Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

_ MENGAPA CINTA TAK SEINDAH DULU ? _

_ MENGAPA CINTA TAK SEINDAH DULU ? _

Tatkala dua anak manusia saling menjalin hubungan asmara yang tidak halal alias pacaran, maka semua yang ada pada diri kekasihnya tampak indah dipandang mata. Senyumnya, tawanya, bicaranya cemberutnya, marahnya, menangisnya, duduknya, berdirinya, berjalannya, tidurnya, serta semua yang ada dari ujung rambut sampai ujung kaki; segalanya tampak begitu indah mempesona. Seolah sang kekasih tak memiliki cacat cela apapun. Indah dan sempurna. Rasa cinta pun begitu menggelora. Seolah ingin memiliki seutuhnya. Tak ingin melepasnya. Ingin selalu menjaganya. Tak ingin menyakitinya.

Namun, setelah keduanya bertemu dalam ikatan pernikahan, dan bahtera rumahtangga baru berjalan 4 atau 5 bulan, semuanya seakan berubah total. Segala yang terlihat kini seakan tak menyisakan warna indah lagi. Pesona itu telah memudar. Gelora cinta yang pernah ada, rasa rindu yang dulu menggebu, kini entah kemana hilang berlalu.

Di saat cinta itu telah halal oleh pernikahan, justru segalanya terasa membosankan. Tak ada lagi hasrat ingin memiliki. Segala yang ada pada pasangannya kini tak lebih dari lukisan buram yang menjenuhkan. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, semuanya tak lagi menarik dipandang.

Ada apa ini? Apa sesungguhnya yang terjadi? Mengapa cinta itu tak seindah dulu lagi? Mengapa saat masih pacaran, semuanya terlihat begitu indah, namun setelah menikah malah tak indah lagi?

Ketahuilah..... Itulah cinta yang semu. Cinta yang dibingkai dari nafsu syahwat semata. Cinta yang tumbuh bersemi dari tiupan, bisikan, dan godaan syaithon. Cinta yang tidak bersumber dari oase iman, tidak atas nama Allah, tidak dengan cara yang diridhoi oleh Allah.

Saat masih masa pacaran, segalanya tampak begitu indah; karena syaithonlah yang menghias-hiasi pasangannya. Syaithon telah menyihir pandangan mata agar segala yang terlihat pada diri sang kekasih tampak indah semuanya. Tidak ada lain tujuan syaithon kecuali agar manusia yang berpacaran itu semakin jatuh terperosok dalam kubang perzinaan.

Namun, setelah menikah, sang kekasih tak lagi indah, tak lagi menarik, tak lagi mempesona. Hal ini karena syaithon sudah tidak lagi menghias-hiasi pasangan yang sudah halal. Justru sebaliknya, syaithon beralih strategi. Tidak lagi menghias-hiasi; namun justru menjelek-jelekkan sang kekasih yang telah halal. Jadilah segala yang ada pada kekasih tampak jelek dan membosankan. Matanya jelek, hidungnya, bibirnya, wajahnya jelek, tangan, kaki, badan, semuanya jelek. Senyumnya, ketawanya, duduknya, berdirinya, berjalannya, semuanya juga jelek. Kalau sudah seperti ini keadaannya, maka terjadilah perselingkuhan atau perceraian. Karena dia merasa tak lagi bahagia bersama pasangannya. Karena nafsu syahwatnya tak lagi menemukan keindahan pada kekasihnya.

Inilah realita yang banyak terjadi pada pasangan rumahtangga yang mengawali mahligainya dengan cara yang keliru dan haram, yaitu pacaran. Artis-artis itu adalah contoh paling riil untuk kasus semacam ini. Kawin cerai, kawin cerai.

Lihatlah para artis itu. Saat masih pacaran, terlihat amat mesra dan romantis. Dunia seakan milik berdua. Seakan tak mungkin terpisahkan. Sehidup semati. Seia sekata. Sumpah dan janji cinta pun berhamburan mewarnai kisah kasih yang nista tersebut.

Namun, setelah menikah, dengan dana milyaran rupiah, baru berjalan sekian bulan, rumahtangga mulai goncang, kacau, ribut, hingga biduk pun tenggelam dalam lautan angkara murka. Cerai !

Sungguh berbeda halnya bila mahligai itu tercipta dengan cara yang halal dan penuh ridho Allah. Dimulai dari ta'arruf syar'i, proses nazhor, khithbah, hingga berakhir di pelaminan. Semuanya sesuai tuntunan Islam.

Masing-masing pihak pun saling menerima kelebihan dan kekurangan pasangan. Penilaian lebih ditekankan pada aspek akhlaq dan agama serta kecukupan ekonomi yang sewajarnya; bukan melulu klik secara fisik. Jadilah hati menerima kehadirannya karena Allah semata. Cinta karena Allah. Menikah karena Allah.

Maka, proses yang halal seperti ini, insyaAllah tak ada bagian syaithon di dalamnya. Kalaupun ada, itupun sangat sedikit dan tidak banyak berpengaruh.

Jadilah mahligai pernikahan yang dibangun semata karena Allah, cinta karena Allah, insyaAllah akan jauh lebih awet, tenang, damai, dan bahagia. Semakin hari semakin indah. Indah yang sesungguhnya. Indah yang terpancar dari rahmat Rabb Yang Maha Indah. Bukan indah yang merupakan manipulasi dari hiasan syaithon.

Akhir kata, jika kita mendambakan jalinan rumahtangga yang indah seutuhnya, sakinah mawaddah wa rahmah, ada 2 hal utama yang patut kita perhatikan:

1. Jangan membangun rumahtangga dari pondasi yang haram, yaitu pacaran. Karena siapa yang membangun mahligai dari budaya pacaran, sejatinya ia telah melibatkan syaithon sebagai arsitekturnya.

2. Jika berumahtangga dari proses ta'arruf syar'i, maka jangan menjadi pemuja fisik. Fisik memang perlu. Tapi bukan segalanya. Lihatlah agama dan kecukupan ekonomi sewajarnya.

Semoga bermanfaat.

Sumbe: Akun FB Al Ustadz Ammi Ahmad Alawi ACC
Silakan Share Artikel Ini :

Post a Comment

Perihal :: Mukhtar Hasan ::

لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا

Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.

Atau silahkan gabung di Akun facebook saya

================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda

 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger