ANTARA AT & AH (Masukan untuk al-Ustadz al-Fadhil Adi Hidayat MA hafidzohullah)
Oleh : al-Ustaadz Dr Firanda Andirja, MA
BAGIAN PERTAMA : Aqidah Qodariyah AH tentang masalah Taqdir
Beberapa waktu yang lalu sempat muncul
kritikan dari seorang ustadz AT terhadap ustadz AH. Lalu muncul
komentar-komentar yang buruk dan menganggap ustadz AT hasad dan dengki
kepada ustadz AT. Tentu seseorang berusaha untuk berprasangka baik
terhadap saudaranya yang mengkritik. Jika kritikannya baik hendaknya
diterima dengan baik dan segera berusaha memperbaiki diri. Namun jika
kritikannya keliru maka silahkan kritikan tersebut dikritiki kembali.
Toh para ulama sejak dahulu hingga sekarang saling mengkritiki, saling
memperbaiki satu dengan yang lainnya, saling mengingatkan satu dengan
yang lainnya.
Alhamdulillah masing-masing baik AT maupun AH sudah memunculkan
klarifikasi atau komentar atas apa yang telah bergulir. Dan AH pun telah
menyatakan siap untuk diberi masukan.
Untuk menanggapi -sedikit kegaduhan ini- maka penulis bertekad untuk
turut berpartisipasi memberi masukan kepada al-Ustadz AH hafizohullah,
semoga bermanfaat. Dan penulis juga menyadari bahwa tidak ada yang luput
dari kesalahan, termasuk penulis yang juga tidak luput dari kesalahan,
akan tetapi hal ini tidak menghalangi punulis untuk memberi masukan dan
juga diberi masukan demi kemasalahatan umat, dan menjauhkan umat dari
segala kesalahan sejauh-jauhnya, baik kesalahan dalam aqidah atau yang
lainnya.
Dalam ceramah ustadz AH yang mulia dengan judul :
Perbedaan antara
Taqdir dan Qodarullah
https://www.youtube.com/watch?v=p5g7e_o7dJM
Al-Ustadz AH berkata (menit 0:27) : “Yang seperti ini aliran
qodariyah, semua terserah Allah semuanya terserah Allah, bahkan tidak
mungkin saya bersin kecuali Allah berkehendak, tidak mungkin saya minum
kecuali Allah berkendak. Tapi kesimpulannya ini salah, Anda harus
membendakan antara qodar dengan taqdir. Kehendak Allah yang tidak ada
intervensi kita di dalam itu disebut qodar, contoh tentang ajal
seseorang....”
(Komentar : AH keliru, kelompok yang seperti itu namanya bukan qodariyah tapi jabariyah)
Beliau berkata (pada menit 1:29) :”Taqdir itu adalah ketetapan Allah
yang dikukuhkan ditetapkan berdasarkan ikhtiar makhluk. Jadi kita
ikhtiar dulu baru Allah menetapkan. Jadi bukan seketika Allah
menetapkan...”
(Pada menit 2:37) “Jadi ada sesuatu yang kehendak Allah tidak mutlaq
disitu, kehendak Allah bergantung ikhtiar yang kita kerjakan...”
Dalam ceramah AH yang lain dengan judul :
Apakah jodoh termasuk taqdir
(https://www.youtube.com/watch?v=anabATdqrWQ)
(pada menit : 0.50) : “Sedangkan taqdir adalah ketetapan Allah yang
dikukuhkan atas ikhtar makhluk, jadi ada usaha kita dulu, usaha baru
Allah tetapkan.... dan jodoh termasuk taqdir”
KRITIKAN :
Apa yang diutarakan oleh al-Ustadz AH adalah aqidah al-Qodariyah.
Sesungguhnya semua yang terjadi di alam semesta ini baik makan dan minum
maupun bersin, iman dan kufur, jodoh, rizki dan ajal semuanya
dikehendaki dan telah ditetapkan oleh Allah.
Allah berfirman :
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan taqdir (QS al-Qomar : 49)
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan taqdir (segala sesuatu)nya (QS Al-Furqon : 2)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat taqdir para makhluq 50 ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumu, (HR Muslim No. 2653)
Nabi juga menjelaskan bahwa amal sholeh maupun amal buruk, masuk
surga maupun masuk neraka semuanya telah ditaqdirkan oleh Allah. Tidak
ada bedanya hal ini dengan masalah rizki dan ajal yang juga telah
ditaqdirkan. Beliau bersabda :
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ
يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُوْنُ
مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيُنْفَخُ
فِيْهِ الرُّوْحُ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ : بِكَتْبِ رِزْقِهِ
وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ
إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ
عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا
يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا (رواه
البخاري ومسلم)
Sesungguhnya (fase) penciptaan kalian dikumpulkan dalam perut ibunya
selama 40 hari (dalam bentuk) nutfah (sperma), kemudian selama itu (40
hari) menjadi segumpal darah kemudian selama itu (40 hari) menjadi
segumpal daging, kemudian diutuslah Malaikat, ditiupkan ruh dan dicatat 4
hal: rezekinya, ajalnya, amalannya, apakah ia beruntung atau celaka.
Demi Allah Yang Tidak Ada Sesembahan yang Haq Kecuali Dia, sungguh di
antara kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk jannah (surga)
hingga antara dia dengan jannah sejarak satu hasta kemudian ia didahului
dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk an-Naar
(neraka), sehingga masuk ke dalamnya (an-Naar). Sesungguhnya ada di
antara kalian yang beramal dengan amalan penduduk an-Naar, hingga antara
dia dengan an-Naar sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan
catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk jannah (surga)
sehingga masuk ke dalamnya (jannah) (HR al-Bukhari dan Muslim)
Pernyataan AH : “Yang seperti ini aliran qodariyah, semua terserah
Allah semuanya terserah Allah, bahkan tidak mungkin saya bersin kecuali
Allah berkehendak, tidak mungkin saya minum kecuali Allah berkendak.
Tapi kesimpulannya ini salah, Anda harus membendakan antara qodar dengan
taqdir. Kehendak Allah yang tidak ada intervensi kita di dalam itu
disebut qodar, contoh tentang ajal seseorang....”
Demikian juga pernyataan AH : “Jadi ada sesuatu yang kehendak Allah
tidak mutlaq disitu, kehendak Allah bergantung ikhtiar yang kita
kerjakan...”
Adalah pengingkaran terhadap taqdir. Diantaranya :
- Menganggap ada kehendak Allah yang tidak mutlaq
- Menganggap manusia bisa ikut intervensi dalam keputusan Allah, bahkan keputusan Allah tergantung kehendak manusia
Padahal Allah berfirman :
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki
Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
(Al-Insan : 30)
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam (At-Takwir : 29)
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. (QS Yunus : 99)
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ
وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.
Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki
langit. (QS Al-AN’aam : 125)
Nabi Nuuh berkata kepada kaumnya :
وَلَا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ
Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi
nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah
Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan" (QS Huud : 34)
مَنْ يَشَأِ اللَّهُ يُضْلِلْهُ وَمَنْ يَشَأْ يَجْعَلْهُ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya
disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya
petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus
(QS Al-An’aam : 39)
Diakhir zaman para sahabat mulailah muncul kelompok qodariyah yang
sulit menerima dengan akal mereka bahwa semuanya telah ditaqdirkan oleh
Allah, dan kelompok ini telah diingkari oleh Ibnu Umar.
Tatkala seseorang berkata kepada Ibnu Umar :
أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ... وَأَنَّهُمْ
يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ، وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ
“Wahai Abu Abdirrahman (Ibnu Umar), sesungguhnya telah muncul dari
sisi kami (di Iraq) sekelompok orang yang membaca al-Qur’an dan
mendalami ilmu...dan bahwasanya mereka menyangka bahwa tidak ada qodar,
dan bahwasanya perkara adalan baru”
Imam An-Nawawi menjelaskan pernyataan mereka ini :
أَيْ مُسْتَأْنَفٌ لَمْ يَسْبِقْ بِهِ قَدَرٌ وَلَا عِلْمٌ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى وَإِنَّمَا يَعْلَمُهُ بَعْدَ وُقُوعِهِ
“Yaitu perkara baru tidak didahului oleh takdir dan tidak ada
diketahui oleh Allah, akan tetapi Allah mengetahuinya setelah terjadi”
(Syarah Shahih Muslim jilid 1 halaman 138, letaknya di bagian kanan atas
kalau di cetakan milik penulis)
Mereka menganggap bahwa perkara belum ditaqdirkan, Allah baru
mentaqdirkan (mengkukuhkan/menetapkan) kecuali setelah hamba berbuat.
Dan ini sama persis dengan pernyataan ustadz AH “Keputusan Allah baru
dikukuhkan setelah ikhtiar/perbuatan manusia”.
Karenanya qodariyah dijuluki dengan majusi umat ini, karena
menganggap ada penentu keputusan di alam semesta selain Allah. Apalagi
menyatakan bahwa kehendak manusia yang menentukan keputusan Allah?!.
Apa komentar Ibnu Umar terahadap pernyataan qodariyah di atas ?, beliau berkata :
فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ،
وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ
عُمَرَ «لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا
قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ»
“Jika engkau bertemu dengan mereka maka kabarkanlah kepada mereka
bahwasanya aku berlepas diri dari mereka, dan bahwasanya mereka berlepas
diri dariku. Dan demi Dzat Yang Ibnu Umar bersumah denganNya,
seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud
lalu ia infaqkan maka tidak akan diterima oleh Allah hingga ia beriman
dengan taqdir” (Shahih Muslim halaman 24 hadits no 1, letaknya si bagian
buku sebelah kanan agak kiri atas)
Semoga bermanfaat, dan semoga Allah menjaga aqidah kita. Aaamiin
Yang benar dari Allah, yang salah dari kesilapan penulis, semoga Allah
menunjukkan kita semua kepada jalan yang lurus. (bersambung)
Jakarta, 01-07-1438 H / 29-03-2017
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda