an (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)
  • Mus-haf Ar Rusydiy
  • Kedudukan Alquran di hati Muslim (M. Mu’iinudinillah, MA)
  • dll.
Oleh: Marwan bin Musa
0 comments

Jabat Tangan Dengan Lawan Jenis

Jabat Tangan Dengan Lawan Jenis

Di Tulis Oleh :Ust Mukhlis Abu Dzar


Hari raya merupakan bagian syi'ar Islam yang mulia, memiliki nilai ibadah dan keutamaan yang agung. Namun keagungan dan kemuliaan tersebut terkikis oleh budaya dan tradisi yang menyimpang dan melang-gar larangan Alloh dan Rosul-Nya. Di antara perbuatan haram yang se-ring dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin pada hari mulia itu adalah saling berjabat tangan antara laki-laki dan wanita yang bukan mah-romnya bahkan ada yang sampai berciuman dan berpelukan; Na'udzubil-lah. Ada lagi suara-suara nyeleneh (ganjil) yang dilontarkan oleh orang-orang yang senantiasa melakukan tipu daya terhadap Islam dengan me¬ngatakan bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan wanita merupakan simbol persahabatan yang tulus di antara keduanya, menghapus dosa dan berbagai alasan lainnya. Ucapan itu hanyalah omong kosong yang tidak berdasarkan al-Qur'an maupun al-Hadits. Sebaliknya, dalil-dalil yang ada justru bertentangan dengan apa yang mereka lontarkan bahkan memperjelas kedustaan ucapan mereka.


Kapan dianjurkan berjabat tangan?

Mushofahah (berjabat tangan) dianjurkan tatkala bertemu, sebagai penguat ucapan salam, tentunya bukan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahromnya. Dan orang yang berjabat tangan ketika bertemu de¬ngan saudaranya memiliki keutamaan di sisi Alloh is yaitu akan diam-puni dosa keduanya, sebagaimana terpatri dalam salah satu sabda Rosu-lulloh: "Tidak ada dari kedua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan (bersalaman) melainkan akan diampuni dosa kedua orang ter¬sebut sampai keduanya berpisah." (HR. Abu Dawud: 5212, at-Tirmidzi: 2727, Ibnu Majah: 3703, dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah: 525)
Imam an-Nawawi mengatakan: "Berjabat tangan adalah sunnah yang telah disepakati atasnya tatkala saling bertemu." Sedangkan al-Hafizh Ibnu Hajar &fe menandaskan: "Dan dikecualikan perintah berjabat ta¬ngan kepada wanita yang bukan mahrom." (Aunul-Ma'bud: 7/81)

Kemudian, berjabat tangan juga pernah dilakukan oleh para sahabat Anshor dan Muhajirin tatkala mereka membaiat Rosululloh sebagai bentuk penerimaan mereka kepada beliau untuk tidak menentang sedikit pun dan selalu menaatinya untuk melaksanakan perintah yang dibeban-kan atasnya baik dalam keadaan suka maupun terpaksa.

Larangan jabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom.!

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa jabat tangan kepada wanita 07-nabiyyah (yang bukan mahrom) adalah perbuatan dosa besar berdasarkan kesepakatan para ahli ilmu. Oleh karena itu, sangat disayangkan kalau hal ini sudah menjadi fenomena umum dan menjadi suatu yang lumrah. Padahal jelas-jelas hal ini telah diharamkan oleh Alloh i? dan Rosul-Nya .

Perhatikanlah sabda Rosululloh berikut ini: "Sungguh ditusuknya kepala salah seorang di antara kamu dengan jarum dari best lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (Diriwayatkan oleh Imam ath-Thobroni dalam al-Kabir: 20/211 dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah: 226)

Syaikh al-Albani mengatakan: "Hadits ini menunjukkan larangan me¬nyentuh wanita ajnabiyyah dan mencakup juga berjabat tangan, karena hal itu masuk ke dalam larangan menyentuh." (Masa'il Nisa'iyyah Mukh-taroh: 174)

Ummul Mukminin Aisyah pernah mengatakan: "Demi Alloh, ta¬ngan Rosululloh jgg belum pernah menyentuh tangan wanita (ajnabiyyah) satupun." (HR. al-Bukhori: 5288)

Hadits ini dikatakan tatkala membaiat kaum wanita yang seharusnya di-lakukan dengan jabat tangan tetapi ternyata Rosululloh tidak melaku-kannya (jabat tangan, Red), maka hal ini menunjukkan bahwa untuk per-kara yang sangat penting pun tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom apalagi urusan-urusan lainnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: "Rosululloh dibaiat oleh para wanita dengan perkataan saja, tidak dengan berjabat tangan sebagaima-na yang biasa dilakukan oleh kaum laki-laki tatkala mereka berbaiat." (Fathul-Bari: 8/505) Syubhat dan bantahan terhadap orang yang membolehkan jabat tangan dengan wanita bukan mahrom.

Wahai saudaraku, apabila yang melakukan jabat tangan tersebut adalah orang awam atau orang fasik itu masih wajar lantaran mereka mungkin masih belum tahu hukumnya. Namun ironisnya, terkadang ada sebagian orang yang mengaku ustadz atau kiai berusaha untuk melegal-kan hal ini dengan berbagai macam dalih (alasan) yang seakan-akan ilmi-ah tetapi pada hakikatnya hanyalah mengikuti hawa nafsu semata. Di antara mereka ada yang mengatakan: "Bukankah kalau tidak muncul syahwat tidak mengapa? Kalau sentuhan kulit tidak sampai menimbulkan syahwat tidak apa-apa." Itulah sebagian syubhat yang mereka lontarkan. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa hujjah mereka ini adalah hujjah yang dibangun di atas kehancuran.

Pertama: Apakah mungkin akan kita bayangkan tatkala Rosululloh membaiat kaum wanita seandainya beliau jabat tangan dengan mereka kemudian muncul syahwat, padahal saat itu adalah saat-saat gen-ting yaitu membaiat kaum wanita?! Dan Rosululloh sebagaimana dikatakan oleh Aisyah "Rosululloh adalah orang yang paling bisa mena-han syahwatnya." (HR. al-Bukhori: 1927, Muslim: 2576) Kalau memang Rosululloh adalah orang yang paling mampu mengekang syahwatnya dan tidak mungkin muncul syahwatnya pada kondisi-kondisi semacam itu namun ternyata Rosululloh tidak melakukan jabat tangan, maka berarti illah (sebab) itu adalah illah yang tidak diambil dari tempatnya.

Kedua: Rosululloh bersabda: "Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang di antara kamu dengan jarum dari besi itu lebih baik dari-pada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. ath-Thobroni dalam al-Kabir: 20/211 dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah: 226)

Ini adalah hadits umum. Dan sebagaimana yang telah mapan dalam kai-dah ushul-fiqih bahwa apabila ada dalil umum maka harus dibawa kepa-da keumumannya sampai datang hadits yang mengkhususkannya. Dan tidak dijumpai bahwa Rosululloh Salallahu Alaihi Wasallamitu pernah bersentuhan dengan seorang wanita yang bukan mahromnya.

Dampak negatif jabat tangan dengan wanita bukan mahrom Setiap keharaman pasti terdapat dampak negatif dan setiap apa yang dilarang oleh Alloh ys, maka di situlah pasti ada mafsadat (kerusakan) dan madhorot (bahaya)nya. Begitu pula berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom yang jelas-jelas telah diharamkan oleh Alloh dampak buruknya adalah bisa menjurus kepada fitnah yang lebih besar lagi, di antaranya adalah:

1. Memandang wanita tersebut

Memandang wanita yang bukan mahrom adalah terlarang. Biasanya seseorang berjabat tangan pasti memandang wajahnya, padahal Alloh ig telah memerintahkan kaum laki-laki dan kaum wanita agar menahan pandangan mereka untuk menutup segala pintu fitnah syahwat. Hal ini disebutkan dalam firman Alloh

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka me¬nahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka." (QS. an-Nur [24]: 30)

Melihat wanita yang bukan mahromnya termasuk zina karena de¬ngan penglihatan itu seseorang dapat menikmati kecantikan wanita dan meninggalkan bekas di hati. Oleh karena itu, Alloh melarang melihatnya karena dapat menyeret kepada kerusakan.

2. Ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita

Berjabat tangan pasti terjadi pada saat bercampur (ikhtilath), pada-hal hal itu dilarang karena ia merupakan sarana yang menjerumuskan kepada hal-hal yang tidak terpuji, yaitu menikmati wanita dengan pengli-hatan dan berusaha untuk berbuat yang lebih jelek dari penglihatan itu sendiri.

Hukum berjabat tangan dengan wanita tua

Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz pernah ditanya dengan pertanyaan berikut ini: "Bagaimana hukum berjabat tangan dengan wanita ajnabiyyah jika sudah lanjut usia?"

Beliau menjawab: "Seorang pria dilarang secara mutlak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom, baik yang masih muda maupun yang sudah tua, baik yang menjabat tangannya itu adalah seorang pemuda maupun kakek tua, karena tindakan tersebut bisa menimbulkan fitnah bagi keduanya. Selain itu, ada sebuah hadits shohih yang menyatakan bahwa Rosululloh si; bersabda:

'Sesungguhnya, aku tidak (pernah) berjabat tangan dengan wanita (ajna¬biyyah).' (HR. Ibnu Majah: 2874, an-Nasa'i: 4181. Dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohih Sunan Ibnu Majah: 2/415)

Tidak ada perbedaan apakah wanita itu berjabat tangan dengan memakai penutup ataukah tanpa penutup dikarenakan keumuman dalil-dalil tersebut dan untuk menutup pintu-pintu yang menjerumuskan kepada fitnah." (Fatawa an-Nazhor wal-Kholwat wal-Ikhtilath: 79)

Maka jelaslah bagi kita bahwa berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom adalah perbuatan dosa, karena perbuatan ini bisa menjerumuskan pelakunya kepada fitnah yang lebih besar lagi. Kita memohon kepada Alloh agar kita semua dihindarkan dari godaan setan yang terkutuk.



Sumber : Buletin Al-Furqon Terbit Syawal 1429 H
0 comments

Dialog Antara Pemilik Janggut dan Pencukur Janggut



Oleh : Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Abdul Karim Al Juhaiman
Syaikh Abdullah bin Jarullah Alu Jarullah

Segala puji untuk Allah atas segala nikmat-Nya.shalawatdan salam untuk makhluk-Nya yang paling mulia dan penutup para nabi, Muhammad صلي الله عليه وسلم, dan para keluarga, dan sahabat beliau.

Di zaman ini telah tersebar salah satu jenis model banci yang disebut mencukur jenggot. Sebuah kebetulan yang sangat indah, duduk di sebuah majelis dua orang yang saling berlawanan. Yang satu adalah orang yang Allah karuniai jenggot yang menawan, sekaligus ciri kejantanan yang sangat jelas. Dia merawatnya, bangga dengannya, bahkan menganggap hal itu sebagai sebuah kemuliaan. Sedangkan orang kedua adalah orang yang memusuhi dan benci dengan ciri ini. Oleh karena itu, jenggotnya dia cukur habis dengan pisau cukur. Dari lubuk hatinya yang paling dalam dia bercita-cita, meski konyol, andai dia mampu mencabuti rambut tersebut satu persatu dari akar-akarnya, tentu akan dia lakukan agar wajahnya tetap mulus bersih dari rambut-rambut tersebut, sehingga wajahnya halus tanpa jenggot seperti wajah seorang gadis.

Dua orang yang bisa dinilai sebagai dua orang yang bermusuhan ini bertatap muka. Keduanya lalu membawakan alasannya masing-masing demi membela kebiasaannya. Berikut ini dialog yang terjadi dengan sedikit diringkas.

Pemilik jenggot (selanjutnya disebut J):
(sambil berisyarat kepada lawan bicaranya) Mengapa setiap pagi dan petang kulihat kau bersusah-payah menghilangkan rambut-rambut itu seakan-akan Allah membebanimu dengan sebuah perintah untuk menghilangkannya. Tidak, bahkan aku yakin andai kau benar-benar diperintahkan untuk melakukannya tentu engkau akan malas dan menganggapnya sebagai pekerjaan berat dan beban yang sudah melewati batas.

Orang yang mencukur jenggot (selanjutnya disebut AJ): Apa urusanmu dengan rambut-rambut ini. Mau kucukur atau kubiarkan ini kan jenggot-jenggotku sendiri yang bisa kuperlakukan semauku sendiri. Subhanatlah!!Jenggot-jenggotku sendiri ingin kau atur-atur juga!

J : Tenang wahai saudaraku! Mengapa pakai emosi segala! Kita ingin berdialog dalam suasana yang penuh kejernihan dan rasa cinta. Sampaikan alasanmu akan kusampaikan alasanku. Mari berdialog namun kita semua harus berprinsip bahwa tujuan kita adalah mencari kebenaran. Kebenaran itulah yang kita cari bersama. Kita akan mengambil kebenaran itu di mana saja kebenaran itu ada. Tidakkah kau setuju dengan persyaratan ini?

AJ: Ya, aku setuju. Akan tetapi, apa yang akan kau sampaikan sehingga aku bisa mengutarakan pendapatku?

J  : Jika demikian, mari kita kembali kepada pernyataan yang telah kau sampaikan. Tadi kau bilang bahwa jenggot itu adalah jenggot-jenggotmu sendiri terserah mau kau apakan. Ya, memang itu merupakan jenggotmu sendiri, tetapi terserah mau kau apakan itu tidak benar.

AJ: (emosi, marah-marah, hendak bangkit, hampir saja kemarahannya meledak)

J : Jangan tergesa-gesa, santailah, tunggu sampai aku menyelesaikan jawabanku, baru setelah itu kau bisa berkomentar sesuai dengan yang kau inginkan. Salah satu karakteristik dan ciri khas umat ini adalah Allah jadikan sebagai umat yang beramar ma'ruf dan nahi munkar.

"Kalian adalah sebaik-baik manusia yang dilahirkan untuk manusia. Kalian beramar ma'ruf dan nahi munkar." (Qs. Ali 'Imran: 110)

Muhammad صلي الله عليه وسلم, pemimpin seluruh manusia bersabda,

"Barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia ubah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu maka dengan lisannya. Bila tidak mampu maka dengan hati-nya." (HR. Muslim)

Kita sebagai umat Islam seharusnya seperti sebuah jasad. Sebagian tubuh merasa sakit karena bagian tubuh yang lain. Kita nilai kebaikan orang lain sebagaimana kita juga menilai kejelekan orang tersebut. Bukankah demikian?

Aj: (dengan roman muka terpaksa) Ya.

J  : Selama kau akui hal tersebut maka kukatakan kepadamu bahwa mencukur jenggot itu termasuk kemungkaran. Aku berkeyakinan bahwa ikatan persaudaraan seagama mengharuskanku untuk mengingatkan hal tersebut.

AJ: (dengan suara tercekik yang menunjukkan ketidakberdayaan) Rambut-rambut ini hanya sejenis kotoran. Di dalamnya terdapat beragam mikro-bakteri. Menghilangkan rambut-rambut tersebut termasuk ajaran kebersihan dalam agama kita. Padahal Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda, "Kebersihan itu sebagian dari iman."

J : (dengan penuh percaya diri dan yakin akan menang) Aku rela menyerahkan hukum kepada orang yang bersabda, "Kebersihan itu sebagian dari iman." Apakah kau juga rela melakukan hal serupa?

AJ: (dengan sedikit bimbang) Ya.

J : Jika demikian, mari kita perhatikan orang yang bersabda, "Kebersihan itu sebagian dari iman." Andai hadits tersebut benar-benar shahih, maka kita cermati apakah beliau mencukur jenggotnya? Apakah beliau pangkas habis dengan pisau cukur setiap pagi dan petang dengan anggapan bahwa hal itu termasuk kebersihan yang beliau anjurkan kepada umatnya, sebagaimana pradugamu? Ataukah beliau malah membiarkannya dan memerintahkan untuk membiarkannya?

Aj: (tampak jelas tanda-tanda kebingungan yang menunjukkan kalau dia telah melakukan sebuah kesalahan)

J : Terdapat keterangan yang jelas dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم , yang tidak diragukan dan tidak bisa diotak-atik lagi, bahwa beliau memiliki jenggot dengan rambut yang lebat. Beliau bahkan memerintahkan agardibiarkan untuk menyelisihi orang-orang musyrik.

AJ: (dengan wajah masam seolah merasa terpojok) Tinggalkanlah ucapan seperti itu. Setiap zaman memiliki akhlak dan tradisi berbeda. Dalam hal ini acuannya adalah perasaan dan hal ini sama sekali bukan wilayah agama. Setiap orang boleh berbuat sebagaimana kehendak perasaannya dan hal yang dimantapi oleh hatinya. Biarkan aku mengikuti perasaanku dan pergilah engkau mengikuti perasaanmu. Aku tidak mau mengikutimu!

J : Subhanallah, kau katakan acuan dalam masalah ini adalah perasaan dan hal ini bukan merupakan wilayah agama? Benar-benar mengherankan. Bisa-bisanya kau tidak mengetahui perkara ini dalam syariat. Aku ingin bertanya, jawablah demi rabbmu. Apa sih agama itu?

AJ: (bingung lantas terdiam, kemudian memandang J seolah bertanya)

J : Bukankah agama adalah yang terdapat di dalam al Qur'an dan sunnah Nabi صلي الله عليه وسلم yang shahih?

AJ: (menganggukkan kepala)

J :Jika demikian mari kita renungkan, apakah
terdapat keterangan dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم mengenai
hal ini atau tidak?

AJ: Ya, carilah lalu sampaikan keterangan dari
Rasulullah صلي الله عليه وسلم .kepadaku!

J : Dengan senang hati, namun izinkanlah aku
menyampaikan sebuah pengantar sebelum membawakan berbagai dalil.

AJ: Silakan.

J : Hadits dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم berkenaan dengan hal ini hampir sampai derajat mutawatir atau bahkan telah sampai derajat mutawatir. Aku yakin tentu kau ingin tahu hikmah yang terkandung dalam larangan mencukur jenggot. Dalam syariat Nabi صلي الله عليه وسلم seringkali memerintahkan menyelisihi orang-orang musyrik. Tahukah engkau mengapa seperti itu?

AJ: Tidak tahu.

J : Menyelisihi orang-orang musyrik merupakan salah satu tujuan syariat karena serupa secara lahir akan menyebabkan dan menghasilkan serupa secara batin. Secara umum, seorang muslim hendaknya menyelisihi orang musyrik dalam masalah agama, tradisi, akhlak, dll.. Aku yakin sekarang kau ingin mengetahui dalil-dalil dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم mengenai masalah ini.

AJ: (dengan suara mengejar) Ya, hilang sudah kesabaranku. Aku telah rindu untuk mengetahui dalil-dalil yang kau janjikan semenjak tadi.

J : Bila demikian, inilah sebagiandalil-dalil tersebut. Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda,
"Selisihilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot, dan pangkaslah kumis." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Selisihilah orang-orang Majusi karena mereka memendekkan jenggot dan memanjangkan kumis." (HR. Muslim)
Dari Ibnu 'Umar ra , beliau berkata, "Kami diperintahkan untuk mencukur kumis dan memelihara jenggot." (HR. Muslim)

Salah satu ciri fisik Rasulullah صلي الله عليه وسلم adalah memiliki rambut jenggot yang lebat. (HR. Muslim)

Sedangkan Allah berfirman,
"Sungguh, dalam diri Rasulullah صلي الله عليه وسلم terdapat suri teladan yang balk." (Qs. al Ahzab: 36)

Dan masih banyak dalil berupa hadits dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم berkaitan dengan hal ini.

Lihatlah, Rasulullah صلي الله عليه وسلم membiarkan jenggotnya, beliau memerintahkan umatnya untuk menyelisihi orang-orang musyrik dan majusi dengan memangkas kumis dan memelihara jenggot, karena menyelisihi orang musyrik —sebagaimana tadi telah kami sampaikan— merupakan salah satu tujuan syariat. Sebab, menyerupai orang musyrik secara lahir akan menyebabkan timbulnya rasa cinta dalam hati, sebagaimana rasa cinta dalam hati menyebabkan keinginan menyerupainya secara lahir. Dengan penjelasan ini, tidakkah sekarang jelas bahwa perkara ini tidak sebagai mana yang telah kau utarakan, yaitu urusan jenggot adalah urusan perasaan dan bukan wilayah agama? Apakah sekarang kau bisa mengetahui kerancuan dan titik lemah pendapatmu dan kebenaran ada pada pihak kami?

AJ: (setelahber pikirdalam dalam) Sekarang memang tidak ragu lagi bahwa pendapatmu memang benar. Akan tetapi, aku mempunyai alasan yang ingin kuutarakan kepadamu. Orang-orangdi lingkunganku suka mengolok-olok dan merendahkan orang yang berjenggot. Mereka memandang remeh dan hina terhadap orang yang berjenggot. Aku yakin kau pernah mendengar untaian syair:

andai jenggot ini ganja
lalu jadi pakan kuda - kuda umat islam


Bait syair di atas menyebabkan orang-orang yang berjenggot naik pitam. Mereka sampaikan bait di atas di hadapan orang banyak. Oleh karena itu, aku sekarang yakin bahwa memenhara jenggot adalah hal yang benar dan utama. Akan tetapi, aku    tidak mampu melakukannya.

J : Keyakinanmu itu memang benar, tetapi ketidakberdayaanmu melakukannya tidak memberikan manfaat kepadamu. Bahkan, orang yang tidak tahu lebih baik dari pada dirimu. Hal ini karena tidak ada gunanya kita mengetahui kebenaran sesuatu bila tidak disertai pengamalan.

AJ: Selama aku masih mengakui hal itu benar—aku tidak menerapkannya karena suatu sebab, aku meninggalkannya karena beralasan— tidakkah hal itu bisa dijadikan alasan untukku?

J : Tidak, engkau tidak memiliki alasan, peganglah tanganku ini agar kutunjukkan bahwa pendapat yang tepat dan benar adalah pendapatku. Paman Nabi صلي الله عليه وسلم, Abu Thalib, paman bagi pemimpin seluruh manusia yaitu Muhammad صلي الله عليه وسلم. Dia membela Rasulullah صلي الله عليه وسلم dengan lisan dan fisik. Segalanya dia korbankan untuk menolong Nabi صلي الله عليه وسلم. Di samping itu beliau mengakui bahwa agama yang dibawa oleh keponakannya itu benar. Lawan kebenaran adalah kesesatan.

Dalam sebuah qasidah Abu Thalib bersenandung,

sungguh kutahu agama muhammad صلي الله عليه وسلم
adalah sebaik-baik agama seluruh makhluk
andai tidak karena celaan atau takut cacian
sungguh kau dapat menyaksihkan aku dapat menerimahnya


Abu Thalib sendiri menyatakan bahwa dia tidak mengikuti agama yang dia yakini kebenarannya hanya karena takut celaan dan cacian, seperti dalam kasus anda mencukur jenggot. Meski demikian Abu Thalib termasuk penghuni neraka sebagaimana tersebut dalam al Qur'an dan sunnah Rasul. Pengetahuan Abu Thalib mengenai kebenaran tidaklah berguna karena tidak diiringi dengan amal.

AJ: (berdiri lalu menjabat tangan lawan bicaranya sebagaimana jabat tangan seorang teman terhadap temannya. Dia lalu berkata dengan nada penuh ketulusan dan persaudaraan) Sekarang kusadari bahwa kebenaran itu bersamamu. Dadaku telah lapang untuk menerima pendapatmu.
Sejak detik ini aku akan menjadi orang yang berjenggot, orang yang memelihara jenggot karena menganggapnya sebagai sebuah kemuliaan dan mempertahankannya sebagai pembeda dan ciri khas. Kuanggap pertemuan kita saat ini merupakan pertemuan yang paling membahagiakan. Ucapanmu akan kujadikan senjata terhadap orang-orang yang ingin menghilangkan ciri khas kelelakian dari para pemuda dan senjata terhadap orang-orang tanpa sadar menyelisihi agamanya.

J: Sebelum kita berpisah aku ingin menyampaikan sebuah nasihat berharga dan kenyataan yang ada. Kita, kaum muslim, pada zaman ini mengalami kelemahan pada segenap sisi. Kita lemah dalam aspek agama, moral, finansial, industri, dan fisik badan. Kita menginginkan masa depan yang gemilang, memiliki kemuliaan, dan kekuasaan yang luas. Jika kita menginginkan itu semua, seyogyanya kita kuatkan diri kita dalam seluruh aspek. Salah satu di antaranya adalah fisik badan. Menguatkan fisik badan tidak menuntut sesuatu yang memberatkan. Kita hanya dituntut untuk tidak cenderung pada kelembutan dan kita dituntut untuk meninggalkan kecenderungan yang membawa kepada sikap lemah-lembut seperti perempuan. Kita harus memberikan per-hatian untuk menggunakan makanan, minuman, pakaian, dll. yang cenderung kasar. Salah satu pemicu timbulnya rasa malu adalah adanya beberapa tokoh yang hendak melenyapkan ciri khas kelelakian dari para pemuda dengan bentuk-bentuk kewariaan, lembut, lunak, dan mudah sedih, sehingga jika tubuh mereka dihembus sedikit angin menjadi kurang sehat dan hanya bisa terbaring di tempat tidur beberapa hari lamanya. Semoga Allah membimbing mereka ke jalan yang lurus.

Sumber : Saya Nukil Dari Buku Janggut Yes Isbal No yang di terbitkan oleh Pustaka Media Hidaya
2 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger