Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Biografi. Show all posts
Showing posts with label Biografi. Show all posts

Imam al-Albani : Muhadits Tanpa Guru dan Sanad?

Imam al-Albani : Muhadits Tanpa Guru dan Sanad?


 
New Picture
Photo 1 : Al-Albani di Perpustakaan al-Maktab al-Islami di Beirut
Nama beliau sudah sangat akrab ditelinga penuntut ilmu syar’i , baik yang pro atau kontra kepadanya. Tidak salah lagi, karena beliau adalah muhadits zaman ini, penulis yang produktif dan berkualitas, penyeru kepada sunnah dan musuh ahli bid’ah: Muhammad Nashruddin bin Haji Nuh Najati al-Arnauth[1] al-Albani –rahimahullahu-, yang wafat pada tahun 1420 H bertepatan dengan tahun 1999 M. Adapun orang yang tidak suka kepadanya yang menuduh beliau sebagai muhadits tanpa sanad dan guru!!. Maka orang ini tidak lepas dari dua perkara, pertama ia seorang jahil atau kedua ia seorang pendusta. 

Para pembaca yang budiman… 
0 comments

BIOGRAFI AL-HAFIZH IBNU HAJAR AL-ASQALANI

BIOGRAFI AL-HAFIZH IBNU HAJAR AL-ASQALANI
(12 sya’ban tahun 773H sd 28 Dzulhijjah 852H)

           
Pada akhir abad kedelapan hijriyah dan pertengahan abad kesembilan hijriyah termasuk masa keemasan para ulama dan terbesar bagi perkembangan madrasah, perpustakaan dan halaqah ilmu, walaupun terjadi keguncangan sosial politik. Hal ini karena para penguasa dikala itu memberikan perhatian besar dengan mengembangkan madrasah-madrasah, perpustakaan dan memotivasi ulama serta mendukung mereka dengan harta dan jabatan kedudukan. Semua ini menjadi sebab berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu dengan pengajaran dan menulis karya ilmiyah dalam beragam bidang keilmuan. Pada masa demikian ini muncullah seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini al-Haafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Berikut biografi singkat beliau:

Nama dan Nashab
Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani al-Mishri. (lihat Nazhm al-‘Uqiyaan Fi A’yaan al-A’yaan karya As-Suyuthi hal 45)

Gelar dan Kunyah Beliau
Beliau seorang ulama besar madzhab syafi’i, digelari dengan ketua para qadhi, syaikhul islam, hafizh al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), amirul mukminin dalam bidang hadist dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kuniyahnya) adalah Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang penjaga tahqiq.
0 comments

ULAMA YANG MAKAN ROTI SISA YANG BANYAK SARANG LABA-LABANYA

ULAMA YANG MAKAN ROTI SISA YANG BANYAK SARANG LABA-LABANYA

Ulama Dari Tanah YAMAN


Kamar Syaikh Muqbil Rahimahullah
Muqbil bin Hadi Al Wadii –Rahimahullah- . Yaman belum pernah mendapati seorang seperti beliau selama sejak beratus-ratus tahun. Dahulu hanya bekerja sebagai satpam sebuah bangunan di Mekkah, suatu ketika ia diberi hadiah beberapa buku bekas pelajaran sekolah tentang pelajaran Tauhid termasuk pula kitab Fathul majid , ia pun tersentuh dengan buku-buku itu. Lantas ia teringat Negaranya ia pun pulang kemudian mengajarkan manusia tentang Tauhid serta mengingkari perbuatan Syirik penduduk desanya. Sehingga tak ayal lagi, penduduk desa justru memusuhi beliau dan memaksa dia untuk belajar sekte Syiah yang memang berkembang di Yaman, agar akidah tauhid yang suci itu dipaksa hilang dari kepalanya!!...akan tetapi beliau kembali ke Negeri tanah Suci itu sambil membawa semangat belajar kesana.

Setelah sekian lama belajar, beliau lulus dari Jamiah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) sambil membawa Dua Ijazah, yang pertama Ijazah dari kuliah Dakwah dan yang satunya lagi ijazah dari kuliah Syariah yang mana dia kerjakan secara paruh waktu.

Ia bercerita tentang ijazah syariahnya dahulu :”Aku sangat takut jika waktuku hilang sehingga aku berikrar agar berbekal ilmu sebanyak-banyaknya di madinah.” 

Dosen pembimbing tesis Magister beliau bertutur :” kalau seandainya peraturan kampus memperbolehkan, pasti aku akan memberi Syaikh Muqbil dua tugas tesis sekaligus, yaitu Tesis Magister dan Doktor karena kegigihan dia dan begitu sabarannya dia dalam belajar.” Bahkan sering sekali dia memungut sisa-sisa roti jatuh dan membersihkannya dari benang Laba-laba dan memakannya demi bertahan hidup, bahkan terkadang hanya dapat minum air zam-zam supaya tulang rusuknya bias tegak menuntut ilmu.

Beliau adalah seseorang yang diberikan Allah kelezatan dengan yang namanya Ilmu agama, beliau berkata :”Allah maha tahu bahwa aku merasa seperti seorang raja” lantaran nikmatnya ilmu yang dia cari. 

Seorang muridnya yang menceritakan kisah ini berkata:” Satu kalimat beliau yang sangat membuat kami terkesan adalah ucapannya terhadap para muridnya ” Tahukah kalian bahwa saya adalah orang yang paling banyak dikaruniai anak, karena kalian semua adalah anak-anakku” dan para muridnya lebih dari 2000 orang , sedangkan Syaikh sendiri semua anaknya adalah perempuan.


KEJADIAN LANGKA BELIAU YANG MENUNJUKKAN KEJUJURAN DAN KEBERANIAN BELIAU

Suatu ketika Presiden Yaman bertanya kepada beliau:” Apakah engkau akan berdoa untukku?” maka Syaikh mengatakan “Kadang-kadang” maka Presiden berkata :”maka Doakanlah kebaikan untukku”.


IA MENCARI ILMU BUKAN UNTUK DUNIA

Termasuk hal yang unik bahwa Ijazah-ijazahnya semuanya hilang, termasuk ijazah Magister, sedangkan beliau tak tahu lagi tentangnya. Dahulu beliau berkata :”Ijazah ini pasti akan hilang juga”.

Syaikh Bin baaz, Syaikh Al-Albani banyak memuji keutamaan beliau, bahkan Syaikh Al Faqih ibnu Utsaimin berkata tentangnnya :”Demi Allah ! Bahwa Syaikh Muqbil termasuk Imam dari para Imam-imam Agama!”.

Beliau juga selalu bermuhasabah akan dirinya, beliau bertutur:”ketika uban pertamaku mulai tumbuh, lantas ku genggam janggutku dan berkata “Hei Muqbil! Apa yang telah kau sumbangkan kepada islam?”. 

Pada sabtu malam tepatnya setelah Maghrib tanggal 15/3/1421 H. beliau menyampaikan pelajaran untuk terakhir kalinya. Yang mana pada pagi ahad beliau dilarikan ke rumah sakit, kemudian diterbangkan dari yaman ke Saudi untuk meneruskan pengobatannya. Ketika sampai di Saudi, dokter meminta agar di pindahkan ke Amerika mengingat perlengkapan medis di sana yang sangat minim ketika itu. Beliau meminta agar dipulangkan dahulu ke yaman agar mengucapkan salam kepada keluarganya sebelum safarnya yang jauh. 

Setelah dilakukan pengobatan di Amerika, maka Alhamdulillah beliau sehat dan kembali ke Negara dan keluarga serta murid tercinta di Yaman. Ketika disambut di Yaman beliau berkata “Mungkin bisa jadi tahun depan kalian tak bertemu lagi denganku”.

Kemudian beberapa saat kemudian, beliau sakit lagi dan di terbangkan Ke Amerika, namun para dokter mengatak bahwa keadaannya semakin kritis, kemudian setelah itu beliau kembali ke Saudi dan menulis wasiatnya dan wafat 10 hari setelahnya.

Salah seorang yang mendampingi ketika beliau sakit berkisah:” Ketika kami mendampingi Syaikh , maka seakan-akan kami yang sakit dan Syaikh justru yang menyabarkan akan sakit kami itu.”

Beliau dishalatkan di Masjidil haram mekah dan di kuburkan di pemakaman Al-‘Adl di samping makam dua sahabat sekaligus ulama Kibar di zaman ini, Syaikh Bin Baaz dan Al-faqih ibnu Utsaimin-Rahimahumullah jamiaan-.

Seorang putra asli pedalaman Yaman, hidup dalam keadaan yatim, pernah sebagai satpam bangunan , namun Allah mengharumkan Namanya karena Ilmu.

Beliau meninggalkan 4 putri , dua Istri, dilahirkan tahun 1352 hijriah, wafat di tahun 1422 hijriah, di Umurnya yang berkah ke 70 tahun.

Sebagian perkataan beliau:
“Siapa saja yang ingin duduk bersama para pendusta besar, maka hendaknya ia baca Koran-koran, apabila sedikit saja Roti, Gula dan garam berkurang maka mereka langsung mengkafirkan pemerintah!!, namun ketika pemerintah memenuhi keinginan mereka, justru bermuka dua sambil memuji-muji “Pemimpin kita adalah Khalifah yang mendapat Ilham”.

Juga perkataannya:” Siapapun yang berusaha menolak Sunnah, niscaya dihinakan Allah, dan siapapun yang menjadi musuh terhadap sunnah, janganlah kalian membalasnya, karena Allah pasti yang akan menurunkan Azabnya kepada musuh Sunnah itu.”

-di Ambil dari beberapa buku Ahli Hadits dan Atsar-
------
diterjemahkan
Fauzi Rifaldi
Al_Haram An-Madani An-Nabawi
23-1-1436  


Suara madina : https://www.facebook.com/suaramadinah
1 comments

Mengenal Lebih Dekat Biografi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (Edisi Ringkas)

Sekenal apa kita pada Sang  Nabi ﷺ? 

Mohon izin merangkum beberapa sifat beliau dari hadits-hadits dalam Asy Syamail karya Imam At Tirmidzi:)

  1. Perawakan Sang Nabi tidak tinggi, tidak pendek. Rambutnya tidak keriting, tak pula lurus. Wajah beliau tak bulat, bukan pula persegi.
  2. Kulit Sang Nabi cerah, putih kemerah-merahan. Rambutnya disisir ketika sebahu, digerai ketika sepapak daun telinga. Dahi beliau lebar.
  3. Alis Sang Nabi melengkung panjang, tebal, & nyaris bertaut di tengah. Di antara keduanya terdapat urat yang memerah kala beliau marah.
  4. Bola mata Sang Nabi indah & hitam, bulu matanya lentik menawan. Hidungnya mancung, bagian atasnya memancar cahaya. Dua pipinya datar.
  5. Janggut Sang Nabi menggaris dari depan telinga, menebal menuju dagu. Mulutnya lebar, gigi-giginya besar, dari selanya memancar cahaya.
  6. Dari bawah janggut Sang Nabi menggalur ke bawah bebulu halus, lewat leher, melebat di dada, melajur bagai tongkat hingga ke pusarnya.
  7. Leher Sang Nabi jenjang & indah. Perut beliau sama rata dengan dadanya nan bidang. Jarak antara kedua bahu lebar. Persendiannya kokoh.
  8. Lengan Sang Nabi panjang, tapak tangan lebar & tebal, jemarinya ramping. Telapak kaki beliau cekung, halus hingga airpun tak menempel.
  9. Sang Nabi berjalan dengan langkah kaki lebar, begitu langsam seolah menuruni bukit, tubuh beliau ikut berguncang anggun tiap langkah.
  10. Bila menoleh, #Sang Nabi berbalik dengan seluruh badan, lebih sering menunduk dibanding mendangak, melihat dengan sepenuh perhatian.
  11. Dulu Nabi suka menyisir rambut ke belakang mirip Ahli Kitab. Saat nyata keingkaran mereka, beliau selisihi dengan menyisir belahnya.
  12. Sang Nabi suka meminyaki rambutnya. Kata Anas, uban beliau nan kurang dari 20 helai jadi tersamar. Beliau gemar merapikan janggutnya.
  13. Sang Nabi menyukai celak itsmid yang beliau gunakan menjelang tidurnya. Tiga kali untuk kanan & kiri; sejuk & menumbuhkan bulu mata.
  14. Di antara pakaian kesukaan Sang Nabi adalah gamis yang putih, hibarah merah buatan Yaman, & baju sampir 2 helai warna hijau & hitam.
  15. Sang Nabi berminyak wangi di seluruh tubuhnya. Istri beliau mengoleskan di sekujur badan, lalu beliau sendiri harumkan bagian ‘aurat.
  16. Jari manis Sang Nabi dilingkari cincin perak bermata batu hitam Habasyah, ditulisi “Muhammad Rasul Allah”; dilepas jika ke Peturasan.
  17. Sang Nabi menyimpan selalu selimut Khadijah; kenangan menenangkan saat beliau terguncang wahyu pertama, & di dalamnya beliau diseru.
  18. Sang Nabi gesit berolahraga lari. Kadang bersama istri. Kadang anak-anak kecil; beliau lombakan siapa dulu yang mampu tangkap beliau.
  19. Nabi suka minum susu dari wadah yang sama dengan istrinya, ditepatkan di bekas bibirnya. Anggur, zaitun, & buah lain; segigit berdua.
  20. Tidur Sang Nabi tidak tengkurap. Jika miring berbantal tapak tangan, kaki disilang. Jika telentang, kaki kanan diletak di atas kiri.
  21. Kadang dalam renung khusyu’, Sang Nabi duduk dengan 1 lutut diangkat menempel perut. Suka bersandar bantal, tapi bukan di saat makan.
  22. Nabi suka mandi bersama & bercanda bermain air dengan istri-istrinya, bahkan pada Saudah nan tua. Usia tak menghalangi kemesraan itu.
  23. Penutup kepala kesayangan Nabi ialah surban hitam, dikenakan dengan ujung menjatuh di pundak. Sandalnya bertali dua dari kulit hewan.
  24. Makanan kesukaan Nabi -yang jarang beliau nikmati- adalah paha kambing. Camilannya hais; campuran kurma rendam, kismis, & susu masam.
  25. Nabi yang penuh cinta memberi nama bebarang miliknya; dari perkakas rumah-tangga, bejana, gelas, kuda, unta, keledai, pedang, tombak.
  26. Nabi makan roti dari tepung utuh tak diayak (dulu dianggap rendah; kini sehat berserat), lauknya garam, minyak zaitun, cuka, & labu.
  27. Nabi tak pernah mencela makanan. Jika menyukainya, beliau memakannya penuh syukur. Jika tidak suka, beliau cukup diam tanpa komentar.
  28. Nabi mengerjakan sendiri segala urusan rumahtangga yang beliau bisa; menambal baju sobek, menjahit sandal rusak, hingga memerah susu.
  29. Nabi amat suka bersiwak bersih gigi; saat hendak shalat, hendak tilawah, hendak menemui tamu/sahabat, juga tiap kali menjumpai istri.
  30. Nabi tak pernah jijik pada istri yang sedang haidh (seperti kebiasaan Arab & Yahudi); beliau tetap bermesra, hanya menghindari jima’.
  31. Saat ‘Aisyah haidh, Nabi bersandar di pangkuannya sambil      tilawah; atau meletakkan kepala di antara kaki ‘Aisyah, tidur dalam hangat.
  32. Bahkan tuk shalat malam, Nabi minta izin pada istri nan lagi bersama di ranjang; “Apa kau ridha jika malam ini aku menghadap Rabbku?”
  33. Karena sempitnya kamar Nabi , tahajjud beliau menghadap ‘Aisyah berbaring. Jika hendak sujud, diisyarati kaki sang istri agar ditekuk.
  34. Sang Nabi amatlah pemalu, lebih tersipu dibanding gadis dalam pingitannya. Tak pernah terbahak, hanya senyum tulusnya semanis madu.
  35. Sang Nabi tak suka diistimewakan. Jika berbagi peran di perjalanan beliau selalu mencari peluang berkontribusi; hatta menyiapkan api.
  36. Jika dihadapkan pada pilihan, Sang Nabi selalu mengambil hal yang ringan & mudah; selama ia tak jatuh pada apa yang dilarang Allah.
  37. “Tak pernah kulihat”, kata Anas, “Nabi marah atau membalas laku buruk atas diri beliau. Beliau marah jika Allah & agamaNya dinista.”
  38. “Pernah 3 x hilal berlalu”, ujar ‘Aisyah, “Tiada nyala api di rumah kami.” Apa penyambung hidup Nabi ?, tanya ‘Urwah. “Kurma & air .”
  39. Kelembutan Sang Nabi tak terhalangi & tak menghalangi ibadahnya. Umamah binti Abil ‘Ash, sang cucu, sering digendong dalam shalatnya.
  40. Al Husain naik ke punggung Nabi saat sujud. Beliau tak bangkit hingga Al Husain puas bermain. Nanti, beliau minta maaf pada hadirin.
  41. Saat para cucu jadikan Nabi kuda-kudaan, merangkak kian-kemari, kata Abu Hurairah, “Tunggangan kalian paling mulia di langit & bumi”.
  42. Nabi lalu tersenyum bersabda, "Pun penunggangnya, adalah yang terbaik." Ya Allah, curahi kami rahmatMu tuk kelak bersamanya di surga.
Allahumma sholli 'ala muhammad....
==========================
Copas dari Group WA Syiar Tauhid
Mengenang kelahiran Baginda Nabi Muhammad 
Umat beliau harus tahu tentang ini
Biodata Manusia idola terbaik, Termulia dan terfavorit di Dunia dan akhirat...
Manusia yg tdk pernah berdusta..
Manusia yg setiap langkahnya menjadi teladan bg ummat..
Manusia yg dicinta makhluk langit dan bumi..
Manusia yg dirindu selalu oleh pecintanya...
بِسْــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Manusia teladan itu bernama NABI MUHAMMAD صلي الله عليه و سلم.
Berikut biodata beliau :
  • GELAR
1. Rasulullah
2. An-Nabi
3. Khootamul Anbiyaa’ wal Mursaliin
3. Al-Mushthofaa
4. Al-Amiin
5. Shollollahu ‘alaihi wa Sallam (Sholawat dari Alloh & salaam atasNya)

  • KUN-YAH: Abal Qasim
  • NAMA: Muhammad Bin Abdulloh
  • NASAB:
(Jalur Ayah)
Abdulloh bin Abdul Muttholib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushoy bin Kilaab bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghoolib bin Fihr bin Maalik bin An-Nadhr bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyaas bin Mudhor bin Nizar bin Ma’ad bin Adnaan bin Isma’iil bin Ibrohiim

Nenek dari jalur ayah: Faathimah binti Amr Al Makhzuumiyyah

(Jalur Ibu)
Aminah binti Wahb bin Abdu Manaaf bin Zuhroh bin Kilaab.

Nenek dari jalur ibu: Barroh binti abdil ‘uzza

  • NISBAH: Al-Makki (Makkah)
  • LAHIR:
Makkah, 12 Robii’ul Awwal 52 S.H (Tahun gajah) / 22 April 571 M)

  • DIUTUS MENJADI ROSUL: saat berumur 40 tahun saat beribadah di gua hiro
  • HIJRAH KE MADINAH : pada bulan Robii’ul Awwal saat berumur 53 tahun
  • MENJADI PANGLIMA PERANG SEBANYAK : 27 kali dan mengutus pasukan perang sebanyak ± 56 kali
  • HAJI : 1 kali
  • UMROH : 4 kali
  • WAFAT
Madinah, senin 12 Robii’ul Awwal 11 H/ (632 M) (genap 63 tahun).

  • DIMAKAMKAN:
Di Rumah Sy Aisyah, di kompleks Masjid Nabawi
  • ETNIS:
Arab, suku Quraisy, bani Hasyimiyah

  • UMMAHATUL MU’MINIIN (Para Istri Nabi):
1.  Khoodijah binti Khuwailid,
2.  Saudah binti Zum’ah,
3.  Aisyah binti Abu Bakar,
4.  Hafshoh binti Umar,
5.  Zaynab binti Khuzaymah,
6.  Hindun binti Abi Umayyah,
7.  Zaynab binti Jahsy,
8.  Juwayriyah binti Harits,
9.  Romlah binti Abu Sufyan,
10.Shoofiyah binti Huyay,
11.Maymuunah binti al-Harits,
12.Mariah binti Syam’un
  • ANAK-ANAK NABI:
1.      Al-Qoosim,
2.      Abdulloh,
3.      Zainab,
4.      Ruqoyyah,
5.      Ummu Kultsuum,
6.      Faathimah,
7.      Ibrohim
اللهم صل علے سيدنـا وحبيبنـا وشفيعنـا ومولانـا محمد وعلے آلـہ وصحبـہ وسلم

Semoga Bermanfaat.
0 comments

Mengenal Sultan Sulaiman al-Qonuni (Suleiman the Magnificent)

Mengenal Sultan Sulaiman al-Qonuni (Suleiman the Magnificent)


Beliau adalah Sulaiman al-Qonuni bin Salim, orang-orang Barat mengenalnya dengan Sulaiman yang agung atau Suleiman the Magnificent. Ia adalah salah satu sultan yang termasyhur dari kerajaan Turki Utsmani. Pemerintahannya berlangsung selama 48 tahun, dimulai dari tahun 926 H hingga 974 H. Dengan demikian, ia adalah sultan terlama dibanding sultan-sultan lainnya yang memerintah kerajaan Turki tersebut.

2 comments

Mengenal Imam Muslim

Mengenal Imam Muslim

Kita semua tentu mengetahui bahwa sumber hukum utama dalam Islam adalah Al Qur’an dan hadits Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam. Tentang Al Qur’an, tentu tidak perlu diragukan lagi kebenaran dan keontetikannya. Namun berkaitan dengan hadits Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, banyak sekali upaya dari musuh-musuh Islam serta orang-orang munafik yang ingin merancukan ajaran Islam dengan membuat hadits palsu, yaitu hadits yang diklaim sebagai ucapan Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam padahal sebenarnya bukan. 

Seperti Abdul Karim bin Abi Auja’, ia mengaku perbuatannya sebelum ia dihukum mati dengan berkata: “Demi Allah, aku telah memalsukan hadits sebanyak 4000 hadits. Saya halalkan yang haram dan saya haramkan yang halal”. Namun alhamdulillah, Allah Ta’ala menjaga kemurnian agama-Nya dengan memunculkan para ulama pakar hadits yang berupaya memisahkan hadits shahih dengan hadits lemah dan palsu. Dan upaya ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan selesai dalam sekejap. Bahkan memerlukan penelitian yang panjang, ketelitian yang tajam, kecerdasan akal yang tinggi, hafalan yang kokoh, serta pemahaman yang mantap terhadap Al Qur’an dan hadits. Maka seorang muslim yang memahami hal ini sepatutnya ia menghargai dan bahkan kagum atas jasa para pakar hadits umat Islam yang telah memberikan kontribusi besar bagi agama ini.

Dan diantara para ulama pakar hadits yang telah diakui kemampuannya dan sangat besar jasanya, ada satu nama yang sudah cukup dikenal oleh kita semua yaitu Imam Muslim dengan kitab haditsnya yang terkenal yaitu Kitab Shahih Muslim. Kitab Shahih Muslim dikatakan oleh Imam An Nawawi sebagai salah satu kitab yang paling shahih -setelah Al Qur’an- yang pernah ada. Sampai-sampai ketika seseorang menuliskan hadits yang ada di kitab tersebut, atau dengan tanda pada akhir hadits berupa perkataan: “Hadits riwayat Muslim”, orang yang membaca merasa tidak perlu mengecek kembali atau meragukan keshahihan hadits tersebut. Subhanallah. Oleh karena itu, patutlah kita sebagai seorang muslim untuk mengenal lebih dalam sosok mulia di balik kitab tersebut, yaitu Imam Muslim, semoga Allah merahmati beliau.

Nasab dan Kelahiran Imam Muslim

Nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Warad bin Kausyaz Al Qusyairi An Naisaburi. Al Qusyairi di sini merupakan nisbah terhadap nasab (silsilah keturunan) dan An Naisaburi merupakan nisbah terhadap tempat kelahiran beliau, yaitu kota Naisabur, bagian dari Persia yang sekarang manjadi bagian dari negara Rusia. Tentang Al Qusyairi, seorang pakar sejarah,  ‘Izzuddin Ibnu Atsir, dalam kitab Al Lubab Fi Tahzibil Ansab (37/3) berkata: “Al Qusyairi adalah nisbah terhadap keturunan Qusyair bin Ka’ab bin Rabi’ah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah, yang merupakan sebuah kabilah besar. Banyak para ulama yang menisbahkan diri padanya”.

Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat mengenai waktu lahir dan wafat Imam Muslim. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Taqribut Tahdzib (529), Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah (35-34/11), Al Khazraji dalam Khulashoh Tahdzibul Kamal mengatakan bahwa Imam Muslim dilahirkan pada tahun 204 H dan wafat pada tahun 261 H. Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa beliau dilahirkan pada tahun 206 H dan wafat pada tahun 261 H di Naisabur, sehingga usia beliau pada saat wafat adalah 55 tahun. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Abdillah Al Hakim An Naisaburi dalam kitab Ulama Al Amshar, juga disetujui An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (123/1).

Perjalanan Imam Muslim Dalam Belajar Hadits

Imam Muslim tumbuh sebagai remaja yang giat belajar agama. Bahkan saat usianya masih sangat muda beliau sudah menekuni ilmu hadits. Dalam kitab Siyar ‘Alamin Nubala (558/12), pakar hadits dan sejarah, Adz Dzahabi, menuturkan bahwa Imam Muslim mulai belajar hadits sejak tahun 218 H. Berarti usia beliau ketika itu adalah 12 tahun. Beliau melanglang buana ke beberapa Negara dalam rangka menuntut ilmu hadits dari mulai Irak, kemudian ke Hijaz, Syam, Mesir dan negara lainnya. Dalam Tahdzibut Tahdzib diceritakan bahwa Imam Muslim paling banyak mendapatkan ilmu tentang hadits dari 10 orang guru yaitu:
  1. Abu Bakar bin Abi Syaibah, beliau belajar 1540 hadits.
  2. Abu Khaitsamah Zuhair bin Harab, beliau belajar 1281 hadits.
  3. Muhammad Ibnul Mutsanna yang dijuluki Az Zaman, beliau belajar 772 hadits.
  4. Qutaibah bin Sa’id, beliau belajar 668 hadits.
  5. Muhammad bin Abdillah bin Numair, beliau belajar 573 hadits.
  6. Abu Kuraib Muhammad Ibnul ‘Ila, beliau belajar 556 hadits.
  7. Muhammad bin Basyar Al Muqallab yang dijuluki Bundaar, beliau belajar 460 hadits.
  8. Muhammad bin Raafi’ An Naisaburi, beliau belajar 362 hadits.
  9. Muhammad bin Hatim Al Muqallab yang dijuluki As Samin, beliau belajar 300 hadits.
  10. ‘Ali bin Hajar As Sa’di, beliau belajar 188 hadits.
Sembilan dari sepuluh nama guru Imam Muslim tersebut, juga merupakan guru Imam Al Bukhari dalam mengambil hadits, karena Muhammad bin Hatim tidak termasuk. Perlu diketahui, Imam Muslim pun sempat berguru ilmu hadits kepada Imam Al Bukhari. Ibnu Shalah dalam kitab Ulumul Hadits berkata: “Imam Muslim memang belajar pada Imam Bukhari dan banyak mendapatkan faedah ilmu darinya. Namun banyak guru dari Imam Muslim yang juga merupakan guru dari Imam Bukhari”. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Imam Al Bukhari.

Ada Apa Antara Al Bukhari dan Muslim?

Imam Al Bukhari adalah salah satu guru dari Imam Muslim yang paling menonjol. Dari beliau, Imam Muslim mendapatkan banyak pengetahuan tentang ilmu hadits serta metodologi dalam memeriksa keshahihan hadits. Al Hafidz Abu Bakar Al Khatib Al Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Al Baghdadi sampai menceritakan: “Muslim telah mengikuti jejak Al Bukhari, mengembangkan ilmunya dan mengikuti metodologinya. Ketika Al Bukhari datang ke Naisabur di masa akhir hidupnya. Imam Muslim belajar dengan intens kepadanya dan selalu membersamainya”. Hubungan beliau berdua pun dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Syarah Nukhbatul Fikr, beliau berkata: “Para ulama bersepakat bahwa Al Bukhari lebih utama dari Muslim, dan Al Bukhari lebih dikenal kemampuannya dalam pembelaan hadits. Karena Muslim adalah murid dan hasil didikan Al Bukhari. Muslim banyak mengambil ilmu dari Al Bukhari dan mengikuti jejaknya, sampai-sampai Ad Daruquthni berkata: ‘Seandainya tidak ada Al Bukhari, niscaya tidak ada Muslim’ ”.

Lalu apa yang menyebabkan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Imam Bukhari? Sehingga dalam Shahih Muslim tidak ada hadits yang sanadnya dimulai dengan “ ‘An Al Bukhari…(Diriwayatkan dari Al Bukhari)”. Dijawab oleh Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah, beliau menuturkan: “Walau Imam Muslim merupakan murid dari Imam Al Bukhari dan Imam Muslim mendapatkan banyak ilmu dari beliau, Imam Muslim tidak meriwayatkan satu pun hadits dari Imam Al Bukhari. Wallahu Ta’ala A’lam, ini dikarenakan oleh dua hal:
  1. Imam Muslim menginginkan uluwul isnad (sanad yang tinggi derajatnya). Imam Muslim memiliki banyak guru yang sama dengan guru Imam Al Bukhari. Jika Imam Muslim meriwayatkan dari Al Bukhari, maka sanad akan bertambah panjang karena bertambah satu orang rawi yaitu (Al Bukhari). Imam Muslim menginginkan uluwul isnad dan sanad yang dekat jalurnya dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sehingga beliau meriwayatkan langsung dari guru-gurunya yang juga menjadi guru Imam Al Bukhari
  2. Imam Muslim merasa prihatin dengan sebagian ulama yang mencampur-adukkan hadits-hadits lemah dengan hadits-hadits shahih tanpa membedakannya. Maka beliau pun mengerahkan daya upaya untuk memisahkan hadits shahih dengan yang lain, sebagaimana beliau utarakan di Muqaddimah Shahih Muslim. Jika demikian, maka sebagian hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari telah dianggap cukup dan tidak perlu diulang lagi. Karena Al Bukhari juga sangat perhatian dalam mengumpulkan hadits-hadits shahih dengan ketelitian yang tajam dan pengecekan yang berulang-ulang”
Murid-Murid Imam Muslim

Banyak ulama besar yang merupakan murid dari Imam Muslim dalam ilmu hadits, sebagaimana di ceritakan dalam Tahdzibut Tahdzib. Diantaranya adalah Abu Hatim Ar Razi, Abul Fadhl Ahmad bin Salamah, Ibrahim bin Abi Thalib, Abu ‘Amr Al Khoffaf, Husain bin Muhammad Al Qabani, Abu ‘Amr Ahmad Ibnul Mubarak Al Mustamli, Al Hafidz Shalih bin Muhammad, ‘Ali bin Hasan Al Hilali, Muhammad bin Abdil Wahhab Al Faraa’, Ali Ibnul Husain Ibnul Junaid, Ibnu Khuzaimah, dll.

Selain itu, sebagian ulama memasukkan Abu ‘Isa Muhammad At Tirmidzi dalam jajaran murid Imam Muslim, karena terdapat sebuah hadits dalam Sunan At Tirmidzi:

حدثنا مسلم بن حجاج حدثنا يحي بن يحي حدثنا أبو معاوية عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:” أحصوا هلال شعبان لرمضان”

Muslim bin Hajjaj menuturkan kepada kami: Yahya bin Yahya menuturkan kepada kami: Abu Mu’awiyah menuturkan kepada kami: Dari Muhammad bin ‘Amr: Dari Abu Salamah: Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Untuk menentukan datangnya Ramadhan, hitunglah hilal bulan Sya’ban”.

Dalam hadits tersebut nampak bahwa At Tirmidzi meriwayatkan dari Imam Muslim. Terdapat penjelasan Al Iraqi dalam Tuhfatul Ahwadzi Bi Syarhi Jami’ At Tirmidzi: “At Tirmidzi tidak pernah meriwayatkan hadits dari Muslim kecuali hadits ini. Karena mereka berdua memiliki guru-guru yang sama sebagian besarnya”.

Karya Tulis Imam Muslim

Imam An Nawawi menceritakan dalam Tahdzibul Asma Wal Lughat bahwa Imam Muslim memiliki banyak karya tulis, diantaranya:
  1. Kitab Shahih Muslim (sudah dicetak)
  2. Kitab Al Musnad Al Kabir ‘Ala Asma Ar Rijal
  3. Kitab Jami’ Al Kabir ‘Ala Al Abwab
  4. 4. Kitab Al ‘Ilal
  5. Kitab Auhamul Muhadditsin
  6. Kitab At Tamyiz (sudah dicetak)
  7. Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahidin
  8. Kitab Thabaqat At Tabi’in (sudah dicetak)
  9. Kitab Al Muhadramain
Kemudian Adz Dzahabi pun menambahkan dalam Tahdzibut Tahdzib bahwa Imam Muslim juga memiliki karya tulis lain yaitu:
  1. Kitab Al Asma Wal Kuna (sudah dicetak)
  2. Kitab Al Afrad
  3. Kitab Al Aqran
  4. Kitab Sualaat Ahmad bin Hambal
  5. Kitab Hadits ‘Amr bin Syu’aib
  6. Kitab Al Intifa’ bi Uhubis Siba’
  7. Kitab Masyaikh Malik
  8. Kitab Masyaikh Ats Tsauri
  9. Kitab Masyaikh Syu’bah
  10. Kitab Aulad Ash Shahabah
  11. Kitab Afrad Asy Syamiyyin
Mata Pencaharian Imam Muslim

Imam Muslim termasuk diantara para ulama yang menghidupi diri dengan berdagang. Beliau adalah seorang pedagang pakaian yang sukses. Meski demikian, beliau tetap dikenal sebagai sosok yang dermawan. Beliau juga memiliki sawah-sawah di daerah Ustu yang menjadi sumber penghasilan keduanya. Tentang mata pencaharian beliau diceritakan oleh Al Hakim dalam Siyar ‘Alamin Nubala (570/12): “Tempat Imam Muslim berdagang adalah Khan Mahmasy. Dan mata pencahariannya beliau di dapat dari usahanya di Ustu[1]”. Dalam Tahdzibut Tahdzib hal ini pula diceritakan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra: “Muslim Ibnul Hajjaj adalah salah satu ulama besar…. Dan ia adalah seorang pedagang pakaian”. Dalam kitab Al ‘Ubar fi Khabar min Ghabar (29/2) terdapat penjelasan: “Imam Muslim adalah seorang pedagang. Dan ia terkenal sebagai dermawan di Naisabur. Ia memiliki banyak budak dan harta”.

Karakter Fisik Imam Muslim

Terdapat beberapa riwayat yang menceritakan karakter fisik Imam Muslim. Dalam Siyar ‘Alamin Nubala (566/12) terdapat riwayat dari Abu Abdirrahman As Salami, ia berkata: “Aku melihat seorang syaikh yang tampan wajahnya. Ia memakai rida[2] yang bagus. Ia memakai imamah[3] yang dijulurkan di kedua pundaknya. Lalu ada orang yang mengatakan: ‘Ini Muslim’ ”. Juga diceritakan dari Siyar ‘Alamin Nubala (570/12), bahwa Al Hakim mendengar ayahnya berkata: “Aku pernah melihat Muslim Ibnul Hajjaj sedang bercakap-cakap di Khan Mahmasy. Ia memiliki perawakan yang sempurna dan kepalanya putih. Janggutnya memanjang ke bawah di sisi imamah-nya yang terjulur di kedua pundaknya”.

Aqidah Imam Muslim

Imam Muslim adalah ulama besar yang memiliki aqidah ahlussunnah, sebagaimana aqidah generasi salafus shalih. Dengan kata lain Imam Muslim adalah seorang salafy. Aqidah beliau ini nampak pada beberapa hal:
  • Perkataan Imam Muslim di muqaddimah Shahih Muslim (6/1) : “Ketahuilah wahai pembaca, semoga Allah memberi anda taufik, wajib bagi setiap orang untuk membedakan hadits shahih dengan hadits yang lemah. Juga wajib mengetahui tingkat kejujuran rawi, yang sebagian mereka diragukan kredibilitasnya. Tidak boleh mengambil riwayat kecuali dari orang yang diketahui bagus kredibilitasnya dan hafalannya. Serta patut untuk berhati-hati dari orang-orang yang buruk kredibilitasnya, yang berasal dari tokoh kesesatan dan ahli bid’ah”. Diceritakan pula di dalam Syiar ‘Alamin Nubala (568/12) bahwa Al Makki berkata: “Aku bertanya kepada Muslim tentang Ali bin Ju’d. Muslim berkata: ‘Ia tsiqah, namun ia berpemahaman Jahmiyyah’”. Hal ini menunjukkan Imam Muslim sangat membenci paham sesat dan bid’ah semisal paham Jahmiyyah, serta tidak mengambil riwayat dari tokoh-tokohnya. Dan demikianlah aqidah ahlussunnah.
  • Imam Muslim memulai kitab Shahih Muslim dengan Bab Iman, dan dalam bab tersebut beliau memasukkan hadits-hadits yang menetapkan aqidah Ahlussunnah dalam banyak permasalahan, seperti hadits-hadits yang membantah Qadariyyah, Murji’ah, Khawarij, Jahmiyyah, dan semacam mereka, beliau juga ber-hujjah dengan hadits ahad, terdapat juga bab khusus yang berisi hadits-hadits tentang takdir.
  • Judul-judul bab pada Shahih Muslim seluruhnya sejalan dengan manhaj Ahlussunnah dan merupakan bencana bagi ahlul bid’ah.
  • Abu Utsman Ash Shabuni dalam kitabnya, I’tiqad Ahlissunnah Wa Ash-habil Hadits halaman 121 – 123, yaitu diakhir-akhir kitabnya, beliau menyebutkan nama-nama imam Ahlussunnah Wal Jama’ah dan beliau menyebutkan di antaranya Imam Muslim Ibnul Hajjaj.
  • Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Dar’u Ta’arudh il ‘Aql Wan Naql (36/7) berkata: “Para tokoh filsafat dan ahli bid’ah, pengetahuan mereka tentang hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta atsar para sahabat dan tabi’in sangatlah sedikit. Sebab jika memang diantara mereka ada orang yang memahami sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta atsar para sahabat dan tabi’in serta tidak berprasangka baik pada hal-hal yang menentang sunah, tentulah ia tidak akan bergabung bersama mereka, seperti sikap yang ditempuh para ahlul hadits. Lebih lagi jika ia mengetahui rusaknya pemahaman filsafat dan bid’ah tersebut, sebagaimana para imam Ahlussunnah mengetahuinya. Dan biasanya kerusakan pemahaman mereka tersebut tidak diketahui selain oleh para imam sunah seperti Malik (kemudian disebutkan nama-nama beberapa imam)… dan juga Muslim Ibnul Hajjaj An Naisaburi, dan para imam yang lainnya, tidak ada yang dapat menghitung jumlahnya kecuali Allah, merekalah pewaris para nabi dan penerus tugas Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
  • Adz Dzahabi dalam kitab Al ‘Uluw (1184/2) menyebutkan: “Diantara deretan ulama yang berkeyakinan tidak bolehnya menta’wilkan sifat-sifat Allah dan mereka beriman dengan sifat Al ‘Uluw di masa itu adalah (disebutkan nama-nama beberapa ulama)… dan juga Al Imam Al Hujjah Muslim Ibnul Hajjaj Al Qusyairi yang menulis kitab Shahih Muslim.”
  • Al ‘Allamah Muhammad As Safarini dalam kitab Lawami’ul Anwaril Bahiyyah Wa Sawati’ul Asrar Al Atsariyyah (22/1) ketika menyebutkan nama-nama para ulama ahlussunnah ia menyebutkan: “…Muslim, Abu Dawud, ….”. Kemudian beliau berkata: “dan yang lainnya, mereka semua memiliki aqidah yang sama yaitu aqidah salafiyyah atsariyyah”.
  • Dalam Majmu’ Fatawa (39/20) diceritakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ditanya seseorang: “Apakah Al Bukhari, Muslim, … (disebutkan beberapa nama ulama) termasuk ulama mujtahidin yang tidak taklid ataukah mereka termasuk orang-orang yang taklid pada imam tertentu? Apakah diantara mereka ada yang menisbatkan diri kepada mazhab Hanafi?”. Syaikhul Islam menjawab panjang lebar, dan pada akhir jawabannya beliau berkata: “Mereka semua adalah para pengagung sunnah dan pengagung hadits”.
  • Lebih menegaskan beberapa bukti diatas, bahwa Imam Muslim adalah hasil didikan dari para ulama Ahlussunnah seperti Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Imam Al Bukhari, Abu Zur’ah, dan yang lainnya. Dan telah diketahui bagaimana peran mereka dalam memperjuangkan sunah, dan sikap keras mereka terhadap ahli bid’ah, sampai-sampai ahli bi’dah tidak mendapat tempat di majelis-majelis mereka.
Mazhab Fiqih Imam Muslim

Jika kita memperhatikan nama-nama kitab yang ditulis oleh Imam Muslim, hampir semuanya membahas seputar ilmu hadits dan cabang-cabangnya. Hal ini juga ditemukan pada kebanyakan ulama ahli hadits yang lain di zaman tersebut. Akibatnya, kita tidak dapat mengetahui dengan jelas mazhab fiqih mana yang mereka adopsi. Padahal kita semua tahu bahwa Imam Muslim dan para ulama hadits di zamannya juga sekaligus merupakan ulama besar dalam bidang fiqih, sebagaimana Al Bukhari dan Imam Ahmad. Dan jika kita memperhatikan kitab Shahih Muslim, bagaimana metode Imam Muslim membela hadits, bagaimana penyusunan urutan pembahasan yang beliau buat, memberikan isyarat bahwa beliau pun seorang ahli fiqih yang memahami perselisihan fiqih diantara para ulama. Oleh karena itulah Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib (529) mengatakan: “Muslim bin Hajjaj adalah ahli fiqih”.

Namun ada beberapa pendapat tentang mazhab fiqih Imam Muslim. Di antaranya sebagaimana diutarakan Haji Khalifah dalam kitab Kasyfuz Zhunun (555/1) ketika menyebut nama Imam Muslim: “Muslim Ibnul Hajjah Al Qusyairi An Naisaburi Asy Syafi’i”. Shiddiq Hasan Khan juga mengamini hal tersebut dalam kitabnya Al Hithah (198). Namun pendapat ini perlu diteliti ulang. Karena terdapat beberapa indikasi yang dijadikan dasar oleh sebagian ulama untuk mengatakan bahwa Imam Muslim bermazhab Hambali. Diantara, indikasi tersebut misalnya Imam Muslim memiliki kitab yang berjudul Sualaat Ahmad bin Hambal. Selain itu Imam Muslim pun berguru pada Imam Ahmad dan mengambil hadits darinya. Diceritakan dalam Thabaqat Al Hanabilah (413/2) bahwa Imam Muslim juga memuji Imam Ahmad dengan mengatakan: “Imam Ahmad adalah salah satu ulama Huffadzul Atsar (punggawa ilmu hadits)”. Namun semua bukti ini juga tidak menunjukkan dengan pasti bahwa beliau berpegang pada mahzab Hambali.

Pendapat yang benar adalah bahwa Imam Muslim berpegang pada mahzab Ahlul Hadits dan tidak taklid pada salah satu imam mazhab. Sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di Majmu’ Fatawa (39/20): “Adapun Al Bukhari dan Abu Dawud, mereka berdua adalah imam mujtahid dalam fiqih. Sedangkan Muslim, At Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Abu Ya’la, Al Bazzar dan yang semisal mereka, semuanya berpegang pada mahzab Ahlul Hadits dan tidak taklid terhadap salah satu imam mahzab. Mereka juga tidak termasuk imam mujtahid dalam fiqih secara mutlak. Namun terkadang dalam fiqih mereka memiliki kecenderungan untuk mengambil pendapat ulama Ahlul Hadits seperti Asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu ‘Ubaid, dan yang semisal mereka”

Pujian Para Ulama

Kedudukan Imam Muslim diantara pada ulama Islam tergambar dari banyaknya pujian yang dilontarkan kepada beliau. Pujian datang dari guru-gurunya, orang-orang terdekatnya, murid-muridnya juga para ulama yang hidup sesudahnya. Dalam Tarikh Dimasyqi (89/58), diceritakan bahwa Muhammad bin Basyar, salah satu guru Imam Muslim, berkata: “Ada empat orang yang hafalan hadits-nya paling hebat di dunia ini: Abu Zur’ah dari Ray, Muslim Ibnul Hajjaj dari Naisabur, Abdullah bin Abdirrahman Ad Darimi dari Samarkand, dan Muhammad bin Ismail dari Bukhara”.

Ahmad bin Salamah dalam Tarikh Baghdad (102-103/13) berkata: “Aku melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim Ar Razi mengutamakan pendapat Muslim dalam mengenali keshahihan hadits dibanding para masyaikh lain di masa mereka hidup”.

Diceritakan dalam Tarikh Dimasyqi (89/58), Ishaq bin Mansur Al Kausaz berkata kepada Imam Muslim: “Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah masih menghidupkan engkau di kalangan muslimin”.
Dalam Tadzkiratul Huffadz, Adz Dzahabi juga memuji Imam Muslim dengan sebutan: “Muslim Ibnul Hajjaj Al Imam Al Hafidz Hujjatul Islam”.

Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim berkata: “Para ulama sepakat tentang keagungan Imam Muslim, keimamannya, peran besarnya dalam ilmu hadits, kepandaiannya dalam menyusun kitab ini, keutamaannya dan kekuatan hujjah-nya”.

Wafatnya Imam Muslim

Diceritakan oleh Ibnu Shalah dalam kitab Shiyanatu Muslim (1216) bahwa wafatnya Imam Muslim disebabkan hal yang tidak biasa, yaitu dikarenakan kelelahan pikiran dalam menelaah ilmu. Kemudian disebutkan kisah wafatnya dari riwayat Ahmad bin Salamah: “Abul Husain Muslim ketika itu mengadakan majelis untuk mengulang hafalan hadits. Lalu disebutkan kepadanya sebuah hadits yang ia tidak ketahui. Maka beliau pun pergi menuju rumahnya dan langsung menyalakan lampu. Beliau berkata pada orang yang berada di dalam rumah: ‘Sungguh, jangan biarkan orang masuk ke rumah ini’. Kemudian ada yang berkata kepadanya: ‘Maukah engkau kami hadiahkan sekeranjang kurma?’. Beliau menjawab: ‘(Ya) Berikan kurma-kurma itu kepadaku’. Kurma pun diberikan. Saat itu ia sedang mencari sebuah hadits. Beliau pun mengambil kurma satu persatu lalu mengunyahnya. Pagi pun datang dan kurma telah habis, dan beliau menemukan hadits yang dicari”. Al Hakim mengatakan bahwa terdapat tambahan tsiqah pada riwayat ini yaitu: “Sejak itu Imam Muslim sakit kemudian wafat”. Riwayat ini terdapat pada kitab Tarikh Baghdadi (103/13), Tarikh Dimasyqi (94/58), dan Tahdzibul Kamal (506/27). Beliau wafat pada waktu di hari Ahad, dan dimakamkan pada hari Senin, 5 Rajab 261 H.

Semoga Allah senantiasa merahmati beliau. Namanya begitu harum mewangi hingga hari ini, sungguh ini merupakan buah dari perjuangan berat nan mulia. Semoga Allah menerima amal beliau yang mulia dan membalasnya dengan yang lebih baik di hari dimana tidak ada pertolongan kecuali pertolongan Allah.

Kita memohon kepada Allah agar ditengah-tengah kaum muslimin dimunculkan orang semisal beliau, yang memiliki perhatian besar dan semangat tinggi untuk menjaga agama Allah dan menyebarkannya di tengah kaum muslimin. Mudah-mudahan Allah mengumpulkan kita bersama beliau di Jannah-Nya kelak.

[Disarikan dari kitab At Ta’rif Bil Imam Muslim Wa Kitabihi Ash Shahih karya Syaikh Abdurrahman bin Shalih As Sudais, dan artikel dari Majalah Universitas Islam Madinah yang berjudul Al Imam Muslim Wa Shahihuhu, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad, dengan beberapa tambahan]
Penulis: Yulian Purnama

[1]Ustu adalah nama tempat di pinggiran Naisabur (Lihat Mu’jamul Buldan, 175/1)
[2] Rida adalah kain selendang yang lebar, yang dipakai untuk menutupi bagian atas tubuh.
[3] Kain yang biasa dipakai laki-laki untuk menutupi kepala, semacam sorban
0 comments

Imam Al-Bukhâri Rahimahullah, Satu Tanda Kekuasaan Allâh Subhanahu Wa Ta’ala

IMAM AL-BUKHARI RAHIMAHULLAH, SATU TANDA KEKUASAAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA

Oleh
Ustadz Abu Minhal Lc



Allâh Azza wa Jalla memelihara dan menjaga agama ini dengan memunculkan orang-orang yang mentajdid agama-Nya dan menjaga atsar-atsar Rasul-Nya serta mengibarkan panji-panji Sunnah. Dia telah menentukan insan-insan terpilih yang 'uduul, yang menghidupkan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , membela dan menyebarkannya di tengah umat. Mereka menjadi pelita yang menerangi jalan umat, dan menyinari hati kaum Mslimin dengan ilmu yang diwariskan, nasehat yang disampaikan, akhlak mulia yang dipraktekkan, dan ibadah yang ditekuni.

Tentang keutamaan Ulama, Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan dalam muqaddimah kitab tentang biografi Imam Syâfi'i rahimahullah yang berjudul Tawâli at-Ta`sîs li Ma'âli Muhammad bin Idrîs (hlm.25): "Segala puji bagi Allâh Azza wa Jalla yang telah menjadikan bintang-bintang langit sebagai petunjuk bagi orang-orang yang kebingungan arah di daratan dan lautan karena gelapnya malam, dan menjadikan bintang-bintang bumi – yaitu para ulama – petunjuk dari kegelapan jahl (kebodohan), dan mengutamakan sebagian mereka di atas sebagian yang lain dalam tingkat pemahanan dan kecerdasan, sebagaimana Dia Azza wa Jalla mengutamakan sebagian bintang di atas bintang yang lain dalam keindahan dan terangnya cahaya". [Kutipan dari al-Imâmu al-Albâni durûs wa mawâqif wa ‘ibar , Syaikh Abdul Aziz as-Sadhan hlm. 8]

Pemaparan sejarah para ulama itu sangat bermanfaat bagi generasi yang datang belakangan sehingga dapat meneladani tokoh-tokoh umat tersebut. Ibnu Khalikân rahimahullah berkata dalam Wafayâtu al-A'yân (1/20): "Aku sebutkan (biografi) sejumlah orang yang aku lihat mereka langsung dan aku kutip berita tentang mereka, atau orang-orang yang hidup di masaku, akan tetapi aku tidak sempat menjumpai mereka tujuannya agar orang-orang (generasi) yang datang setelahku bisa mengetahui (baiknya) kondisi mereka". [Kutipan dari al-Albâni durûs wa mawâqif wa ‘ibar hlm.7]

Dengan demikian, mengenal tarjamah (biografi) para Ulama bermanfaat sekali bagi umat, khususnya para thullâbul 'ilmi. Bila seorang Muslim menelaah biografi orang-orang yang mulia itu, pengetahuan itu akan membantu meluruskan jalan kehidupannya dan sekaligus sebagai bahan introspeksi diri dengan mengetahui kekurangan pada dirinya sendiri. Melalui buku-buku sejarah itulah para Ulama telah hidup dan hadir di masa sekarang lantaran seseorang dapat bergaul dan mendalami kehidupan mereka. yang sudah pergi ditampilkan kembali, sebagaimana dikatakan oleh Imam as-Sakhâwi rahimahullah mengatakan:


مَنْ وَرَّخَ مُؤْمِناً فَكَأَنَّمَا أَحْيَاهُ
“Barang siapa menulis sejarah seorang Mukmin, seolah-olah ia sedang menghidupkannya (kembali ke alam nyata)” [Nukilan dari Muqaddimah Adhwâul Bayân, ‘Athiyyah Sâlim hlm. Xii]

NASAB AMIRUL MUKMININ DALAM BIDANG HADITS
Bidang yang sangat pantas mendapatkan perhatian besar dan tercurahkannya segala kemampuan padanya - setelah Kitâbullâh – adalah Hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sebab, jaminan aman dari kesesatan didapat dengan menjaga dan memelihara Kitâbullâh dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,sebagaimana disabdakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :


تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِيْ كِتاَبَ اللهِ وَسُنَّتِيْ
Aku tinggalkan di tengah kalian jika kalian memeganginya tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnahku [HR. al-Hâkim, al-Mustadrak 1/93 dari Abu Hurairah dan dishahihkan oleh al-Albâni dalam ash-Shahîhah no.1761 dan Shahîhul Jâmi' 1/39]

Di antara tokoh ternama lagi menonjol dengan khidmahnya dalam bidang ilmu hadits, yaitu Abu Abdillâh Muhammad bin Ismâil yang lazim dikenal dengan nama Imam al-Bukhâri. Sebuah nama yang sangat dikenal dalam sejarah Islam, terutama oleh para insan yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadits.

Beliau adalah Muhammad bin Ismâ'îl bin Ibrâhîm bin Mughîrah bin Bardizbah. Dilahirkan di Bukhara selepas shalat Jum'at, tepatnya tanggal 13 Syawal 194 H. Ayah Imam al-Bukhâri, seorang yang bertakwa dan wara’, sempat belajar dari Imam Malik rahimahullah dan berjumpa Hammad bin Zaid dan Ibnul Mubârak. Namun Allah berkehendak mewafatkannya Imam al-Bukhâri masih kanak-kanak. Karena itu, beliau tumbuh dan berkembang dalam tarbiyah dan asuhan sang ibu.

Pada masa kanak-kanak, Muhammad bin Ismail sempat mengalami kebutaan Suatu malam, sang Ibu bermimpi melihat Ibrâhîm al-Khalîl Alaihissallam dan berkata kepada ibunya, "Wahai wanita, Allâh telah mengembalikan penglihatan kepada anakmu karena engkau banyak menangis (banyak berdoa)". Di pagi harinya, penglihatan putranya kembali normal[1]

BENTUK FISIK IMAM AL-BUKHARI
Imam Ibnu ‘Adi rahimahullah mengatakan, ‘Aku pernah mendengar Hasan bin Husain al-Bazzâz berkata, ‘Aku melihat Muhammad bin Ismail seorang yang berbadan kurus, tidak tinggi dan tidak (juga) pendek’.[2]

BELAJAR SEJAK BELIA
Imam al-Bukhâri rahimahullah memulai perjalanan ilmiahnya sejak dini. Beliau telah menghafalkan al-Qur`ân semenjak kecil juga. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan beliau

Allâh Azza wa Jalla mengilhamkan pada Muhammad bin Ismâ’îl kecil untuk menyenangi menghafal hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Imam al-Bukhâri rahimahullah menceritakan, “Aku diberi ilham untuk menghafal hadits sejak aku masih di madrasah. Saat itu, usiaku sekitar 10 tahun, hingga aku keluar dari madrasah itu pada usia 10 tahun. Aku mulai belajar kepada ad-Daakhili dan ulama lainnya. Suatu saat, beliau membacakan satu hadits di hadapan orang-orang (dengan sanad dari) Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim… Maka aku berkata kepadanya, “Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan (hadits) dari Ibrahim”. Ia pun menghardikku. Lantas aku berkata, “Coba telitilah kembali kitab aslinya”. Ia pun memasuki rumah dan meneliti kembali, kemudian keluar dan bertanya, “Bagaimana penjelasannya wahai anak muda?”. Aku menjawab, “(Yang dimaksud) adalah Zubair bin ‘Adi dari Ibrahiim..”. Beliau lantas mengambil penaku dan mengoreksi kitabnya, seraya berkata, “Engkau benar”.

Abu ‘Abdillah juga pernah menceritakan, “Aku pernah belajar kepada para fuqaha Marw. Saat itu aku masih kanak-kanak. Jika aku datang menghadiri majlis mereka, aku malu mengucapkan salam kepada mereka. Salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, “Berapa banyak (hadits) yang telah engkau tulis?”. Aku menjawab, “Dua (hadits)”. Orang-orang yang hadir pun tertawa. Lalu salah seorang syaikh berkata, “Janganlah kalian menertawakannya. Bisa jadi suatu saat nanti justru dia yang menertawakan kalian”.

Demikianlah gambaran bakat keilmuannya telah tampak. Pada usia 16 tahun, beliau sudah menghafal kitab karangan Imam Waki’ dan Ibnul Mubarak. Kemudian pada usia 17 tahun, beliau telah dipercaya oleh salah seorang gurunya Muhammad bin Salam al-Biikandi untuk mengoreksi karangan-karangannya.

Bersama Ibu dan saudaranya, pada usia 18 tahun, Muhammad bin Ismâ’îl pergi haji ke Mekah. Beliau tetap bertahan di kota suci itu untuk meneruskan mendalami hadits bersama para Ulama di sana, sementara keluarga beliau pulang.

MENIMBA ILMU BERSAMA LEBIH DARI SERIBU GURU
Pertama, Imam al-Bukhâri menimba ilmu dari Ulama setempat. Beliau berguru kepada Muhammad bin Salam al-Biikandi, Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ja’far bin Yamaan al-Ju’fi al-Musnidi, dan ulama lainnya. Selanjutnya, beliau keluar dari kampung halamannya dan mengembara mendatangi banyak kota untuk memperdalam ilmu hadits.

Kota Balkh, Naisabur, Ray, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Syam, beliau datangi dalam rangka mencari dan mendatangi Syaikh-Syaikh mumpuni dalam bidang hadits. Tak pelak, syaikh (guru) beliau pun berjumlah banyak, bahkan beliau sendiri yang menyatakan hal ini, "Aku menulis (riwayat) dari seribu lebih syaikh. Dari setiap syaikh itu, aku tulis sepuluh ribu riwayat bahkan lebih. Tidaklah ada hadits padaku kecuali aku sebutkan sanadnya (juga)". [Lihat as-Siyar:12/407, al-Bidâyah 11/22]

Sebelum meninggal, Imam al-Bukhâri rahimahullah pernah menyatakan, “Aku telah menulis (hadits) dari 1080 orang. Semuanya adalah ahlul hadits. Mereka semua meyakini, ‘Iman adalah qaul dan amal, berrtambah dan berkurang’. [as-Siyar:12/395]

Kota Baghdad beliau masuki sampai delapan kali. Dan setiap memasukinya, beliau berjumpa dan berkumpul dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad menganjurkan beliau untuk bermukim di Baghdad saja, tidak di Khurasan.

Di antara nama Ulama besar yang menjadi guru beliau: Imam Ishaq bin Rahuyah, Imam Muhammad bin Yusuf al-Firyaabi, Imam Abu Nu’aim Fadhl bin Dukain, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam ‘Ali bin al-Madini, Imam Yahya bin Ma’in, Imam Makki bin Ibraahim al-Balkhi, Abdaan bi Utsmaan, Imam Abu Ashim an-Nabiil, Muhammad bin ‘Isaa ath-Thabbaa’, Khalid bin Yazid al-Muqri` murid Imam Hamzah, dan masih banyak lagi.[3]

Tidak mengherankan bila jumlah guru beliau sangat banyak. Tampaknya jumlah guru yang besar ini disebabkan oleh dua faktor: (1) Imam al-Bukhâri rahimahullah memulai perjalanan lmiahnya sejak beliau dan (2) Banyak kota yang beliau datangi untuk tujuan yang mulia tersebut.

KEKUATAN HAFALAN IMAM AL-BUKHARI

Kekuatan hafalan Imam al-Bukhâri sudah terakui oleh para Ulama di masanya. Bahkan banyak yang menyampaikan kalau beliau langsung menghafal suatu kitab hanya dengan membacanya sekali saja.

Hasyid bin Ismâ’îl pernah menceritakan, “Dahulu Abu ‘Abdillâh bersama kami mendatangi para guru Bashrah. Waktu itu ia masih belia, dan tidak (tampak) mencatat apa yang telah didengar. Hal itu berlangsung beberapa hari. Kami pun bertanya kepadanya, “Engkau menyertai kami mendengarkan hadits, tanpa mencatatnya. Apa yang kamu perbuat sebenarnya?. Enam belas hari kemudian, Imam al-Bukhâri rahimahullah akhirnya menjawab, ‘Kalian telah sering bertanya dan mendesakku. Coba tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis’. Maka kami mengeluarkan apa yang kami miliki yang berjumlah lebih dari 15 ribu hadits. Selanjutnya, ia menyebutkan seluruhnya dengan hafalan, sampai akhirnya kami membenahi catatan-catatan kami melalui hafalannya. Kemudian ia berkata, "Apa kalian sangka aku bersama kalian hanya main-main saja dan menyia-nyiakan hari-hariku?!” Maka, kami pun sadar, tidak ada seorang pun yang melebihinya’.[4]

Kehebatan hafalan beliau juga tampak ketika Ulama Baghdad mendengar akan kedatangan Abu ‘Abdillâh ke kota mereka. Dengan sengaja, mereka itu mempersiapkan seratus hadits dan kemudian menukar dan merubah matan dan sanadnya. Mereka menukar matan satu sanad dengan teks hadits yang lain, dan begitu sebaliknya. Setiap orang memegangi sepuluh hadits yang nantinya akan dilontarkan kepada Abu ‘Abdillâh sebagai bahan ujian kekuatan hafalannya.

Orang-orang pun berkumpul di dalam majlis. Orang pertama menanyakan kepada Imam al-Bukhâri sepuluh hadits yang ia miliki satu persatu. Setiap kali ditanya, Imam al-Bukhâri menjawab, sampai hadits yang kesepuluh, “Saya tahu mengenalnya (hadits itu dengan sanad yang disebutkan). Para Ulama yang hadir pun saling menoleh kepada yang lain dan berkata, “Orang ini (benar-benar) paham”. Sementara orang yang tidak tahu tujuan majlis itu diadakan menilai Imam al-Bukhâri sebagai orang yang lemah hafalannya.

Kemudian tampillah orang kedua, melakukan hal yang sama. Dan setiap kali mendengarkan satu hadits, beliau berkomentar sama, “Aku tidak mengenalnya”. Selanjutnya tampil orang ketiga sampai orang terakhir. Dan komentar beliau pun tidak lebih dari ucapan, “Aku tidak mengenalnya”.

Setelah semua selesai menyampaikan hadits-haditsnya, Imam al-Bukhâri menoleh ke arah orang pertama seraya meluruskan, “Haditsmu yang pertama mestinya demikian, yang kedua mestinya demikian, yang ketiga mestinya demikian, sampai membenarkan hadits yang kesepuluh. Setiap hadits beliau satukan dengan matan-matannya yang benar. Beliau melakukan hal yang sama kepada para ‘pengujinya’ lainnya sampai pada orang yang terakhir. Akhirnya, orang-orang pun betul-betul mengakui akan kehebatan hafalan beliau.[5]

Di Samarkand, beliau pun menghadapi hal yang sama. Empat ratus ulama hadits menguji beliau dengan hadits-hadits yang sanad-sanad dan nama rijâl (para perawi) yang telah dicampuradukkan, menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam sanad penduduk Irak, meletakkan matan hadits bukan pada sanadnya. Lantas, mereka membacakan hadits-hadits plus sanad-sanadnya yang sudah campur-aduk ini ke hadapan Imam al-Bukhâri rahimahullah. Dengan sigap, beliau mengoreksi semua hadits dan sanad itu dan menyatukan setiap hadits dengan sanadnya yang benar. Para Ulama yang menyaksikan itu, tidak mampu menjumpai satu kesalahan dalam peletakan matan maupun penempatan posisi para perawi. [Lihat as-Siyar 12/411, al-Bidâyah 11/22]

Dua kejadian ini sudah sangat cukup menjadi petunjuk akan kekuatan dan kekokohan daya ingat Imam al-Bukhâri, sebab tanpa persiapan sedikit pun dan tidak mengetahui apa yang akan ia hadapi , ternyata beliau mampu melewati ‘ujian’ tersebut.

Abu Ja'far pernah menanyakan kepada Abu Abdillah, "Apakah engkau hafal seluruh (riwayat) yang engkau masukkan dalam kitabmu?". "Tidak ada yang kabur pada (hafalan)ku seluruhnya".[As-Siyar:12/403]

Abu Abdillah pernah bercerita tentang dirinya, “(Suatu ketika) aku mengingat-ingat murid Anas. Dalam sekejap 300 terbetik dalam ingatanku”.

Mengenai cara menghasilkan daya ingat yang kuat, beliau tidak memandang adanya makanan atau minuman yang perlu dikonsumsi seseorang untuk menguatkan hafalannya. Kata beliau:


لاَ أَعْلَمُ شَيْئًا أَنْفَعَ لِلْحِفْظِ مِنْ نَهْمَةِ الرَّجُلِ وَمُدَاوَمَةِ النَّظَرِ
ِ
Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat (menguatkan) hafalan daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah (tulisan)’[6]

BETAPA BANYAK HADITS YANG BELIU HAFALKAN
Gelar amirul mukminin dalam bidang hadits yang melekat pada Imam al-Bukhâri sudah tentu berlatar belakang akan kedalaman penguasaannya – yang mengungguli lainnya- terhadap hadits dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya; pemahaman, hafalan dan seluk-beluk terkait derajat rijâlul hadits (para perawi hadits). Aspek banyaknya hafalan beliau terhadap hadits pun pastilah sangat menonjol. Hal ini sudah diakui dan diceritakan oleh murid-murid beliau maupun Ulama lainnya.

Saking banyaknya hadits shahih yang beliau hafal, Imam Al-Fallâs t sampai berkata, “Setiap hadits yang tidak dikenal oleh al-Bukhâri rahimahullahbukanlah hadits shahîh”.[7]

Tidak hanya hadits shahih saja yang beliau hafalkan, hadits-hadis yang tidak shahih juga menjadi perhatian beliau. Imam al-Bukhâri rahimahullahpernah berkata, “Aku menghafal seratus ribu hadits shahih, dan dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”.[8]

ANTARA ILMU DAN AMAL
Imam al-Bukhâri rahimahullahjuga menjadi teladan dalam ibadah dan akhlak sebagai bentuk pengamalan ilmunya. Setiap malam, beliau mengerjakan shalat malam sebanyak 13 rakaat, dan setiap malam dalam bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan bacaan al-Qur`ân. Beliau berinfak dan bersedekah di siang dan malam.
Beliau dikenal sebagai orang yang pemberani, pemaaf, banyak berderma, berbudi pekerti luhur, zuhud terhadap dunia dan hati-hati dalam berbicara. Termasuk saat melakukan jarh, beliau menggunakan ungkapan yang halus untuk menilai perawi yang bermasalah atau berderajat lemah.

Imam al-Bukhâri rahimahullahpernah mengatakan, “Aku berharap berjumpa dengan Allâh Azza wa Jalla , tanpa ada seorang pun yang menuntutku karena aku telah menggunjingnya”.

PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AL-BUKHARI
Melihat reputasinya, pantaslah beliau mendapat pujian. Pujian mengalir kepada Imam al-Bukhâri dari para Ulama di masa itu, baik dari guru-guru maupun teman-temannya. Imam Ahmad bin Hanbal (salah seorang gurunya) mengatakan, ‘Negeri Khurasan tidak pernah melahirkan seperti dirinya’. Ini jelas merupakan syahadah (persaksian) yang sangat istimewa karena disampaikan oleh Imam Ahli Sunnah wal Jamaah.

Imam Ishaq bin Rahuyah (gurunya) berkata, “Seandainya dia (al-Bukhâri) hidup di masa Hasan al-Bashri pastilah orang-orang membutuhkannya karena penguasaan dan pemahamannya terhadap hadits”.

Muhammad bin Basysyaar (gurunya) berkata, “Huffaazh (Ahli Hadits) di dunia ada empat: Abu Zur’ah dari Ray, ad-Daarimi dari Samarkand, Muhammad bin Ismail dari Bukhara dan Muslim dari Naisabur”.

Imam Qutaibah berkata, “Seandainya Muhammad hidup di kalangan Sahabat maka ia adalah mukjizat”.

Imam Raja al-Haafizh mengatakan, “Ia adalah salah satu tanda kekuasaan Allah yang berjalan di atas bumi”.

Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah (salah seorang muridnya) berkata, ‘Aku belum pernah melihat di bawah langit orang yang lebih mengetahui hadits Rasûlullâh, lebih kuat hafalannya daripada Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâri”.

Imam at-Tirmidzi rahimahullah (salah seorang muridnya) berkata, “Aku belum pernah melihat di Irak, tidak juga di Khurasan, seseorang yang lebih paham tentang ‘ilal, tarikh dan pengetahuan mengenai sanad hadits dibandingkan Muhammad bin Isma’il”.

Muhammad bin Munir, salah seorang gurunya, bahkan mengaku, “Aku termasuk murid Muhammad bin Isma’il (al-Bukhâri). Dia adalah seorang guru”. [As-Siyar:12/415]

MENJADI GURU PARA IMAM HADITS
Penguasaan Imam al-Bukhâri rahimahullahyang mendalam dalam bidang ilmu hadits, sudah menonjol sejak beliau remaja. Banyak orang datang berduyun-duyun mendatangi beliau baik di majlis maupun di tempat lainnya.

Pernah, orang-orang berilmu dari kota Basrah berjalan di belakang beliau untuk mendengarkan hadits dan akhirnya mereka bisa menghentikan beliau di satu jalan. Ribuan orang duduk berkumpul di dekat beliau. Kebanyakan dari mereka menulis riwayat dari beliau. Waktu itu, beliau masih seorang remaja yang belum tumbuh jenggotnya. Beliau dminta untuk duduk di satu jalan dan memperdengarkan riwayat-riwayat hadits.

Kedalaman ilmunya dalam bidang hadits yang didukung oleh intelegensi dan daya ingat yang luar biasa, serta pemahaman tentang kandungan hadits dan penguasan rijaalul hadits dan illah-illahnya membentuk beliau menjadi seorang pakar hadits terkemuka sepanjang zaman. Kelebihan-kelebihan ini jelas menarik minat para penuntut ilmu untuk menghadiri majlis ilmunya.

Nama-nama terkenal menghiasai daftar orang-orang yang berguru pada Imam al-Bukhâri rahimahullah. Di antara mereka adalah, Imam Muslim rahimahullah, Imam at-Tirmidzi rahimahullah, Imam Abu Hâtim rahimahullah, Imam Ibnu Abi Dunya rahimahullah, Imam Ibrâhîm bin Ishâq al-Harbi rahimahullah, Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah.

DOANYA MUSTAJAB
Imam Ibnu Katsîr dalam al-Bidâyah (11/24) menyebutkan bahwa Imam al-Bukhâri rahimahullahtermasuk orang yang mustajâbu da`wah, doanya dikabulkan. Kejadiannya, gubernur kota Bukhâra mengusirnya dari kota itu. Atas pengusiran yang tidak berdasar itu, Imam al-Bukhâri rahimahullahpun berdoa. Sebulan belum genap berjalan, sang gubernur diberhentikan dan dipenjarakan di Baghdad sampai meninggal di dalamnya. Orang-orang yang ikut berpran dalam pengusiran Imam al-Bukhâri pun mengalami musibah.

Beliau pun pindah menuju satu daerah bernama Khortank, tinggal bersama beberapa kerabat di sana.

IMAM AL-BUKHARI RAHIMAHULLAH WAFAT
Usai mengisi hari-hari kehidupannya dalam kesibukan menyebarkan ilmu (hadits), ajal yang telah ditentukan menjemput Imam al-Bukhâri. Beliau sempat sakit sebelum meninggal. Wafat pada malam Sabtu, malam hari raya Idul Fitri, tahun 256H dalam usia 62 tahun. Jenazah beliau ditutup dengan tiga lembar kain putih, tanpa mengenakan qamis maupun imamah, sebagaimana isi wasiat yang beliau sampaikan sebelum meninggal. Saat proses pemakaman jenazah, tersebar aroma wangi yang lebih harum dari minyak misk dari kuburnya dan sempat bau harum itu selama beberapa hari.

Banyak ilmu bermanfaat yang telah beliau wariskan bagi seluruh kaum Muslimin. Ilmu beliau tidak putus, tetap mengalir atas usaha-usaha baik yang telah curahkan dalam hidupnya. Sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَـطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : (مِنْهَا) عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ

Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: (diantaranya) ilmu yang bermanfaat

Kitab-kitab yang beliau wariskan kepada umat Islam yaitu Shahih al-Bukhâri, al-Adabul Mufrad, at-Tarikh ash-Shaghir, at-Tarikh al-Kabir, at-Tarikh al-Ausath, Khalqu Af’ali al-‘Ibaad, juz fi al-Qira`ah khalfal Imam.

PENUTUP
Inilah sekelumit sejarah seorang yang berjuluk Amirul Mu`minin dalam bidang hadits. Sejarah seorang insan yang menakjubkan lagi sarat dengan 'ibrah (pelajaran) umat sepeninggalnya.

Syaikh 'Athiyyah Sâlim Rahimahullah berkata, “Aku betul-betul meyakini bahwa biografi para Ulama adalah madrasah (tempat pembinaan) bagi para generasi mendatang, yaitu melalui ilmu-ilmu dan sisi kehidupan mereka yang menonjol “ [Adhwâul Bayân 1/xii].

Semoga rahmat Allâh Azza wa Jalla selalu tercurahkan pada seluruh Ulama Islam di setiap masa dan tempat. Wallâhu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XV/1433H/2012. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Artikel al-Manhaj.or.id
_______
Footnote
[1]. Asâmi man rawâ ‘anhum Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâri , al-Hâfizh Ibnu ‘Adi al-Jurjâni, tahqîq Badr bin Muhammad al-‘Ammâsy, hlm.60
[2]. Cukup banyak Ulama yang membukukan nama-nama guru Imam al-Bukhari dalam kitab khusus, di antaranya, Asaami Syuyuukhi al-Bukhari karya Hasan bin Muhammad ash-Shaghaani, Tanqiihu Rijaali al-Bukhaari karya Muhammad bin Yusuf al-Karmaani, at-Ta’rif bi Syuyuukhi al-Bukhari karya al-Haafizh Husain bin Muhammad al-Ghassani dan lainnya. DR. Badr al-‘Ammaasy menyebutkan 35 judul kitab dalam masalah ini. Lihat Asâmi man rawâ ‘anhum Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâri , al-Hâfizh Ibnu ‘Adi al-Jurjâni, tahqîq Badr bin Muhammad al-‘Ammâsy, hlm.46-53
[3]. as-Siyar:12/407
[4]. Lihat hlm.62-63, Siyar 12/409, al-Bidâyah wan Nihâyah:11/22
[5]. as-Siyar, 12/406
[6]. al-Bidâyah, 11/23
[7]. as-Siyar 12/415, Tahdzîbul Kamâl, no.1172
0 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger