MACAM-MACAM KHIYAR (HAK PILIH) DALAM AKAD JUAL BELI (Bagian Pertama)
Oleh: Muhammad Wasitho, Lc
Khiyaar |
Dalam praktik jual beli ada kalanya terjadi penyesalan di antara pihak penjual dan pembeli disebabkan kurang hati-hati, tergesa-gesa, penipuan atau faktor lainnya.
A. PENGERTIAN KHIYAR
Secara bahasa, khiyar artinya: Memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara umum artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.
Sedangkan menurut istilah ulama fiqih, khiyar artinya: Hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang Disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.
B. HIKMAH DISYARIATKANNYA KHIYAR
Khiyar ini sangat penting dalam transaksi untuk menjaga kepentingan, kemaslahatan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan kontrak serta melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi mereka. Dengan demikian khiyar disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi kepentingan yang timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia.
Hikmah-hikmah yang mengharuskan melakukan khiyar, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
1. Untuk membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian.
2. Supaya pihak penjual dan pembeli merasa puas dalam urusan jual beli.
3. Untuk menghindarkan terjadinya penipuan dalam urusan jual beli
4. Untuk menjamin kesempurnaan dan kejujuran bagi pihak penjual dan pembeli.
C. MACAM-MACAM KHIYAR (HAK PILIH)
Khiyar dalam akad jual beli itu banyak sekali macamnya. Menurut ulama Hanafiyah jumlah khiyar ada 17 macam. Ulama Malikiyah membagi khiyar menjadi dua bagian yaitu khiyar at-tarawwi (melihat, meneliti), yakni khiyar secara mutlak dan khiyar naqishah (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan atau aib pada barang yang dijual. Ulama Syafi’iyah berpendap bahwa khiyar terbagi dua; Pertama, khiyar at-tasyahhi, yakni khiyar yang menyebabkan pembeli memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua, khiyar naqhisah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam pembuatan atau pergantian. Sedangkan ulama Hanabilah berpendapat khiyar itu ada delapan macam, yaitu; Khiyar Masjlis, Khiyar Syarat, Khiyar Ghubn, Khiyar Tadlis, Khiyar Aib, Khiyar Takhbir Bitsaman, Khiyar bisababi takhaluf, Khiyar ru’yah. (Lihat Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaili, , JUz IV, Hlm. 519-522, Damaskus, Dar Al-Fikri, cet. Ke-2 th.1985).
Namun untuk kajian kita kali ini hanya akan dibahas dua macam khiyar, yaitu khiyar majlis dan khiyar syarat. Sedangkan macam-macam khiyar lainnya akan kita bahas pada edisi mendatang, insya Allah.
Pertama: Khiyar Majlis (Hak Pilih di Lokasi Perjanjian)
Yang dimaksud dengan khiyar majlis adalah hak pilih bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian untuk membatalkan perjanjian atau melanjutkannya selama belum beranjak dari lokasi perjanjian.
Khiyar majlis ini sah menjadi milik si penjual dan si pembeli semenjak dilangsungkannya akad jual beli hingga mereka berpisah, selama mereka berdua tidak mengadakan kesepakatan untuk tidak ada khiyar, atau kesepakatan untuk menggugurkan hak khiyar setelah dilangsungkannya akad jual beli atau seorang di antara keduanya menggugurkan hak khiyar-nya, sehingga hanya seorang yang memiliki hak khiyar.
Khiyar ini terbatas hanya pada akad-akad yang diselenggarakan oleh dua pihak seperti akad muawazhot (tukar menukar seperti jual beli) dan ijaroh (persewaan).
Landasan dasar disyariatkannya khiyar ini adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 332 no: 2112, Muslim 1163 no: 44 dan 1531, dan Nasa’i VII: 249).
Dan haram meninggalkan majlis (tempat berlangsungnya akad/perjanjian) kalau khawatir dibatalkan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ
“Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 2895, ‘Aunul Ma’bud IX: 324 no: 3439 Tirmidzi II: 360 no: 1265 dan Nasa’i VII: 251).
Kedua: Khiyar Syarat (hak pilih berdasarkan persyaratan)
Yaitu kedua orang yang sedang melakukan transaksi jual beli mengadakan kesepakatan menentukan syarat, atau salah satu di antara keduanya menentukan hak khiyar sampai waktu tertentu, maka ini dibolehkan meskipun rentang waktu berlakunya hak khiyar tersebut cukup lama.
Dasar disyariatkannya hak pilih ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَخْتَارَا
“Sesungguhnya dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya dengan akad khiyar.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 326 no: 2107, Muslim III: 1163 no: 1531 dan Nasa’i VII: 248).
Dan juga berdasarkan hadits Habban bin Munqidz radhiyallahu ‘anhu. Ia sering kali tertipu dalam jual beli karena ketidak-jelasan barang jualan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kepadanya hak pilih. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ
“Kalau engkau membeli sesuatu, katakanlah, ‘Tidak ada penipuan’.” (HR. Bukhari dalam kitab al-buyu’, bab ma yukrahu min al-khida’ fi al-bai’, no.2117, dan dalam kitab al-hiyal, no.4964; dan Muslim dalam kitab al-buyu’, bab man yukhda’u fil bai’, no.1533).
Dari sisi lain, terkadang memang amat dibutuhkan adanya hak pilih semacam ini, ketika pengalaman berniaga kurang dan perlu bermusyawarah dengan orang lain, atau karena alasan lainnya. Kemudian para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan masa tenggang memutuskan pilihan tersebut. Ada di antara ulama yang membatasi hanya tiga hari saja. Ada juga yang menyatakan boleh lebih dari itu, tergantung kebutuhan.
Hak pilih ini juga bisa dimiliki oleh selain pihak-pihak yang sedang terikat dalam perjanjian menurut mayoritas ulama demi merealisasikan hikmah yang sama dari disyariatkannya persyaratan hak pilih bagi pihak-pihak yang terikat tersebut. Pendapat ini ditentang oleh Zufar dan Imam Asy-Syafi’i dalam salah satu pendapat beliau. Namun pendapat mayoritas ulama dalam persoalan ini lebih tepat.
Hak pilih persyaratan masuk dalam berbagai perjanjian permanen yang bisa dibatalkan. Adapun akad nikah, thalaq (perceraian), khulu’ (gugatan cerai dari istri) dan sejenisnya tidak menerima hak pilih yang satu ini, karena semua akad tersebut secara asal tidak bisa dibatalkan. Demikian pula hak pilih ini (khiyar syarat) tidak berlaku pada akad atau perjanjian yang tidak permanen seperti akad mudharabah (bagi hasil) dan akad syarikah (kontrak kerjasama dalam usaha). (lihat Fiqhu As-Sunnah, karya Sayyid Sabiq juz III hlm.177).
Demikian penjelasan singkat tentang khiyar majlis dan khiyar syarat. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[Sumber: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM Edisi 9 Volume 1 Tanggal 15 September 2010] Via www.abufawaz.wordpress.com
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda