Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Dakwah Salaf. Show all posts
Showing posts with label Dakwah Salaf. Show all posts

Surat Terbuka Untuk Kaum Muslimin Di Pamekasan

Surat Terbuka Untuk Kaum Muslimin Di Pamekasan

Barangkali anda pernah membaca berita terkait Dakwah salaf di Batam? Bisa di baca (Dakwah Salaf di Batam Saat Ini Sedang Terfitnah) dan baca juga (Catatan Buat Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramliy Hadanallah Waiyyakum...!). Begitulah ujian datang silih berganti menimpa para pengemban dakwah

Assalamu’alaikum wr.wb.

Mengawali surat ini kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah subhanahu wataála atas semua limpahan rahmat dan nikmat-Nya hingga kita semua berada dalam keadaan sehat wal áfiat. Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad shallallahua’laihi wasallam, keluarga, para sahabatnya dan orang – orang yang senantiasa istiqamah dalam mengikuti petunjuknya.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Surat ini sengaja kami tulis sebagai respon sekaligus klarifikasi atas peristiwa yang menimpa ustad Zainuddin yang kebetulan kami undang untuk mengisi pengajian di Masjid Ridwan, pada hari Sabtu, 7 Maret 2015. Penting bagi kami untuk memberikan informasi kepada masyarakat Pamekasan pada umumnya dan Jamaah Masjid Ridwan pada khususnya.

0 comments

Al Halaby Bukan Anak Murid Al Albany ? Bag.2

Al Halaby Bukan Anak Murid Al Albany ? Bag.2


Pada kesempatan yang telah lalu dengan taufik dan keutamaan dari Allah, kita telah ketahui bersama beberapa hal berupa pemahaman yang benar terhadap perkataan Al Imam Al Albany yang difahami salah oleh sebagian orang. Definisi guru dan murid menurut para ulama, serta ucapan tegas dari beliau tentang status kemuridan Syaikh Ali Al Halaby.

Pada kesempatan kali ini kembali kita akan menelusuri (berdasarkan data dan fakta ilmiyyah insya’Allah) sampai sejauh mana kedekatan serta interaksi ilmiyyah yang terjadi antara Syaikh Ali dengan Al Imam Al Albany melalui penjelasan ringkas terhadap beberapa point berikut.

1 comments

Al Halaby Bukan Murid Al Albany ? [1]

Al Halaby Bukan Murid Al Albany ? [1]


Di awal-awal saya mengenal dakwah salafiyyah saya mendengar sebuah syubhat dari orang-orang hizbiyyin dan kuburiyyin. Bahwa Al Imam Al Albany rahimahullah itu tidak memiliki guru, tidak memiliki sanad. Belajarnya hanya otodidak sehingga rentan melakukan kesesatan. Syubhat ini sudah runtuh dengan penjelasan gamblang yang disampaikan oleh salah satu dai ahlus sunnah negri ini.

Pada hari ini kita mendengar dari orang-orang yang membenci Syaikh Ali Al Halaby dengan tingkat kebencian yang akut. Yang menyebabkan akal mereka menjadi susah melihat terangnya cahaya kebenaran. Diantara buktinya mereka menggembar-gemborkan bahwa Syaikh Ali Hasan Al Halaby itu bukan muridnya Al Imam Al Albany.

2 comments

Apa Itu Wahabi?

Apa Itu Wahabi?*


Orang-orang biasa menuduh “wahabi ” kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid’ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdo’a (memohon) hanya kepada Allah semata. 
 
Suatu kali, di depan seorang syaikh, penulis membacakan hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hadits itu berbunyi: “Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi) 
 
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang paling baik (Asmaa’ul Husnaa). 
 
Jika shufi menisbatkan namanya kepada jama’ah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah yang memberi-kan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid.Beliau dilahirkan dikota ‘Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur’an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama dikota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Perasaan beliau ter-sentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed de-ngan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid’ah. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultus-kan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar. Ia mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, “Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini.”

Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah , hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah semata. Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah , serta berdo’a (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur’an dan sabda Rasulullah . Al-Qur’an menegaskan: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguh-nya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.” (Yunus: 106)

Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas: “Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika eng-kau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi) 11.2

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo’a (memohon) kepada Allah Jalla Jalaaluhu semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah azza wa jalla.

Para ahli bid’ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah. Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah Jalla Jalaaluhu berfirman: “Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5)

Musuh-musuh syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dak-wahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah ÓÈÍÇæç è ÊÙÇäé menjaganya dan memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.

Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima, padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat. Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab telah menulis kitab “Mukhtashar Siiratur Rasuul”. Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada Rasulullah. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat. Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Qur’an, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya. 
 
Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam penga-jian-pengajiannya dari ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab. Tanduk Syetan Dari NejedYa Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, ‘Dan di negeri Nejed.’ Rasulullah berkata, ‘Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar Al-’Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali radhiallaahu anhu dibunuh. Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan sebaliknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah ÓÈÍÇæç è ÊÙÇäé menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul. Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah se-orang mujaddid (pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menu-lis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang Tokoh-tokoh Sejarah”, di antara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin ‘Irfan. Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke India dan negeri-negeri lainnya melalui jama’ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid dikota Makkah. 
 
Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka. Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid’ah, sehingga memalingkan umat Islam dari akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdo’a hanya semata-mata kepada Allah Subahanahu wa ta’ala. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma’ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya masuk Surga. Wallaahu a’lam 
 

Note: Perbaikan teks seperlunya dari kami (Administratur)
2 comments

Dan Aku pun Dituduh Wahabi…

Dan Aku pun Dituduh Wahabi…


Seiring dengan perjalanan kedewasaan menuju proses pematangan diri, terlebih lagi pemikiran, gairah untuk mencai ilmu yang shahih, lebih mengenal agama Islam dari sumber-sumbernya yang asli, menjadi semakin tinggi. Perkenalan tanpa sengaja dengan manhaj salaf nyaris seolah mencuci otak, memutarbalikkan pemahaman hingga apa yang tersisa dari pemahaman terdahulu nyaris menjadi tanpa arti.

Sebenarnya bukanlah hal yang aneh, jika gairah itu kemudian timbul. Ketidakmampuan diri dalam mengelola dan memecahkan persoalan hidup secara memuaskan membuat agama yang semula menjadi pelarian untuk menenangkan diri, justru terbukti menjadi sumber mata air jernih pelepas dahaga. Itulah solusinya, pemahaman yang benar untuk menuju keseimbangan hidup sebagaimana manusia diciptakan diatas fitrahnya.

Satu hal yang menjadi konsekuensi dari proses ini adalah sebuah perubahan nyata. Perubahan yang sangat mungkin – bahkan terbukti – banyak menyelisihi kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Meskipun perbedaan itu dalam tahap tertentu masih dapat ditoleransi, namun pada saat-saat lain ada hal-hal prinsipil yang membuat gerah dan menimbulkan keinginan kuat untuk merubahnya,

Perbincangan dengan seorang sahabat seputar persoalan kehidupan beragama menimbulkan sebuah komentar yang mengejutkan, “Dasar Wahabi!” Meskipun kata-kata itu diucapkan dengan nada bercanda namun pernyataan itu membekas dalam hati. Benarkah aku seorang Wahabi?

Sejauh ini pengenalan akan seorang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab – dimana orang-orang yang mengikutinya dinisbatkan kepada namanya menjadi Wahabi – teramat sangat minim. Proses pembelajaran yang selama ini dilalui dan yang pemikirannya banyak mempengaruhi dan merubah alur berpikir, yang mendorong untuk terus mempelajari agama ini dari sumbernya yang asli, Al Qur’an dan As Sunnah menurut pemahaman para sahabat, adalah seorang tokoh besar Ibnu Qayyim al Jauziyah, salah seorang murid terbaik ulama sekaliber Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan bukannya Syaikh Muhammad bin Abdul wahab.

Lalu apakah karena alur pemikiran yang sejalan, orang juga akan mengatakan bahwa Ibnu Qayyim dan gurunya Ibnu Taimiyah – yang hidup jauh sebelum syaikh Muhammad bin Abdul Wahab – adalah pengikut Wahabi?

Baru kemudian teringat perbincangan dengan seorang teman yang lain, dan memang itulah yang dituduhkan kepada Ibnu Taimiyah, bahwa beliau ada seorang wahabi!

Sungguh aneh, bahkan sangat lucu. – jika tidak ingin dikatakan bodoh - Ibnu Taimiyah yang lahir tahun 661 H – 728 H dituduh sebagai wahabi, dengan kata lain sebagai pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang lahir jauh sesudahnya yaitu pada tahun 1115 H?.Siapa yang mengikuti dan siapa yang diikuti? Dengan menggunakan logika berpikir yang paling sederhana pun tuduhan itu akan terlihat sangat menggelikan!

Terlepas dari perdebatan seputar siapa mengikuti siapa, ada rasa penasaran yang mendorong untuk mencari tahu lebih lanjut, siapa sebenarnya seorang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Para ulama berkata, kenalilah seseorang melalui tulisannya. Dan itulah yang saya lakukan, mulai mencari tulisan-tulisan beliau, mencari tahu dimana letak momok menakutkan yang membuat orang begitu alergi terhadap beliau.

Adalah Kitab Tahuid, sebuah karya monumental beliau, dan kemudian disyarah oleh Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh, kitab Tiga Landasan Utama yang disyarah oleh Syaikh Utsaimin, serta Menyingkap Argumen Penyimpangan Tauhid, yang seluruhnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Komentar… ? Subhanallah!

Jika tuduhan wahabi dilekatkan kepada mereka yang membenci pengangungan kuburan, termasuk kuburan orang-orang shalih, maka aku adalah seorang wahabi!

Jika label wahabi dilekatkan kepada mereka yang berdakwah untuk memurnikan tauhid, seperti firman Allah : ”Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun“ (QS Al Mu’minuun : 59), maka aku adalah seorang wahabi!

Jika istilah wahabi disandarkan kepada mereka yang mengharamkan berdo’a kepada selain Allah mengikuti firmanNya : ”Dan janganlah kamu berdo’a kepada selain Allah, yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Yunus : 106) , maka aku ada seorang wahabi!

Jika seorang wahabi adalah mereka yang selalu berusaha menjauhkan segala macam kesyirikan sebagaimana firman Allah , ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.“ (QS An Nisa : 48), maka aku adalah seorang wahabi!

Jika sebutan wahabi dinisbatkan kepada mereka yang percaya bahwa Nabi Muhammad SAW tidak dapat memberikan syafaat melainkan dengan seizin Allah SWT sebagaimana firmanNya, ”Katakanlah: (hai Muhmmad) “Hanya kepunyaan Allah lah syafaat itu semuanya..“ (QS Az Zumar : 44) dan firmanNya : ,“ Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.“ (QS Al Baqarah : 255), ataupun firmanNy, ”Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa’at itu..“ (QS Saba : 23), maka aku adalah seorang wahabi!

Jika tuduhan wahabi dilontarkan kepada mereka yang mengharamkan segala jenis pengagungan atau keberkahan benda-benda dan tempat-tempat keramat, jimat, guna-guna termasuk segala ritual yang terkait dengannya, maka aku adalah seorang wahabi!

Jika tudingan wahabi ditujukan kepada mereka yang berusaha mengenal Allah, agama Islam dan Nabi Muhammad SAW dengan lebih baik dan mendalam seprti yang dituliskan dalam kitab Utsuluts Tsalasah (3 Landasan Utama), maka aku adalah seorang wahabi!

Dan masih ada banyak jika semisalnya yang dinisbatkan kepada mereka yang dianggap wahabi, yang secara menyeluruh berupaya memurnikan kalimat tauhid laa ilaaha illallah beserta segala aspek yang terkait dengannya berikut konsekuensinya, maka alhamdulillah, saksikanlah aku telah menjadi seorang wahabi!

Sungguh yang perlu dipertanyakan kepada mereka yang berpandangan ”miring” dan cenderung meremehkan ketika memberi cap kepada seseorang sebagai wahabi, manakala semua jika diatas dikumpulkan dan dipertanyakan kepada diri masing-masing, kalimat apakah yang akan tertera mengikuti kata maka sebagai konsekuensinya? Karena menolak semua jika diatas maka keimanan akan persaksian terhadap kalimat tauhid yang selalu diulang dalam setiap shalat, perlu dipertanyakan.

Bahkan sesungguhnya bukanlah yang memecah belah ummat ini dakwah untuk menegakkan tauhid - sebagaimana inti dakwah para nabi -melainkan dakwah lemah lembut yang membiarkan agama ini bercampur dengan segala kemusyrikan, adat istiadat, kepercayaan, bid’ah dan khurafat dengan dalih menghindari perpecahan ummat.

Wallahu a’lam
0 comments

Catatan Buat Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramliy Hadanallah Waiyyakum...!

Catatan Buat Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramliy Hadanallah Waiyyakum...!

Al-Ustadz Idrus Ramli yang semoga Allaah Subhanahu wa Ta'ala tetapkan hidayah dan taufiq kepada beliau.

Beliau saat ini sedang bermanuver mencari dukungan setelah acara dialog di Kementrian Agama, Batam beberapa hari yang lalu. Dan salah satu manuver beliau ialah dengan membuat berita dan tuduhan dusta untuk menyudutkan pihak Salafiy, salah satunya ketika beliau membuat pernyataan menghebohkan di depan jama'ahnya dengan lantang beliau katakan bahwa Al-Ustadz Zainal Abidin dan Al-Ustadz Firanda hafizhahumallaahu ta'ala kabur dari dialog. Padahal kalau kita melihat kejadian yang sebenarnya baik dari sarana video maupun audio Mp3 maka akan disaksikan kedustaan Al-Ustadz Idrus Ramli tersebut sebab bagaimana dikatakan kabur atau lari tidak ingin berdialog sementara acara selesai sesuai dengan yang di jadwalkan hingga moderatornya sendiri yang menutup kemudian asatidz Salafiy berdiri, mendatangi dan menyalami Al-Ustadz Idrus Ramli dan Al-Ustadz Thabari, lalu dimana, pada menit dan detik keberapa asatidz Salafiy kabur?

Demi Allaah, hujjah begitu kuat dari Al-Qur-an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah, sehingga beliau tidak mampu berhujjah dan membantah dengan dalil maka kedustaan yang beliau lakukan.

Kemudian manuver selanjutnya ketika beliau membuat berita di blog atau situs mereka.

Insyaa Allaahu Ta'ala akan dibahas tuntas disini.
CATATAN TERHADAP DEBAT TERBUKA DENGAN WAHABI Di KEMENAG.
Kota Batam, 28 Desember 2013.

Tulisan ini dibuat oleh : KH. Muhammad Idrus Ramli.
Batam, 30 Desember 2013.

Kemudian ditanggapi oleh Abu Mundzir Al-Ghifary hafizhahullaahu ta'ala.

Idrus Ramli berkata : 


1. Dalam dialog tersebut, perwakilan dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah sebagai pembicara, hanya al-faqir Muhammad Idrus Ramli. Sedangkan Kiai Thobari Syadzili, hanya menemani duduk, tidak diberi waktu berbicara, kecuali 1 menit menjelang acara dihentikan. Sementara dari pihak Radio Hang atau Wahabi, adalah Ustadz Zaenal Abidin dan Ustadz Firanda Andirja. Isu-isu dari kaum Wahabi, bahwa perwakilan dari Ahlussunnah adalah KH.Muhammad Idrus Ramli dan beberapa orang, adalah tidak benar. Jadi yang benar, debat 1 orang lawan 2 orang.

TANGGAPAN :
Perkataan 1 lawan 2 jelas bertentangan dengan kenyataan dari moderator kemenag sudah menyampaikan bahwa yg dari NU 2 orang dan dipersilahkan untuk berdiri dan dia berdiri berarti menyetujui dialog tsb. Tidak benar jika beliau tdk diberikan waktu bicara karena waktu yg ada sudah dibagi dengan baik oleh moderator, tapi jika yg banyak jawab adalah idrus ramli maka otomatis waktunya dihabisin sama si romli. Kmudian di akhir acara dia juga menyampaikan pendapatnya yg sbenarnya sama sekali tidak ‘ilmiyyah tidak ada hujjahnya dan menyampaikan yg ada dalam keyaqinannya tanpa memandang dalil dalil yg sudah dipaparkan kedua belah pihak.

Idrus Ramli berkata : 


2. Dalam acara dialog tersebut, semua pembicara dibatasi oleh waktu. Karenanya mungkin banyak pembicaraan Wahabi yang tidak sempat kami tanggapi, dan sebaliknya.

TANGGAPAN :
Tetapi walaupun singkat, scara garis besar sudah bisa kita lihat mana yang mengikuti dalil dan mana yang membuat jalan baru dari sisi pendalilan. Dan menggunakan dalil dalil yg tidak cocok dengan ritual yang dikerjakannya. Hingga tatkala terpepet tidak ada hujjah kmudian menggunakan perkataan perkataan ulamaa’ mereka yang jelas jelas tidak didukung oleh dalil sama skali dari hadits yg shahih.

Idrus Ramli berkata : 


3. Dalam pengantar dialognya, Ustadz Zaenal Abidin Lc, yang mewakili pihak Wahabi, mengaku sebagai warga NU (Nahdlatul Ulama) tulen. Padahal selama ini, dalam ceramah-ceramahnya ia selalu membid’ahkan amaliah warga NU. Dan ternyata, dalam dialog tersebut, Zaenal Abidin, tidak bisa menyembunyikan jatidirinya yang Wahabi. Ia menyalahkan ajaran NU seperti menerima bid’ah hasanah, melafalkan niat dalam ibadah, qunut shubuh, tahlilan (kendurenan tujuh hari), Yasinan dan Yasin Fadhilah. Silahkan pemirsa menilai sendiri dengan hati nurani. Zaenal mengaku warga NU tulen, tetapi menyalahkan semua amaliah NU.

TANGGAPAN:
Beliau dulunya adalah lulusan ponpes tambakberas jombang yang jelas jelas NU. Dan guru beliau juga NU. Jadi pada asalnya memang NU tulen. Setelah itu beliau belajar di LIPIA dan juga bermajlis dengan Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz rahimahullahuta’ala (mufti saudi arabia). Dan NU versi ustadz zainal abidin ini adalah NU Kitab bukan NU organisasi. Krna kalau NU kitab maka banyak kitab kitab yang dijadikan rujukan NU adalah kitab kitab dari para ulamaa’ ahlussunnah, smisal : al imama asysyafi’I , al imam nawawy, Ibnu Hajar atsqolany, Assuyuthi, dll.

Nah sedangkan NU organisasi jelas tidak bisa dijadikan sandaran kebenaran dalam hal ini krna dlam organisasi NU sendiri banyak perselisihan di dalamnya. Smisal Gusdur dgn muhaimin dll.
Maka yg dimaksud NU oleh ust zainal abidin adlah NU kitab, yang mana beliau juga menyimpan rapi kitab kitab NU dari guru beliau.

Idrus Ramli berkata : 


4. Delegasi dari Wahabi, Zaenal maupun Firanda, tidak menaruh hormat kepada pendapat para ulama besar sekaliber Imam Ahmad bin Hanbal, Imam an-Nawawi, al-Hafizh Ibnu Hajar dan lain-lain. Misalnya dalam bahasan bid’ah hasanah, saya mengutip pendapat Imam an-Nawawi yang menjelaskan bahwa hadits kullu bid’atin dhalalah, dibatasi dengan hadits man sanna sunnatan hasanatan. Firanda tidak menghargai pendapat Imam an-Nawawi tersebut, dan memilih berpendapat sendiri. Padahal dia, masih belum layak memiliki pendapat sendiri. Bahkan memahami karya para ulama juga sering keliru. Pembaca dan pemirsa tentu tahu, bahwa ciri khas kaum liberal atau JIL adalah menolak otoritas ulama.

TANGGAPAN :
Perkataan semisal ustadz zaenal abidin dan ustadz firanda tidak menaruh hormat kepada para ulamaa besar, dan yg semisalnya ini jelas tuduhan yang jauh dari kebenaran. Dan para pemirsa yang melihat video tersebut sangat jelas mendengar bagaimana beliau banyak menukil pendapat-pendapat dari imam nawawy rahimahullah dan para ulama’ syafi’iyyah yg lainnya. Dan bahkan tatkala beliau menukilkan perkataan dari para ulamaa’ tersebut , ust. Idrus ramli yang justru tidak mau mengikuti pemahaman imam madzhab syafi’I dan juga para ulamaa’ yg lain dalam hal pelafadzan niat. Dan justru dia menyandarkan perkataan satu imam yang dijadikan pedoman olehnya dalam keadaan imam tersebut berpendapat tanpa didukung hujjah. Dan menyelisihi imam yg lebih tinggi darinya. Kita bisa lihat bagaimana kerepotan idrus ramli dalam hal mempertahankan permasalahan pelafadzan niat. Pontang panting kesana kemari tanpa dalil sama sekali, hingga dia katakan bahwa pelafadzan niat itu bebas saja tdk ditentukan dgn lafadz tertentu, jelas ini adalah kesimpulan aqal saja yg mengada ada tanpa hujjah dan tanpa contoh sama sekali dari Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dia katakan seolah olah ustadz firanda dan ust. Zaenal memiliki ciri khas kaum liberat atau JIL yakni menolak otoritas ulama’, tentu jelas skali ini fitnah besar yg dihembuskan. Di sebelah mana beliau mengingkari otoritas ulamaa’ padahal pada diskusi di atas beliau berdua (ust. Zainal dan Ust. Firanda) selalu menukil perkataan para ulamaa’. Hanya saja mungkin yg dikehendaki oleh ramli adlah bahwa Ust. Firanda tidak mau mengikuti perkataan dari ulamaa’ yang ramli bawakan tapi malah membantah dengan perkataan ulamaa’ yang lebih tinggi darinya dan justru mematahkan hujjah yg dia bawakan. Nah jika seperti ini maka siapakah yang lebih dahulu terburu buru memvonis yaa ustaadz…??
Selama beliau berdua menempuh jalan dalam pendidikannya maka kita ktahui bersama di perpustakaan saudi terdapat kitab kitab para ulamaa’ melimpah ruah dan bahkan manuskrip aslinya juga ada. Ini semua menjadi rujukan ilmiyah yang dipakai oleh para thulab di sana. Dan apa yang beliau berdua sampaikan juga menukil dari para ulamaa’. Bagaimana mungkin anda katakan sebagaimana JIL/liberal..? Allahulmusta’an..
Dan perkataan anda dalam hal ini sungguh tidak nyambung sama sekali dengan inti persoalan.

Idrus Ramli berkata : 


5. Zaenal dan Firanda menggunakan standar ganda dalam menilai pendapat para ulama. Ketika pendapat mereka sesuai dengan semangatnya, mereka mati-matian menyerang tradisi NU, seperti dalam kasus tradisi kenduri kematian selama 7 hari, yang dihukumi makruh dalam kitab-kitab Syafi’iyah. Seakan-akan mereka lebih Syafi’iyah dari pada warga NU. Akan tetapi ketika pendapat para ulama tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, Firanda dan Zaenal menganggap pendapat tersebut tidak ada apa-apanya. Seperti dalam bahasan bid’ah hasanah. Sikap mendua seperti ini, mirip sekali dengan kebiasaan orang Syiah. Ketika hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim sesuai dengan keinginan Syiah, mereka jadikan hujjah. Akan tetapi ketika hadits-hadits tersebut berbeda dengan hawa nafsu Syiah, mereka tolak dan mereka dustakan.

TANGGAPAN :
Ucapan Idrus ramli dalam no. 5 ini sangat jauh dari kenyataan di video yang bisa kita lihat bersama. Dan apa yang ada di video ini telah mmbantah syubhat seperti ini. Jika perkataan ini disampaikan pada orang yang tidak melihat video tersebut maka dengan mudah akan mempercayai tuduhan ini, tetapi walhamdulillah apa yg tampak di video tersebut telah membantah syubhat spt ini. Dan di no. 5 ini idrus ramli menyamakan al ustadz zainal abidin dan ust. Firanda sbagaimana halnya SYI’AH. Nah tentu tuduhan ini sangatlah parah bila ditinjau dari apa yang kita saksikan di video tersebut. Kemudian masalah hadits kan sudah dijelaskan dengan gamblang banget dalam dialog tersebut, semestinya idrus ramli tidak perlu membuat pernyataan seperti ini. Krna yg idrus ramli maksudkan adalah tatkala ust. Zainal mendho’ifkan hadits yg idrus ramli bawakan. Tapi sanggahan yg idrus ramli bawakan telah terpatahkan oleh pemaparan ust. Zainal abidin. Tentu hal ini tidak bisa dijadikan sandaran bahwa ustadz zainal mapun ust. Firanda menolak dan mendustakan tanpa ‘ILMU. Dan hal ini bisa dilihat di video tersebut.

Idrus Ramli berkata : 


 6. Dalam bahasan qunut shubuh, Firanda melakukan kesalahan ilmiah ketika mengomentari tanggapan Ust. Muhammad Idrus Ramli terhadap hadits Abi Malik al-Asyja’i. Sebagaimana dimaklumi, dalam riwayat al-Tirmidzi, an-Nasa’i, Musnad Ahmad dan Ibnu Hibban, Abu Malik al-Asyja’i menafikan qunut secara mutlak, baik qunut nazilah maupun qunut shubuh. Tetapi Firanda mengatakan bahwa dalam kitab-kitab hadits, hadits Abu Malik al-Asyja’i menggunakan redaksi yaqnutun fil fajri (qunut shalat shubuh). Ternyata setelah kami periksa dalam kitab-kitab hadits, kalimat fil fajri tidak ada dalam riwayat-riwayat tersebut. Silahkan diperiksa dalam Sunan al-Tirmidzi juz 2 hal.252 (tahqiq Ahmad Syakir), Sunan al-Kubra lin-Nasa’i, juz 1 hal. 341 tahqiq at-Turki atau al-Mujtaba lin-Nasa’i juz 2 hal. 304 tahqiq Abu Ghuddah.

TANGGAPAN:
Mengenai lafadz بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ
yang dianggap idrus ramli tidak ada dalam kitab kitab hadits (YANG DIA BACA) atau menganggap ust. Zainal abidin dan ust. Firanda keliru maka kesimpulan yang terburu buru. Silahkan dicek di kitab-kitab berikut:


Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i

قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”.

“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.

Idrus Ramli berkata : 


7. Firanda memaksakan diri mengatakan bahwa hukum kenduri kematian selamatujuh hari menurut Syafi’iyah adalah makruh tahrim. Padahal dalam kitab-kitab Syafi’iyah, hukumnya adalah bid’ah yang makruh dan tidak mustahabbah, alias bukan makruh tahrim. Untuk menguatkan pandangannya, Firanda mengutip pernyataan Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, dalam Asna al-Mathalib, yang berkata “wa hadza zhahirun fit tahrim”. Ternyata setelah kami periksa, Syaikhul Islam Zakariya, masih menghukumi kenduri kematian dengan makruh atau bid’ah yang tidak mustahab (tidaksunnah). Sedangkan keharaman yang menjadi makna zhahir hadits tersebut, oleh beliau dialihkan kepada bukan tahrim. Hal ini dapat dipahami, ketika membaca dengan seksama, bahwa Syaikhul Islam Zakariya dalam pernyataan tersebut, mengutip dari Imam an-Nawawi dalam Raudhah al-Thalibin dan al-Majmu’, yang menghukumi kenduri kematian dengan bid’ah yang tidak mustahab.

TANGGAPAN:
Pernyataan idrus Ramli ini telah dibantah tuntas di sini:
28 April 2013
firanda.com/index.php/artikel/bantahan/423-dalil-bolehnya-tahlilan

Dalam pemaparan tersebut ustadz firanda telah menjelaskan panjang lebar dan mematahkanhujjah idrus ramli dan di akhir kata beliau menyatakan :
Jika memang para salaf selalu melakukan tahlilan selama tujuh hari berturut-turut, dan juga hari ke 40, 100, dan 1000 hari sebagaimana yang dipahami oleh ustadz Muhammad Idrus Ramli dan juga Kiyai Syadzily Tobari, maka kenapa kita tidak menemukan sunnah ini disebutkan dalam kitab-kitab fikih madzhab? apakah para ahli fikih empat madzhab sama sekali tidak mengetahui sunnah ini?
Jika idrus ramli mengatakan bahwa para ulamaa’ terkemuka tersebut membolehkan tahlilan, maka tidak kita temui dalam kitab kitab mereka yang menyatakan bahwa sejak zaman sahabat , tabi’in , imam yang empat telah mempraktekan tahlilan yang mereka kerjakan. Dan ini tidak ada sama sekali. Maka jelas bahwa yang mereka persangkakan itu adalah penafsiran mereka sendiri, yang pada kenyataannya tidak ada bukti sama sekali yang membenarkan persangkaan tersebut. Yakni para imam ahlussunnah tidak ada yang melaksanakan acara ibadah TAHLILAN seperti yang mereka lakukan saat ini. Allahulmuwafiq.

Idrus Ramli berkata : 


8. Zaenal Abidin, kurang memahami istilah-istilah keilmuan. Misalnya tentang qiro’ah syadzdzah (bacaan yang aneh atau menyimpang), dalam membaca al-Qur’an. Menurut Zaenal, orang yang membaca ayat al-Qur’an, apabila diulang-ulang maka termasuk qiro’ah syadzdzah yang diharamkan. Sebaiknya Zaenal belajar ilmu qiro’ah atau ilmu tafsir agar tidak keliru dalam hal-hal kecil.

TANGGAPAN:
Ustadz zaenal tidak ada menyatakan bahwa bacaan yang diulang-ulang itu adalah Qiro'ah syadzdzah. Perkataan ustadz zaenal : "... Kayak ini,ini ada yasin fadhilah,cara membacanya yasin yasin yasin yasin yasin,ini kira2 qiro'ah apa gitu lho ? Padahal Ibnul Abdil Barr saja sebagaimana yg telah dinukil Imam suyuti membaca Al-Qur'an dengan qiro'ah syadzdzah ijma' haram,APALAGI INI SYADZDZAH AJA ENGGAK. ...."
Tidak ada sama sekali pernyataan ust zaenal bahwa membaca Al-Qur'an apabila diulang-ulang maka termasuk qiro'ah syadzdzah,sepert yg Idrus Ramli tuduhkan. Silahkan lihat video Jam ke 1 menit ke 40..
Ucapan ini adalah salah sasaran, karena ustadz zainal abidinlah yang telah memaparkan kaidah kaidah tafsir berdasarkan ulamaa’ mufasiriin pada saat mudzakarah dengan sa’id aqil munawar mantan menteri agama yang videonya bisa dilihat di sini (bersambung part 1-part 10) :

youtube.com/watch?v=mZaB9cDtNaI
Kita semua termasuk idrus ramli memang harus terus belajar, akan tetapi pantaskah kita katakan kepada beliau sekaliber ust. Zainal abidin, lc hafidhahullah dengan perkataan “SEBAIKNYA zaenal belajar dst…??” yang dimaksudkan untuk merendahkan ke’ilmuan beliau. Maka sejak awal tulisan ini sudah sering idrus ramli mengucapkan kata kata yg tidak pantas seperti ini.

Idrus Ramli berkata : 


9. Dalam bahasan melafalkan niat, menurut Firanda dan Zaenal, redaksi niat harus menggunakan redaksi usholli dan nawaitu showmaghadin. Kalau redaksinya dirubah menjadi nawaitu an ushalliya atau inni shoimun, dan atau ashuumu, menurut mereka adalah salah dalam madzhab Syafi’iyah. Demikian beberapa catatan kami terhadap dialog kemarin.

TANGGAPAN:
Idrus Ramli salah faham dalam pernyataannya ini. Karena yang dimaksud ustadz zaenal abidin dan ustadz firanda adalah bahwasanya melafadzkan niat tidak berhujjah sama sekali, Maka jika dipaksa paksakan juga aneh. Ini sudah disampaikan beliau. Semisal perkataan idrus ramli yang mengatakan bahwa lafadznya bebas, nah ini dibantah dengan argumen bahwa jika ada murid yg melafadzkan selain usholli maka tentu akan disalah salahkan oleh kyainya. Dan ini ma’lum.
Di ponpes maupun di sekolahan maka tetap saja dianggap salah niat. Idrus ramli membela diri dengan mengatakan bahwa bebas saja lafadz tsb, nah inipun tanpa hujjah krna tidak pernah sama sekali hal ini ada contohnya dari Rasulullah dan para sahabatnya, bahkan para imam empat itu sendiri tidak ada satupun yang mencontohkan hal ini.
Jawabannya semakin aneh saja.
Wallahua’lam bishshowaab.

Sumber Video Dialog di Batam : https://www.youtube.com

6 comments

Mengapa Kyai ‘Aswaja’ NU Begitu Takut dengan Wahabi?

Mengapa Kyai ‘Aswaja’ NU Begitu Takut dengan Wahabi?

Penulis : muhamad karyono

Dinamika dakwah Islam di tanah air dalam tiga dekade terakhir diwarnai dengan fenomena pesatnya perkembangan dakwah salafiyah yang bertujuan mengembalikan pemahaman umat Islam kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah berdasarkan manhaj salafus saleh. Fakta demikian ternyata mengundang pobia luar biasa dari kalangan tradisionalis atau yang menyebut diri sebagai aswaja, di mana praktek-praktek keislaman mereka yang sarat pencampuradukan dengan budaya lokal mendapatkan koreksi dari kalangan salafi.

Perlu ditegaskan, makna aswaja dalam term kaum tradisionalis bukanlah satu pengamalan beragama yang meneladani Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam akidah maupun ibadah sebagaimana definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebenarnya, melainkan satu model baru keislaman yang memadukan berbagai unsur semisal mazhab ilmu kalam Asya’irah, tasawuf, dan ritual-ritual amaliah yang berasal dari warisan kultur Hindu-Budha. Maka tak heran, berkembangnya dakwah salafi dari Aceh hingga Papua mendatangkan kegelisahan dari kalangan tokoh aswaja NU yang selama ini terlanjur menikmati kedudukan begitu tinggi di tengah-tengah masyarakat ‘santri’.

Sikap pobia akut kalangan NU terhadap salafi-wahabi sejatinya sudah tergambar jelas dalam lembaran sejarah seputar berdirinya ormas tersebut. Sebagaimana diketahui, NU bermula dari satu tim panitia “Komite merembuk Hijaz” yang didirikan guna merespon peperangan Wahabi di Saudi Arabia yang berakhir dengan terusirnya Syarif Husein dari Makkah pada 1924. Kemenangan Abdul Aziz Al-Saud yang disebut berhaluan Wahabi atas Syarif Husein yang berpaham sufi merupakan pukulan telak bagi kalangan tradisionalis di manapun termasuk di wilayah Hindia-Belanda. Sebab, dengan jatuhnya Makkah ke tangan Wahabi, sama artinya dengan hilangnya kemerdekaan bagi kaum sufi-tradisionalis untuk menjalankan praktek amalan-amalan khas quburiyun di tanah suci. Pada saat bersamaan, di seantero Nusantara juga tengah berkembang dakwah pembaharuan yang dimotori oleh Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persis dengan inti dakwahnya memberantas takhayul, bid’ah, dan khurafat (TBC) serta memerangi sikap taklid buta terhadap kyai. Fakta semakin gencarnya dakwah pembaharuan Islam di tanah air, dan kembali berkuasanya kaum Wahabi di tanah suci itulah yang mendorong inisiatif para tokoh Islam tradisionalis untuk mendirikan satu wadah bersama guna melestarikan corak keberagamaan mereka. Tak cukup dengan berserikat, para pendiri ormas NU juga merasa perlu untuk merumuskan “bagaimana Islam yang benar versi mereka” hingga lahirlah istilah Aswaja untuk membungkus hakikat keberagamaan warga nahdliyin yang sarat akulturasi dengan budaya pra-Islam. Dan buat melegitimasi sikap pengultusan terhadap kyai yang memang sudah umum berlaku di kalangan nahdliyin, mereka dengan bangga mengemukakan dalil “Ulama adalah ahli waris para Nabi”. Tentu saja tafsir ulama versi aswaja NU adalah kyai yang sejalan dengan model beragama mereka, seperti demen tahlilan, yasinan, mauludan atau tawashulan dengan perantara arwah para wali. Adapun ulama di luar golongan mereka, kendati selevel ahli hadis abad moderen Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani pun ditolaknya karena fatwa-fatwanya yang justru menelanjangi kesesatan beragama mereka.

Jika kaitannya dengan perpolitikan nasional, sikap NU memang berubah-ubah. Dalam Pemilu 1955, NU yang menjelma sebagai sebuah partai politik turut serta memperjuangkan dasar negara Islam bagi republik ini. Selanjutnya, NU justru duduk mesra bersama-sama kaum nasionalis dan komunis dalam mengusung paham Nasakom. Pada Pemilu 1977, NU menyatakan berfusi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sepuluh tahun berselang, NU malah berperan sebagai penggembos PPP dengan keputusannya lewat muktamar Situbondo 1984 yang menyatakan kembali ke khittah 1926, tidak berpolitik. Realitanya, kembali ke khittah 1926 ternyata bukannya tidak berpolitik, tetapi justru berpolitik dengan menggembosi PPP. Pasca tumbangnya rezim Orde Baru, kembali ke khittah 1926 yang mereka dengung-dengungkan pun dibuang lagi. PBNU memfasilitasi lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sejumlah tokoh NU yang tidak sejalan dengan platform PKB, turut pula membidani lahirnya beberapa partai seperti Partai Nahdlatul Umat (PNU), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia (Partai SUNI). Terkait lahirnya sejumlah parpol yang saling mengklaim sebagai partainya warga NU di awal reformasi, Gus Dur pernah berkomentar, “NU itu ibarat ayam, dari pantatnya keluar telur dan tai ayam. Yang telur itu PKB, yang partai lain itu tai ayam.”

Nah, bila untuk soal politik NU bersikap pagi kedele sore tempe alias mencla-mencle, lain halnya dengan sikap mereka terhadap dakwah tauhid dan sunnah. Semenjak awal berdirinya hingga hari ini, NU selalu berada di garda terdepan dalam menentang setiap gerakan pemurnian Islam. Stigma Wahabi seakan menjadi jurus pamungkas membangun opini publik buat membangkitkan kesan horor dan radikal terhadap dakwah tauhid dan sunnah. Hari ini NU mengklaim sebagai ormas Islam yang paling toleran, sampai-sampai rela mengerahkan ribuan anak mudanya yang tergabung dalam banser untuk mengamankan perayaan malam Natal. Demi mendapatkan sebutan pluralis, tokoh-tokoh NU pun lantang mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang intinya membela eksistensi sekte-sekte menyimpang di tanah air. Demi mendapatkan predikat nasionalis dan pancasilais, sejumlah kyai NU rela blusukan keluar masuk kelenteng atau gereja. Namun semangat ‘toleran, pluralis, nasionalis, dan pancasilais’ yang selalu mereka bangga-banggakan, tiba-tiba berubah 180 derajat kala mereka berhadapan dengan kalangan salafi-wahabi.

Beragam cara mereka gunakan untuk membendung dan mendiskreditkan dakwah wahabi. Akan tetapi, semakin dibendung, dakwah wahabi justru makin tak terbendung. Semakin difitnah, justru semakin banyak yang tercerahkan dengan dakwah wahabi. Pada tahun 2009 misalnya, rumah sejumlah penganut salafi di Gerung, Lombok Barat diserang warga yang masih jahil dengan Sunnah. Kejadian ini bukan kali pertama terjadi di provinsi NTB. Namun dengan peristiwa tersebut, yang kemudian diliput luas oleh sejumlah media nasional justru menyebabkan masyarakat semakin familiar dengan istilah “salafi-wahabi” dan ujung-ujungnya mereka penasaran mencari tahu, apa sih sebetulnya salafi-wahabi itu. Munculnya radio Rodja dan Rodja TV sebagai salah satu media dakwah salafi yang memantik reaksi para tokoh sufi-tradisionalis untuk memperingatkan jamaahnya agar tidak mendengarkan dan menonton siaran tersebut, rupanya malah menjadi iklan gratis yang menyebabkan radio Rodja dan Rodja TV kian dikenal luas. Upaya-upaya sejumlah kyai NU yang berusaha menyebarkan opini di tengah masyarakat soal sesatnya ajaran salafi-wahabi justru berujung pada turun tangannya MUI meneliti gerakan tersebut, dan hasilnya MUI Jakarta Utara dengan tegas menyatakan “Salafi bukan aliran menyimpang”. Begitu pula opini public (baca penyesatan public) yang coba dibangun kang Said Agil Siraj ketum PBNU yang alumni Saudi, bahwa ideology wahabi merupakan akar dari terorisme di tanah air pun mentah di tengah jalan. Nyatanya, dalam beberapa tahun terakhir dakwah salafiyah justru semakin berkembang di kalangan aparat pemerintahan. Bahkan tak jarang para da’i salafi memberikan tausiyah di masjid Mabes Polri, masjid Polda Metro Jaya, atau masjid PTIK. Teranyar, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) malah mendatangkan ulama salafi murid Syaikh Albani, yakni Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi untuk berdakwah kepada para napi terpidana teroris agar kembali kepada pemahaman Islam yang haq. Mungkin masih lekat pula dalam benak kita, tatkala di penghujung 2009 taklim Ustadz Zainal Abidin, da’i salafi mantan santri tambak beras di Masjid Amar Ma’ruf Bekasi yang membedah buku JihadMelawanTeror diserang sejumlah orang yang ditengerai sebagai simpatisan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). Dengan demikian, jelas sudah beda antara salafi dengan takfiri. Kaum salafi menyeru kepada tauhid, sunnah, dan pemahaman sahabat Nabi yang di dalamnya termasuk ketaatan terhadap pemerintah kaum Muslimin. Sedangkan jamaah takfiri meyeru kepada pengkafiran terhadap pemerintah RI serta hasutan untuk membenci atau bahkan memberontak terhadap pemerintah.

Lantas, apa yang menyebabkan kyai aswaja NU begitu membenci salafi dan ketakutan dengan pesatnya perkembangan dakwah salaf? Apabila kita mencermati sejarah dakwah para Rasul, niscaya akan dijumpai bahwa kelompok yang paling keras menentang dakwah tauhid para Rasul tersebut adalah mereka yang selalu menamakan dirinya sebagai “pembela ajaran nenek moyang”. Begitu pula kita dapati hari ini, yang paling keras menentang dakwah salaf yang mengajak umat Islam untuk memurnikan peribadatan kepada Allah, adalah kelompok yang menamakan dirinya sebagai “pemelihara tradisi nenek moyang.” Selanjutnya, berkembangnya dakwah salafiyah di tengah masyarakat sama artinya dengan terbongkarnya klaim dusta Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang selama ini mereka gembar-gemborkan. Nyatanya, yang mereka praktekkan bukanlah akidah dan amaliah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya, melainkan amalan-amalan Ahli bid’ah wal firqah, entah itu firqah Asy’ariyah, shufiyah, quburiyah, batiniyah, filsafat, hingga kejawen yang saling bercampur aduk. Dan terakhir, tentu saja dengan tersebarnya pemahaman salafiyah di tengah masyarakat akan menyebabkan jatuhnya status social kyai tradisionalis yang selama ini menikmati sikap pengultusan luar biasa dari kaum santri maupun masyarakat awamnya, dan ujung-ujungnya turut pula mematikan income sebagian kyai yang juga rangkap profesi sebagai ‘dukun berjubah’.

Sekiranya para kyai aswaja NU mau menanggalkan hawa nafsu dan sikap fanatisme yang membabi buta terhadap tradisi leluhur mereka, niscaya mereka bakal mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dai salafi yang telah meluruskan makna Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang selama ini mereka pahami secara keliru.

1 comments

Dakwah Salaf di Batam Saat Ini Sedang Terfitnah

Dakwah salaf di Batam saat ini sedang terfitnah

Dakwah Salaf di Batam Saat Ini Sedang Terfitnah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته، أما بعد

 Terus terang dengan berat ana harus menceritakan ini semua kepada antum yang ada di sini. Ana cuma mau menceritakan bahwa pada saat kita akan mengatakan sesuatu yang haq adalah bukan hal yang mudah. Saat ini kami terutama yang sedang berdakwah melalui jalur radio terutama Hang FM khususnya dan dakwah Salafy pada umumnya sedang menghadapi ujian berat, dimana saat ini sedang berkembang suatu fitnah keji terhadap dakwah Salafy khususnya di Batam.

Sudah berbagai macam cara dilakukan dengan mengatakan bahwa ajaran Salafy ini Sesat dan Menyesatkan, mudah mengkafirkan orang, kemudian ajaran ini merupakan agama baru, dan agar setiap mesjid di Batam mewaspadai gerakan Salafy ini. Subhanallah ......!!!
Dan puncaknya kemaren Selasa tgl 21 (Juni 2005) Persatuan Imam Mesjid Batam dengan dimotori oleh Ustad AR. S.Ag serta mendatangkan beberapa orang ulama dan Ketua Pengadilan Agama Batam melakukan pertemuan dan pada forum saat itu kami dihujat habis-habisan dengan melontarkan beberapa kata-kata kasar dan cenderung provokatif. Ironisnya hal ini justeru disampaikan oleh Ketua Pengadilan Agama Batam yang menurut kami seharusnya dapat memberikan contoh yang baik terhadap tersiarnya suatu dakwah.
Gerakan fitnah ini dimotori oleh salah satu Ustad yang Notabene adalah Imam Mesjid Raya Batam yaitu ustad AR. S.Ag. (Ana sengaja hanya menyebutkan initialnya saja).

Kami semua heran apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh Ustad ini dan sudah beberapa kali kami mencoba untuk bertemu dengan mereka tetapi selalu ditolak dengan berbagai macam alasan. Sehingga kami menganggap Ustad ini memang memiliki pretensi pribadi yang tidak baik terhadap dakwah Salafy yang terus berkembang dengan pesat di Batam.

Kalau ana boleh ceritakan memang ada beberapa hal yang melatarbelakangi kenapa ustad ini terkesan membenci dakwah Salafy. Pada kedatangan Ustad Hakim petama ke Batam (tanggal 22 April, dan pada saat itu beliau diminta untuk mengisi Khutbah Jum'at di Masjid Raya. Kemudian Ustad Hakim bersedia untuk mengisi khutbah Jum'at. Tapi setelah pelaksanaan sholat Jum'at selesai Ustad AR ini meminta agar para jema'ah untuk melakukan sholat Dzuhur lagi dgn alasan bahwa Khutbah Ustad Hakim tidak memenuhi kriteria Khutbah Jum'at yang sesuai dengan tertib yang biasa dilakukan dan tidak melakukan rukun yang telah ditetapkan.

Sesungguhnya pada waktu itu kita sudah minta ketemu dan minta penjelasan (Klarifikasi) kenapa membatalkan ibadah seseorang sebab menurut Ustad Hakim membatalkan ibadah seseorang adalah suatu perkara yang serius dan bukan perkara kecil. Tapi pada saat itu Ustad AR ini tidak mau ditemui, dan kita anggap persoalan ini sudah selesai.

Sorenya pada hari dan tanggal yang sama sebelum Shalat Ashar pada saat Daurah, Ustad Hakim juga telah mencoba mengklarifikasi persoalan tersebut dengan mengemukakan bagaimana sesungguhnya Khutbah Jum'at itu dan juga lengkap dengan dalil-dalilnya.

Setelah kejadian itu ramai berkembang di kalangan khalayak mengenai dakwah Salafy ini. Karena kami menganggap persoalan di atas sudah selesai maka kami pun terus melanjutkan daurah melalui radio. Yang waktu itu selain Ustad Hakim juga hadir Ustad Mubarok dari Surabaya.

Tetapi ternyata persoalannya tidak berhenti sampai di situ saja dan berbagai fitnah pun berkembang sehingga berdasarkan informasi yang didapat dari ikhwan-ikhwan sampailah berita tidak mengenakkan tersebut ke telinga Ustad Hakim.

Setelah mendengar hal negatif tersebut Ustad Hakim waktu itu dengan inisiatif pribadi ingin kembali ke Batam demi ingin melakukan klarifikasi agar para jamaah Batam tetap tenang dikarenakan fitnah itu semakin santer terdengar di berbagai kalangan.

Dan akhirnya beliau pun datang pada tanggal 28 Mei bersama Ikhwan-ikhwan kita dari BEJ (Bursa Efek Jakarta). Pada saat itu kembali menghubungi Ustad AR tersebut dengan harapan dia mau ketemu dgn Ustad Hakim di Mesjid Raya Batam. Dan antum bisa bayangkan bagaimana seriusnya Ustd Hakim menghadapi persoalan ini sampai-sampai beliau menunggu Ustad AR tsb dari mulai Ba'da Dzuhur sampai Isya', tapi tetap saja nggak nongol. Sampai akhirnya kita terpaksa melakukan klarifikasi melalui Hang FM dengan harapan agar yang bersangkutan mendengar siaran tersebut. Dan pada akhirnya kita berkesimpulan sekualitas apa sesungguhnya Ustad tersebut.

Hal lain yang memicu bertambahnya kebencian itu ketika kami memutarkan rekaman Ustad Rasul bin Dahry dari Singapore di Radio Hang FM. Dimana Ustd Rasul waktu itu menyinggung masalah “Berzanji” yaitu suatu ritual yang dilakukan olah hampir sebagian besar masyarakat Melayu ketika akan melaksanakan syukuran atas kelahiran seorang anak. Pada saat itu dari Pihak Hang FM dipanggil oleh pihak MUI dan diminta untuk mengklarifikasi mengenai hal tersebut. Dan waktu itu kebetulan Ustad Abu Yahya ada di Batam dan bersama dengan Ustad Abu Fairuz dan beberapa rekan maka kita memenuhi undangan MUI tersebut. Dan suasana yang terjadi sesungguhnya sangat enak dan cair sampai pada kesimpulan bahwa MUI mendukung dakwah kita.

Dan kita pun dari pihak Hang FM juga memberikan kesempatan apabila ada informasi yang ingin disampaikan kepada para umat di Batam maka dengan senang hati kita pun akan membantu mefasilitasinya dengan menggunakan media radio.

Dan salah satu bentuk dukungan tersebut adalah ketika Ustad Abu Ikhsan Al-Atsary dan Ustd Rasul Bin Dahri memberikan Daurah pada tanggal 18-19 Juni pihak MUI yang membuka acara tersebut.

Tapi apa yang terjadi Selasa kemaren, jauh dengan yang kita bayangkan, dimana pada saat itu mereka tampaknya dengan mudahnya menghakimi kita sesat, dan meminta kita menutup radio Hang FM. Berbagai macam hujatan diterima, dan berbagai fitnah dilontarkan di depan jemaah Mesjid se Batam dan dengan nada provokasi yang menurut ana jauh sekali dari akhlak seorang Muslim.

Sampai ada omongan kalau MUI tidak mau mengambil sikap maka mereka akan menuntut ketua MUI Batam mundur dan mereka akan bertindak dengan cara mereka sendiri ...Masya Allah...... apakah ini figur seorang Muslim itu......

Padahal kita sudah berkali-kali menyampaikan baik secara langsung ataupun melalui radio, apabila mereka memiliki suatu dalil yang lebih shahih dan tepat maka kita siap merujuk… Bahkan Ustad kita di sini pun dengan besar hati mengatakan itu…, Tapi malah mereka salah tanggap dan dianggap kita menantang… Inalillahi wa Innailaihi Raji’un.

Saat ini kita sedang cooling down, dan seiring dengan himbauan kepala daerah tentang minggu tenang PILKADA maka radio dihimbau untuk tidak mengudara, dan mulai malam kemaren kita tidak akan mengudara sampai pada tanggal 3 Juli nanti setelah pelaksanaan PILKADA selesai perhitungannya nanti.

Begitulah sedikit sharing dari ana, bagaimana hambatan melakukan dakwah di Batam, semoga hal ini tidak terjadi buat antum-antum di daerah lain.

Dan semoga kami selalu diberi kesabaran dan tetap Istiiqomah dalam menjalankan da’wah yang Haq ini.

Jazzakallahu Khairan Katsiro
Wassalamu’laikum
30 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger