Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Tazkiyatun Nufus. Show all posts
Showing posts with label Tazkiyatun Nufus. Show all posts

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 3

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 3


-----------------------------------------------------
Ringkasan Transkrip Audio
Minhajul Anbiya fi Tazkiyaun Nufus
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber audio: www.assunnah.mine.nu
------------------------------------------------------
Ketahuilah bahwasanya tazkiyatun nufus adalah salah satu faktor yang paling penting diantara faktor tegaknya eksistensi suatu umat. Itu adalah jalan tazkiyatun nufus yang sangat erat hubungannya dengan ahlak al-karim. Karena jiwa yang bersih akan melahirkan akhlak yang mulia. Jiwa yang bersih akan membuahkan maqarimul akhlak. Dan bahwasanya akhlak yang mulia adalah salah satu unsur bagi kesinambungan kehidupan umat atau suatu kaum. Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair: ‘Bahwasanya suatu umat itu, mereka hanya akan kekal dengan akhlak yang mereka miliki. Apabila akhlak itu telah hilang dari mereka, maka mereka pun akan lenyap.’ Mereka pun akan binasa tatkala mereka sudah tidak lagi memiliki akhlak. Oleh karena itu pensucian jiwa yang membuahkan ahlak yang mulia merupakan sesuatu yang amat penting yang memiliki pengaruh besar dalam kesinambungan berdirinya suatu masyarakat. Apabila masyarakat itu berakhlak dan bermoral, tatkala suci jiwa-jiwa mereka maka mereka akan kekal, mereka akan terus ada dan dipelihara oleh Allah azza wa jalla. Namun sebaliknya, manakala moral mereka telah hancur maka mereka pun akan hancur dan mereka akan binasa.

Allah berfirman dalam Al-Qur’anul Karim, menerangkan bagaimana tatkala seseorang suci jiwanya dan bersih akhlaknya maka dia akan berjalan di atas jalan yang benar. Dia akan menghormati hal-hal yang dimuliakan oleh Allah azza wa jalla. Sebagaimana Allah berfirman:


ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj [22] : 32)

Seorang yang bertakwa akan menghormati hurmatullah karena dia takwa kepada Allah azza wa jalla. Jika ada yang bertanya apa kaitan antara takwa dengan tazkiyaun nufus? Kaitannya adalah tazkiyatun nufus sama dengan takwa. Tidak ada perbedaan antara dua hal ini. Jiwa akan mencapai suatu derajat kesucian tatkala dia bertakwa kepada Allah azza wa jalla. Jadi pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara tazkiyatun nufus dengan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla.

Mari kita melihat dakwah para nabi kepada tazkiyatun nufus, dalam mensucikan jiwa manusia.

1. Dakwah Nabi Nuh alaihis salam, Rasul pertama yang diutus oleh Allah azza wa jalla kepada manusia setelah terjadinya perbedaan diantara mereka. Setelah adanya kesyirikan, setelah adanya khilaf diantara manusia. Nabi Nuh alaihis salam tatkala berdakwah kepada umatnya beliau mengatakan:


كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلا تَتَّقُونَ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُون

“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku".” (QS Asy-Syu’ara [26] : 105-110)

2. Dakwah Nabi Hud alaihis salam tatkala dia memberikan peringatan kepada kaumnya, di suatu negeri yang bernama Akhthob. Allah berfirman mengisahkan tentang Nabih Hud alaihis salam :



كَذَّبَتْ عَادٌ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ هُودٌ أَلا تَتَّقُونَ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ



“Kaum Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS Asy-Syu’ara [26] 123-127)


Jadi apa yang diucapkan oleh Nabi Hud yang datang setelah Nabi Nuh, sama dengan apa yang diucapkan oleh Nabi Nuh, yaitu tidakkah kalian bertakwa kepada Allah azza wa jalla.

3. Dakwah Nabi Saleh alaihis salam. Allah berfirman mengisahkan tentang Nabi Shaleh




كَذَّبَتْ ثَمُودُ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ صَالِحٌ أَلا تَتَّقُونَ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ


“Kaum Tsamud telah mendustakan rasul-rasul. Ketika saudara mereka, Saleh, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS Asy-Syu’ara [26] 141-145).
4. Dakwah dan ajakan Nabi Luth alaihis salam kepada kaumnya, dimana Allah mengisahkan dalam Al-Qur’anul Karim dengan firman-Nya:



كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ لُوطٌ أَلا تَتَّقُونَ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِين

“Kaum Lut telah mendustakan rasul-rasul, ketika saudara mereka, Lut, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?" Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS Asy-Syu’ara [26] : 160-164).


5. Demikian pula apa yang diucapkan oleh Nabi Syuaib alaihis salam sebagaimana yang difirmankan oleh Allah azza wa jalla:



كَذَّبَ أَصْحَابُ الأيْكَةِ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ شُعَيْبٌ أَلا تَتَّقُونَ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Penduduk Aikah telah mendustakan rasul-rasul; ketika Syuaib berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?, Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku; dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS Asy-Syu’ura [26] : 176-180).


Kemudian ia memberi nasihat kepada kaumnya.

6. Lalu kita mendengar firman Allah kepada Musa alaihis salam, dimana Allah menceritakan tentang Musa, yang dikisahkan dalam surat Al-A’raf ayat 170 – 171. Allah berfirman:



وَالَّذِينَ يُمَسِّكُونَ بِالْكِتَابِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُصْلِحِينَ


“Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan.”


Kemudian Allah berfirman:


وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka): "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa".”


Jadi peringatan Nabi Musa kepada kaumnya pun agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa.

Kemudian Allah berfirman secara khusus, ketika Musa datang kepada Firaun dan mengajak Firaun untuk mensucikan dirinya, sebagaimana difirmankan oleh Allah azza wa jalla dalam surat An-Nazi’aat:



اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى


“Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa. Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci ialah Lembah Thuwa; "Pergilah kamu kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, dan katakanlah (kepada Firaun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)" Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" (QS An-Nazi’aat [79] : 15-19)


Demikian pula kisah Nabi Isa alaihis salam tatkala dia mengajak kaumnya dan berdakwah kepada kaumnya, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam surat Az-Zukhruf ayat 63:


وَلَمَّا جَاءَ عِيسَى بِالْبَيِّنَاتِ قَالَ قَدْ جِئْتُكُمْ بِالْحِكْمَةِ وَلأبَيِّنَ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي تَخْتَلِفُونَ فِيهِ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ


“Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: "Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmat dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku".”


Kemudian dalam surat Al-Imran, ayat yang ke 50 juga tentang Nabi Isa alaihis salam Allah berfirman:


وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَلأحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ

“Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.”

Dengan demikian setelah kita mendengar bagaimana ucapan dan kalimat-kalimat yang diucapkan para nabi dan rasul-rasul Allah, sejak dari Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Saleh, Nabi Luth, Nabi Syuaib, kemudian Nabi Musa, Nabi Isa dan seterusnya, semuanya dakwah mereka adalah satu, mengajak manusia untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla, dimana takwa itu adalah merupakan tazkiyatun nufus, mensucikan diri-diri mereka.

Jadi Allah jelaskan tentang semuanya itu dalam firman-Nya dalam surat Al-Mu’minuun ayat 51 dan 52:


يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”

Disini merupakan wasiat, Allah berikan kepada seluruh manusia. Allah wasiatkan tentang ketakwaan ini kepada nabi-nabi sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sampai kepada beliau shallallahu alalihi wasallam. Inilah wasiat, yaitu kalimat takwa yang diwasiatkan oleh Allah kepada seluruh nabi-nabi Allah sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An-Nisa ayat 131:



وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ

“Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.”


Apabila ada orang bertanya; –kepada Syaikh bin Ied Al-Hilali- ‘Ya syaikh: Bahwa ayat-ayat ini menerangkan tentang ketakwaan. Ayat-ayat ini menerangkan dakwah para nabi kepada kaumnya untuk takwa kepada Allah azza wa jalla, apa kaitannya dengan tazkiyatun nufus? Maka kata Syaikh hafizahullahu ta’ala, jawaban kami adalah: ‘Tidakkah engkau ketahui wahai hamba Allah, bahwasanya takwa kepada Allah itulah tazkiyatun nufus - itulah pensucian jiwa, pensucian hati dan diri – artinya kesamaan dengan ketakwaan kepada Allah dan tazkiyatun nufus adalah sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, tidak ada perbedaannya.

Tazkiyatun nufus itulah ketakwaan. Karena takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah ibarat mata air, sumber yang dengannya memasukkan ke dalam diri manusia, ke dalam jiwa, dengan sesuatu yang dapat mensucikan jiwa. Karena tatkala seseorang takwa kepada Allah, dia akan takut kepada Allah dimanapun dia berada. Ketika sendirian ataupun ketika banyak orang.

Dengan ketakwaan ini akan melahirkan manusia yang suci jiwanya. Tatkala dia melihat, apabila penglihatannya kepada yang haram, dia melihat kepada Allah dan berkata haram, lalu dia menahan pandangannya dari sesuatu yang haram.

Dengan demikian dia telah mensucikan matanya dari perbuatan dosa. Tatkala dia mendengar, atau akan mendengar tentang sesuatu yang haram, karena dia takwa kepada Allah maka dia menahan telinganya, pendengarannya, dari mendengar sesuatu yang haram. Karena ada takwa dalam dirinya yang menjadi sumber pensucian jiwanya. Tatkala dia akan mengambil sesuatu yang haram, dia ingat kepada Allah dan dia takwa kepada Allah dan seterusnya.

Yang akhirnya karena ketakwaan yang ada pada dirinya akan sucilah jiwanya, hatinya suci, pandangannya suci, pendengarannya suci, makanan yang masuk ke dalam perutnya suci karena dia tidak mau makanan yang haram, langkah kakinya kepada yang benar, mengambil sesuatu yang halal yang dibolehkan oleh Allah azza wa jalla. Karena apa? Karena ada ketakwaan di dalam dirinya. Maka takwa adalah sumber dari tazkiyatun nufus. Takwa adalah sama dengan tazkiyatun nufus.


Sesi tanya jawab:

Pertanyaan:

Ustadz, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dalam mengambil ilmu perlu diperhatikan darimana mengambilnya. Berkenaan isu-isu yang telah terlanjur terdengar tentang fitnah-fitnah yang menyebar, maka bagaimana sikap kita terhadap yayasan (yang terkena fitnah –tidak ditampilkan –ed.) tersebut termasuk pula yayasan Hizbi lainnya. Apakah benar bahwa yayasan tersebut adalah yayasan ahlul bid’ah, bolehkan kita mengambil ilmu darinya, misalnya dari tulisan-tulisan mereka.

Jawaban:

Yang pertama bahwa hendaknya anda bertakwa kepada Allah azza wa jalla di dalam mengambil ilmu. Artinya ambillah dari orang-orang yang kita percaya dari keilmuan mereka, manhaj dan aqidah mereka.

Kemudian yang kedua, bahwasanya yang wajib anda pelajari adalah bahwa hendaknya anda belajar ilmu yang banyak. Anda mempelajari ilmu ini dengan benar dalam masalah aqidah, dalam masalah manhaj, dalam masalah muamalah dan lain-lain sebagainya. Insya Allah dengan bekal ilmu yang anda miliki anda akan bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Dengan demikian, apabila anda melihat suatu buku dari siapapun bukunya, entah dari yayasan ini atau yayasan itu atau dari hizbi yang mana ataupun yang mana. Maka apabila seseorang memiliki ilmu, dia akan mengetahui arah pembicaraan yang ada di dalam kitab itu. Oleh karena itu yang ingin saya sampaikan kepada –terutama baik yang hadir saat ini maupun yang mengikuti pengajian ini- hendaknya kalian betul-betul belajar aqidah yang benar, manhaj yang benar dari orang-orang yang bisa dipercaya. Dengan demikian anda bisa mengetahui apabila mendengar suatu pembicaraan ke arah mana pembicaraan itu. Seorang yang berilmu akan tahu, mana orang yang sururi, mana yang bukan sururi, mana yang ahlul bid’ah asy’ari mana yang bukan asy’ari, mana yang maturidi mana yang bukan maturidi, mana yang mengajak kepada wala kepada yayasan mereka mana yang tidak mengajak untuk wala kepada yayasan mereka. Ini, apabila seseorang memiliki ilmu, dia akan mengetahuinya.

Adapun yayasan-yayasan seperti yang anda sebutkan dalam kaitan ini, kami mengatakan yang sebenarnya kepada yang bertanya ini bahwa dengan ilmu yang anda miliki, anda bisa menilai apa yang mereka kerjakan. Karena tidak ada suatu yayasan pun yang kita lihat di zaman ini yang murni seratus persen bersih dari hal-hal seperti hizbiyah atau pembelaan terhadap suatu kelompok tertentu, ini tidak lepas dari itu semuanya. Kecuali hanya sedikit –satu dua diantara yayasan-yayasan itu- maka dari itu, apabila –ini sesuai dengan fatwa-fatwa dari syaikh-syaikh kami yang berkali-kali datang ke Indonesia- apabila yayasan-yayasan itu tatkala mereka memberikan ilmu atau memberikan bantuan atau memberikan yang lainnya dengan tekanan, maka anda wajib menolaknya. Apabila ada tekanan. Tapi selama itu bersifat bantuan yang insya Allah tidak mengganggu aqidah anda, tidak mengganggu manhaj anda dan anda bisa berjalan berdakwah dengan benar atau mendapat ilmu dengan benar, maka sebatas itu anda boleh membaca kitab mereka. Boleh membaca kitab mereka, selama kitab mereka selamat dan bantuan-bantuan yang mereka berikan tidak ada tekanan. Dan dengan belajar insya Allah anda akan bisa mengetahui mana yang haq dan mana yang batil, mana yang sururi dan mana yang bukan sururi.

Kami pun tidak lepas dari tuduhan-tuduhan itu, tapi kami yakin bahwa yang menuduh kami seperti itu adalah orang-orang yang hasad kepada kami, yang dengki kepada kami, tetapi kami tetap berjalan. Sebagaimana dikatakan oleh pepatah dalam bahasa Arab: ‘anjing terus menggonggong dan kafilah tetap berjalan’. Ini peribahasa dari bahasa Arab.

Kita banyak disibukkan oleh hal-hal seperti ini di dalam berdakwah. Mereka memfitnah dengan fitnahan-fitnahan yang tidak benar, yang hanya hasad dan dengki yang ada pada mereka dan tidak terbukti. Kalaupun ada satu hal dua hal yang mungkin seorang manusia bisa saja dia melanggar, maka kami katakan bahwa kita pun manusia biasa, kita bukan malaikat. Dan yang jelas kita tidak ridha terhadap kesalahan, kita tidak ridha kepada kemungkaran, kita tidak ridha kepada hizbiyah, tetapi kita berkewajiban untuk berdakwah kepada manusia agar mereka berjalan kepada jalan yang benar.

Maka fitnahan-fitnahan seperti ini hendaknya anda mendengar dan tabayyun kepada orang yang disebutkan namanya atau yayasan yang disebutkan. Intinya bahwa saya ingin nasihatkan kepada anda agar anda tidak banyak disibukkan oleh hal-hal seperti ini, yang membuat anda nanti tidak mempunyai ilmu dan akhirnya anda tidak bisa mendapatkan ilmu dari siapapun. Intinya anda belajar ilmu, insya Allah anda bisa membedakan mana yang haq mana yang batil. Tapi ketahuilah bahwasanya kitapun harus mengetahui, seperti yayasan-yayasan yang anda sebutkan ini, mereka orang Muslimin. Kalau mereka salah kita ingatkan. Kita berkewajiban untuk mengingatkan. Kalau kita sudah mengingatkan, mereka tetap berjalan kepada jalannya, kita terlepas dari hal itu. Tapi kita tidak bisa kemudian mengatakan kepada mereka, kita tidak boleh salam kepada mereka, kita harus bara’ seperti bara’-nya seorang Muslim kepada orang kafir. Tidak demikian. Itu bukan manhajnya para salaf. Kita wajib menasihati kepada mereka dan mengajak mereka kembali kepada jalan yang benar.


Pertanyaan:

Pertama, ustadz, bagaimana jika ada seseorang yang ikhlas kepada Allah beribadah kepada Allah, dia mentauhidkan Allah, tidak berbuat syirik, tapi dia melakukan maksiat, apa disini dia gugur amalannya ataukah dia diazab atau diampuni sesuai dengan kehendak Allah, bagaimana definisi ikhlas disini ya ustadz.

Jawaban:

Kaitannya begini; Bahwa antara keikhlasan tentunya memiliki definisi, bahwa ikhlas itu adalah seseorang menyamakan antara amalan-amalan dia pada saat sendirian maupun di depan orang banyak, tidak ada perbedaan amalan tersebut. Ini salah satu definisi ikhlas.

Yang kedua ada yang Mendefinisikan ikhlas itu seorang benar-benar berbuat dan mengamalkan suatu amal ibadah semata-mata karena Allah azza wa jalla, dia tidak mengharapkan pandangan manusia, pujian manusia, dan lain sebagainya. Intinya ibadahnya semata-mata karena Allah azza wa jalla. Maka dalam beribadah dia ikhlas kepada Allah azza wa jalla. Ini tidak ada kaitannya dengan maksiat, artinya seorang yang dia ibadahnya ikhlas tidak mustahil dia terjerumus dalam perbuatan dosa sebagai seorang manusia. Jadi tidak berarti bahwa seorang yang ikhlas dalam beribadah dia tidak terjerumus ke dalam dosa. Tidak. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Setiap anak Adam bisa saja terjerumus dalam kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat kepada Allah azza wa jalla.” Jadi tidak ada kaitannya ketika dia ikhlas dalam suatu amal ibadah dengan kemaksiatan yang dilakukannya. Ini tidak ada kaitannya. Lalu bagaimana dengan orang ini? Maka dia harus bertaubat kepada Allah azza wa jalla. Kalau dia mohon ampun kepada Allah dari kemaksiatannya, maka taubat itu menghapus dosa-dosa sebelumnya dengan seizin Allah. Jadi kalau misalnya dia pun tidak bertaubat kepada Allah, kemudian dia mati dalam keadaan berbuat maksiat, maka dia berada di bawah kehendak Allah. Apabila Allah menghendaki maka dia diampuni secara langsung tanpa diadzab, tapi apabila Allah menghendaki dia akan diadzab sesuai dengan dosa yang dilakukannya, dibersihkan dari dosa-dosanya kemudian dia dikeluarkan dari adzab tersebut.


Pertanyaan:

Apa ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang bersih dan yang mempunyai jiwa yang kotor?

Jawaban:

Sebetulnya masalah jiwa ini adalah masalah yang sangat pribadi, hanya Allah yang mengetahui dan orang itu. Bagaimana cirinya? Kita sebetulnya tidak mampu menilai hati seseorang. Tetapi kadang-kadang dari amal perbuatan seseorang, bisa menunjukkan apa yang ada di dalam hatinya. Karena ucapan seseorang cermin dari apa yang tersembunyi dalam hatinya. Maka mungkin saja kita meraba hati seseorang itu dari ucapannya, dari tindak tanduknya. Adapun memastikan bahwa jiwa seseorang itu bersih dan jiwanya kotor itu tidak dibenarkan. Karena masalah batin urusannya kepada Allah Azza wa Jalla. Kita hanya melihat seseorang dan menilai seseorang dari zahirnya, jangan dari batinnya karena kita tidak mampu. Nabi alaihis shalatu was salam, sikap beliau kepada orang-orang munafik, beliau menghukumi mereka dengan zahir. Mereka shalat bersama kaum Muslimin, mereka tetap dikatakan sebagai kaum Muslimin. Padahal mereka disebutkan di dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya orang munafik di neraka yang paling bawah. Tetapi muamalah Nabi shallallahu alaihi wasallam, sikap beliau terhadap mereka sebagaimana dengan kaum Muslimin yang lain. Maka dari itu, hukum kita kepada seorang manusia, selama kita melihatnya baik maka kita hukumi dia sebagai orang baik. Kalau kita melihat sesuatu yang janggal atau aneh, maka kita ingatkan. Adapun menghukumi seseorang itu jiwanya bersih atau jiwanya kotor itu bukan urusan manusia, (melainkan) hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Wallahu Ta’ala a’lam.

Pertanyaan:

Ustadz ditanya tentang dzikir bersama, semua jama’ah berpakaian serba putih. Apakah ini sarana bertazkiyatun nafs?

Jawaban:

Ini adalah salah satu diantara bid’ah-bdi’ah yang muncul di zaman ini dan sebelumnya juga sudah ada. Hanya kalau dahulu tidak ditayangkan, kalau sekarang ditayangkan di layar-layar televisi. Maka orang yang ditayangkan misalnya anda, tatkala berdzikir dengan pakaian putih kemudian menangis, dan di-shooting (ditayangkan), maka perbuatan anda ini perlu dipertanyakan, yaitu keikhlasannya. Karena apa? Syetan itu lebih pandai dari manusia dalam menyesatkan mereka. Dan dalam membuat mereka menyimpang dari jalan yang benar. Hampir mustahil seorang duduk dengan pakaian putih, berbicara kemudian di-shooting, didengar oleh seluruh kaum Muslimin, tidak ada sesuatu di hatinya. Kalau anda ingin menangis, cukuplah Allah subhanahu wa ta’ala yang melihat anda menangis, disitu keikhlasannya. Ketika seseorang menyendiri, matanya keluar air takut kepada Allah, ini orang-orang ikhlas. Adapun dia ditayangkan di layar televisi dan ditunjukkan kepada kaum Muslimin, hal ini Wallahu ta’ala a’lam. Kita tidak berhukum dengan yang batin, kita hukumi yang zahirnya saja, bahwa cara-cara seperti ini tidak ada contohnya dari Nabi alaihi shalatu was salam.

Pertanyaan:

Bagaimana pandangan ustadz tentang pensucian jiwa yang dilakukan oleh manajemen qalbu, dzikir jama’ah, sebab yang saya ketahui sungguh mereka telah merubah jiwa-jiwa manusia yang kotor kembali bersih.

Jawaban:
Jadi penanya ini telah mengetahui bahwa dzikir-dzikir jama’ah yang ditayangkan di televisi itu benar-benar telah merubah jiwa-jiwa manusa. Dari mana anda tahu? Apakah anda pernah bersafar dengan mereka? Apakah anda pernah tidur di rumahnya, kemudian melihat apa perbuatannya? Kok tahu bahwa dzikir-dzikir jama’ah itu telah merubah jiwa-jiwa yang kotor. Ini adalah suatu hal yang tidak bisa diterima, bahwa mereka benar-benar telah sungguh-sungguh berubah. Kami tidak menerima pertanyaan ini, karena anda hanya melihat zahirnya.
Sudah cukup lah apa yang diajarkan oleh Nabi alaihis shalaltu was salam. Nabi alaihis shalaltu wassalam tidak memakai dzikir jama’ah tatkala akan mensucikan jiwa para sahabat. Tetapi yang ditanamkan adalah akidah kepada mereka. Diajarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi alaihis shalaltu was salam, maka lahirlah manusia-manusia besar yang disebutkan oleh beliau, “khairunnaasi qarni” – sebaik-baik manusia adalah generasiku. Dengan apa Nabi alaihis shalaltu was salam mengajarkan mereka sehingga lahirlah Abubakar As-Siddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan para sahabat-sahabat yang lain? Hanya dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Itulah wahyu dari Allah yang diajarkan oleh Nabi alaihis shalaltu was salam kepada mereka. Maka lahirlah mereka, manusia-manusia yang besar, menjadi sebaik-baik manusia di muka bumi ini.
Adapun cara-cara selain itu selama tidak ada contohnya maka kita tidak memakainya dan kita harus menjauhinya, dan ini adalah termasuk bid’ah-bid’ah yang tidak ada contohnya. Wallahu ta’ala a’lam.

Pertanyaan:


Bagaimana menepis pemahaman orang-orang yang mengatakan bahwa dakwah salafiyah adalah dakwah yang “keras”.

Jawaban:

Sebetulnya dakwah salafiyah adalah dakwah yang paling berhikmah. Karena mereka mengajak umat untuk kembali kepada agama yang benar. Ini pada hakikatnya.

Adapun mengatakan keras, itu adalah suatu penilaian yang keliru. Karena pada hakikatnya seorang Muslim harus memegang agama ini dengan kuat. Nah dakwah salafiyah mengajak kaum Muslimin jangan menjadi Islam abangan, jangan menjadi Islam keraton, jangan menjadi Islam kuburan, jadilah Islam seperti Islam yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdillah shallallahu alaihi wasallam, jadilah Muslim yang benar. Muslim yang shalat lima waktu, bukan Muslim yang ada di KTP saja. Bukan Muslim tatkala nikah, tatkala mati, bukan itu. Tetapi Muslim yang benar-benar, tatkala di masjid dia adalah seorang Muslim, tatkala di kantor dia seorang Muslim, tatkala dia di pasar dia seorang Muslim, tatkala dia di jalan dia seorang Muslim. Ini hakekat dakwah salafiyah. Mengajak orang Muslim itu untuk menjadi Muslim dalam segala kondisi. Dari bangun pagi sampai tidur lagi dia itu Muslim. Bukan hanya sekedar di saat dibutuhkan kita pakai Islam, di saat tidak dibutuhkan kita buang Islam, tidak. Jadi bagaimana seorang itu tidur, itu cara Islam. Bagaimana Islam mengajarkan seseorang tidur? Berwudhu sebelum tidur. Nah sekarang misalnya, ada seseorang yang mengatakan kepada anaknya atau saudaranya, kamu harus berwudhu sebelum tidur, apakah ini dikatakan keras? Ini tidak keras, tetapi mengajarkan tuntunan tidur dalam Islam itu, apabila anda hendak tidur disunnahkan untuk berwudhu, tidak wajib. Ini yang diajarkan, diantaranya.

Jadi baik dari masalah kecil, cara makan, cara tidur, sampai kepada masalah yang besar, sampai masalah tauhid, masalah jihad, di mana Allah, itu semua diajarkan. Nah karena kaum Muslimin, mereka terasing dari Islam, banyak yang kita lihat masyarakat, syirik telah berubah menjadi tauhid, tauhid dikatakan syirik, bid’ah dikatakan sunnah, sunnah dikatakan bid’ah, aliran yang benar adalah aliran sesat. Maka dari itu timbullah tuduhan-tuduhan yang batil.

Kalau kita jujur, (ancaman) Allah itu keras. Karena apa? Siksaannya api neraka. Jadi dakwah salafiyah mengajak kaum Muslimin (agar) supaya selamat dari api neraka. Dakwah salafiyah tidak menyuruh orang ‘kamu tidak mau shalat maka saya ambilkan api (untuk membakar), tidak! Hanya mengingatkan shalat, lima waktu, di masjid bagi kaum laki-laki. Jadi tuduhan-tuduhan mengatakan bahwa dakwah salafiyah adalah dakwah yang keras, ini adalah tidak benar. Dakwah salafiyah mengajak orang untuk kembali kepada Islam yang ringan, Islam tidak sulit.

Suatu contoh akidah salaf, sangat mudah, Dimana Allah? Di atas (langit). Selesai. Tetapi coba lihat dakwah Asy-‘Ariyah, dakwah Maturidiah, dimana Allah? (Mereka akan menjawab) tidak tahu, Allah tidak bisa digambarkan dengan otak kita, Allah itu tidak bertempat, Allah ini dan itu. Jadi dipersulit oleh mereka. Beda (dengan) salafiyah, di mana Allah? Ar-Rahman alal Arsyistawa, Allah bersemayam di atas Arsyi. Ringkas, enak, tidak sulit tanpa harus berpikir, dimana sih Allah? Apa di dalam diri, apa di alam ini, tidak di alam, tidak di luar alam, (yang) akhirnya menjadikan manusia-manusia yang bingung. Jadi dakwah salafiyah adalah dakwah yang mengajak manusia kepada Islam yang benar-benar memberikan kemudahan. Jadi tuduhan ini adalah tidak benar, wallahu ta’ala a’lam.

Pertanyaan:

Apakah perkara yang perlu ditekankan oleh seorang tholabul ilm (penuntut ilmu). Apakah perlu memastikan manhaj, dengan cara bagaimana kita bisa tahu bahwa dai itu benar-benar telah menyampaikan kebenaran menurut pemahaman salafus shaleh.

Jawaban:

Apa yang saya katakan tadi, yaitu tatkala seorang dai mengajak, ciri dai itu dai salaf: Mengajak orang kepada Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mengajak orang untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi alaihis shalaltu was salam serta apa yang dipahami oleh para salafus shaleh.

Dai salafi tidak mengajak orang untuk taat kepada dirinya, lalu diangkat menjadi panglima, tidak boleh menyelisihi panglima, tidak. Dakwah salafiyah mengajak orang kepada jalan yang lurus, dengan hikmah, dengan baik. Cirinya yaitu satu tadi, mereka mengajak kepada Allah dan Sunnah Rasul alaihis shalalatu was salam. Mereka tidak kecewa kalau ada orang yang keluar dari dakwah ini. Bahkan mereka mendoakan agar Allah memberikan petunjuk kepada orang itu. Berbeda dengan dakwah hizbiyah, kalau ada orang diantara kelompok mereka yang keluar, langsung divonis, orang itu tidak benar, orang itu telah keluar, halal darahnya, naudzubillahi mindzlik. Ini namanya dakwah hizbiyah.

Dakwah salafiyah tidak seperti itu. Seorang keluar dari dakwah ini, kita mendoakan Allah memberi petunjuk kepada dia. Kalau ada seseorang yang masuk, alhamdulillah, dia telah masuk kepada kita, dia mulia dengan kemuliaan yang Allah berikan ketika dia mengenal dakwah ini. Jadi kita bergembira kepadanya. Tidak gusar, tidak mengecam, tidak mengatakan kamu jangan duduk sama ini jangan duduk sama itu, itu namanya hizbi. Dakwah salafiyah mengajak orang kepada Allah, tidak mengajak orang kepada partai, tidak mengajak kepada hal-hal yang bersifat hanya sekedar kolektif, kumpulan-kumpulan beberapa orang yang mereka sanjung, yang mereka puja dan puji, tidak! Tetapi mengajak kepada Allah dan Rasul shallallahu alaihi wassalam dan kepada manhaj salafus shaleh ridwanallahu ajmain. Wallahu ta’ala a’lam.

Pertanyaan:

Bagaimana cara menjawab pertanyaan orang yang mengaku pernah bermimpi bertemu dengan Nabi alaihis shalaltu was salam dan mengajarkan tentang ilmu-ilmu agama, dan mimpi pada zaman sekarang ini.

Jawaban:

Ini adalah tidak benar. Bagaimana menjawabnya? Kita jawab bahwa agama ini telah sempurna. Allah telah mengatakan


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Ma’idah [5] : 3)


Sudah disampaikan semua oleh Allah dan Rasul-Nya tentang agama ini. Maka kalau ada yang bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan mengatakan mengajarkan sesuatu, maka dilihat, bagaimana Rasul yang dimimpi itu. Kalau yang dimimpi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam bentuk cukur jenggot, isbal, rokok, itu bukan Rasul, itu syetan yang datang kepadanya. Jadi seorang yang mimpi melihat Rasul, minimal dia harus tahu bagaimana ciri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dari bentuk fisiknya. Bagaimana mengetahuinya? Maka kita harus belajar. Ada kisah yang menerangkan postur tubuh Nabi shallallahu alaihi wasallam, misalnya Asy-Syami’l Muhammadiyyah karya Imam Tirmidzi ada mukhtasarnya oleh Al-Albani, Bagaimana tingginya, lebar dadanya, jalannya, itu ada disebutkan. Kemudian kalau ada yang bermimpi bertemu Nabi

Bagaimana sikap kita, apakah boleh hal itu kita percayai? Tidak. Sudah cukup apa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya melalui sunnah-sunnah Nabi sudah cukup. Tidak lagi ada ajaran melalui mimpi, itu sufi. Ajaran yang dari mimpi itu adalah ajaran-ajaran dari kebanyakan kaum sufi. Wallahu ta’ala Alam.

Sumber: A Learning Page
0 comments

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 2

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 2


------------------------------------------------------------
Ringkasan Transkrip Audio
Minhajul Anbiya fi Tazkiyaun Nufus
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber audio: www.assunnah.mine.nu
-----------------------------------------------------------
Makna Khutbatul Hajjah
Dalam memulai khutbahnya, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam senantiasa menyampaikan apa yang dikenal dengan Khutbatul Hajjah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahmatullahu alaihi, ketika menerangkan tentang khutbatul hajjah ini beliau mengatakan bahwa khutbatul hajjah adalah merupakan buhul / ikatan yang kokoh bagi keteraturan dalam Islam dan Iman. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena khotbah yang amat penting ini dan banyak dilalaikan oleh kaum Muslimin, Karena khotbah ini mencakup rambu-rambu manhaj Nabi alaihis salatu was salam dalam tiga hal penting, di dalam aqidah, di dalam pensucian jiwa, dan yang ketiga di dalam mengambil sumber Islam ini.

Jadi Khutbatul Hajjah ini mengandung tiga unsur yang sangat penting. Yang pertama berkaitan dengan aqidah, yang kedua berkaitan dengan tazkiyatun nufus, dan yang ketiga berkaitan dengan bagaimana metode kita di dalam mengambil agama ini dan di dalam memahami Islam.

Adapun potongan yang pertama: إنّ الْحَمْدَ ِللهِ Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah نَحْمَدُهُ kami hanya memuji kepada-Nya وَنَسْتَعِينُهُ kami hanya memohon pertolongan kepada-Nya وَنَسْتَغْفِرُهُ dan memohon ampun kepada-Nya, وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعمَالِنَا، keburukan amal-amal kami. مَنْ يَهْدِهِ الله فَلاَ مُضِلَّ لَهْ، Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada orang yang mampu untuk menyesatkannya. وَمَنْ يُضِلَلْ dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya, فَلاَ هَادِيَ لَهْ maka tidak ada orang yang memberi petunjuk kepadanya.
Kemudian Nabi mengucapkan kalimat syahadah, yang mana pada kalimat syahadat ini dengan menggunakan dhamir tunggal ‘saya’ : وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهُ إِلاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah, Yang Satu, Yang Maha Esa, tiada seikutu bagi-Nya وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Ini adalah manhaj nabi di dalam aqidah.
Jadi kalimat-kalimat yang diucapkan Nabi alaihi shalatu was salam dalam khutbatul hajjah ini adalah tentang aqidah.
Di dalam ketiga ayat yang dibacakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam pada khutbatul hajjah ini berkaitan erat dengan tazkiyatun nufus, bagaimana mensucikan diri, bagaimana mensucikan jiwa, yang mana untuk mensucikan jiwa seseorang itu terletak pada ketakwaannya kepada Allah azza wa jala. Maka Nabi saw pada ayat yang pertama beliau menyebutkan sebuah ayat yang menerangkan hak Allah subhanahu wata’ala yang mana merupakan tujuan utama dari ketakwaan itu adalah kepada Allah. Maka Nabi membacakan ayat ini: يَا أَيُّهَا الَذِيْنَ آَمَنُوا wahai orang-orang yang beriman اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَََاتِهِ bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa. Ini adalah tujuan dari ketakwaan itu, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Karena yang paling patut untuk ditakuti adalah Allah azza wa jalla. Makanya ayat ini Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika membacakan ayat ini, karena ayat ini menerangkan tentang ‘ghaayatut-taqwa’ -tujuan dari semua ketakwaan itu adalah Allah azza wa jalla

Kemudian pada ayat yang kedua, ketika Nabi r membacakan surah An-Nisa ayat pertama: رَبَّكمُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا bertakwalah wahai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Rabb kamu الَّذِيْ خَلَقَكُمyang telah menciptakan kamu مِنَ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ dari jiwa yang satu, dari diri yang satu yaitu Adam alaihis salam وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا dan dari Adam itu Dia menciptakan pasangannya, yaitu isterinya Hawa, وَبَثَّ مِنْهُمَا رِِجَالاً كَثِيراً وَنِساءً dan Dia menyebarkan dari keduanya –Adam dan Hawa- kaum laki-laki yang banyak dan kaum wanita. Nah disini, ayat ini menerangkan tentang pendorong untuk orang bertakwa. Tatkala dia menyadari bahwa dia diciptakan oleh Allah dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah azza wa jalla, dan Allah mengatakan: “tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mereka beribadah kepadaku” (QS Adz-Dzariyat : 56). Maka ini merupakan pembangkit seseorang untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla. Karena dia mengetahui bahwa tujuan dia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah kepada Allah. Yang mana dengan beribadah kepada Allah berarti seseorang bertakwa kepada Allah azza wa jalla.

Kemudian ayat yang ketiga disini ayat yang dibacakan oleh Nabi saw yaitu surah Al-Ahzab ayat 70 dan 71 menerangkan tentang buah dari ketakwaan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا wahai orang-orang yang beriman اتَّقُوا اللهَ bertakwalah kamu kepada Allah وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً dan berkata jujurlah kalian, berkata benarlah kalian يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكمْ niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatan kalian ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ dan akan mengampuni dosa-dosa kalian ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً dan barangsiapa yang takut kepada Allah dan Rasul-Nya berarti dia telah beruntung atau mencapai kemenangan dengan kemenangan yang besar.

Di dalam ayat ini, yang pertama, buah dari ketakwaan yang disebutkan dalam ayat ini yaitu al-qaulul sadiid وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً ‘dan berucaplah dengan perkataan yang sadiid’. Dalam menafsirkan qaulun sadiid ini, para ulama menyebutkan artinya ‘at-tauhid’. Inilah al-qaulu sadiid – perkataan yang benar. Tatkala seseorang bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana Allah telah memberikan persaksian dalam dirinya:


شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Imran [3] : 18)



Ini merupakan al-qaulus-sadid. Bahwa buah dari ketakwaan adalah seseorang mengucapkan perkataan sadid. Tatkala dia bertauhid kepada Allah azza wa jalla yang mana tauhid merupakan kewajiban manusia kepada Allah subhanahu wata’ala.



Kemudian yang kedua, diantara buah ketakwaan adalah tazkiyah an-nafs – pensucian diri, karena orang yang bertakwa kepada Allah azza wa jalla dan dia bertauhid kepada-Nya, maka Allah akan memberikan balasan kepadanya, يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكمْ Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatan kalian. Orang yang jujur, orang yang benar, orang yang bertauhid, yang takut kepada Allah azza wa jalla, dia akan mendapat ganjaran berupa Allah memberikan taufik kepadanya untuk memperbaiki amal perbuatannya. Maka dia akan berbuat yang benar, berkata benar, mendengar yang benar, melihat yang benar, melangkah kepada yang benar, dan seterusnya. Kemudian ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ dan Allah akan mengampuni dosanya. Ini sebagai buah daripada ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala.



Kemudian pada ayat ini pula ada manhaj bagaimana cara menimba ilmu pada ayat yang ketiga ini, yaitu pada firman Allah subhanahu wata’ala: ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزا عَظِيمًا dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya berarti dia telah memperoleh kemenangan dengan kemenangan yang besar. Disini manhaj talaqqi – bagaimana seseorang mengambil ilmu – yaitu dia tidak melihat kepada selain Allah dan Rasul-Nya, dia mengambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw dengan tidak melihat kepada yang lainnya. Tidak mendahulukan perkataan manusia siapapun, mendahului perkataan Allah dan Nabi saw. Ini buah dari ketakwaan seseorang kepada Allah azza wa jalla.



Adapun yang berkaitan dengan manhaj talaqqi, menimba ilmu Islam dengan sebenarnya, dan bagaimana manhaj kita dalam menimba ilmu, kalau kita lihat pada khutbatul hajjah terdapat pada potongan kalimat-kalimat beliau yang ketiga. Tatkala Nabi saw bersabda: إن أحسن الكلام كلام الله sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kalam Allah وخير الهدا هدا مُحَمَّد صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad r. Ini menunjukkan bahwa sumber pengambilan ilmu yang benar adalah dari Kalamullah dan dari perkataan Rasulullah r, dan itu adalah sebaik-baik perkataan dan sebaik-baik petunjuk yang ada di muka bumi ini.



Kemudian وَشَرُ الأُمُوْرِِ مُحْدَثْاتُهَا dan sejelek-jeleknya urusan yaitu melakukan sesuatu yang baru di dalam agama ini. Oleh karena itu Ahlus Sunnah tidak mengambil aqidah mereka dari ahlul bid’ah, tidak mengambil aqidah mereka dari Asy-‘Ariyah, tidak mengambil aqidah mereka dari Maturidiyah, tidak mengambil aqidah mereka dari Syi’ah, Mu’tazilah dan seterusnya. Karena itu semuanya, di dalam masalah-masalah ini, mereka telah menyimpang dan Sunnah Nabishallallahu alaihi wasallam. Maka Ahlus Sunnah, orang-orang yang mengikuti manhaj Rasul shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya, mereka menjadikan kalamullah sebagai ahsanal kalam –sebaik-baik perkataan, demikian pula mereka menjadikan petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai sebaik-baik petunjuk. Maka dari itu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk berpegang kepada Kalamullah dan menjadikan sumber aqidah mereka Kalamullah, dan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sebagaimana Allah berfirman dalam


وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِي الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ



“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”(surat Az-Zumar ayat yang ke 17 dan 18)



Dengan demikian, bahwasanya perkataan yang terbaik adalah Kalamullah. Maka Allah memberikan berita gembira kepada orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur’anul Karim, kemudian kepada Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam, yang mana Sunnah Nabi adalah bagian dari wahyu -yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, karena Nabi tidak mengucapkan kecuali apa yang diwahyukan oleh Allah azza wa jalla kepada beliau.



Maka barangsiapa yang berpegang teguh kepada Kalamullah dan kalam Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, berarti dia telah diberi petunjuk oleh Allah kepada jalan yang lurus. Kepada jalan yang benar, yang mana mengikutinya merupakan jalan yang terbaik dan bid’ah adalah jalan yang jelek dalam kehidupan ini.



Kemudian penulis, Syaikh Salim bin Id Al-Hilali, menyebutkan – setelah menenrangkan khutbatul hajjah yang terdiri dari tiga unsur utama yang terdapat di dalamnya, beliau kemudian mengupas secara panjang lebar tentang poin yang kedua, yaitu tazkiyatun nufus. Yaitu tiga ayat yang disebutkan dalam khutbatul hajjah yang berkaitan dengan tazkiyaun nufus.



Hal ini akan dibahas secara panjang lebar dengan alasan sebagai berikut:


  • Karena manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam di dalam mensucikan jiwa manusia adalah manhaj seluruh rasul-rasul Allah subhanahu wata’ala. Maka harus dibicarakan, agar umat mengetahui tentang manhaj Nabi di dalam mensucikan jiwa mereka, sehingga tidak perlu mencari manhaj-manhaj lain dalam mensucikan jiwa, manhaj-manhaj tariqoh ini dan tariqoh itu yang terkesan mensucikan jiwa, namun pada hakekatnya mengotori jiwa-jiwa manusia. Jadi hakekatnya mensucikan jiwa manusia itu yang diajarkan oleh Muhammad bin Abdillah shallallahu alaihi wasallam.
  • Bahwasanya tazkiyatun nufus, mensucikan jiwa, adalah salah satu diantara tonggak, salah satu diantara rukun bagi diutusnya Nabiyullah Muhammad bin Abdillah shallallahu alaihi wasallam. Jadi tazkiyatun nufus, pensucian jiwa, pensucian hati, ini merupakan salah satu rukun diantara rukun-rukun yang sangat penting tatkala Allah mengutus Nabi shallallahu alaihi wasallam. Baik dalam perkataan, baik dalam perbuatan maupun dalam dakwah
  • Pembahasan tentang tazkiyatun nufus ini adalah salah satu diantara fondasi/dasar untuk kita bertolak menuju kepada kehidupan Islami yang baru. Karena melihat kondisi umat yang demikian parahnya, penyakit-penyakit yang menimpa umat ini demikian parahnya, maka kita untuk memulai kehidupan yang Islami sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, maka kita memulai dari bagaimana mensucikan jiwa.



Inilah diantara alasan-alasan yang dikemukakan beliau (Syaikh Salim –ed), tatkala memilih untuk mengkaji tentang tazkiyatun nufus.



Kemudian, mengapa kita harus memilih manhaj Rasul di dalam tazkiyatun nufus, mengapa kita memakai manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam. Hal ini disebabkan karena tatkala kita melihat keadaan kaum Muslimin di zaman ini dengan perbedaan dan perpecahan yang ada pada mereka, maka timbullah manhaj-manhaj, cara-cara masing-masing kelompok di dalam pensucian diri, yang mana cara-cara itu mereka ada-adakan, tidak pernah diturunkan oleh Allah azza wa jalla, dan tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Maka merupakan suatu hal yang sangat mendorong penulis untuk menyampaikan dan memilih manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam di dalam tazkiyatun nufus, agar kaum Muslimin mengetahui dan mengamalkan dan mengambil cara Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.


Bagian Tiga :


0 comments

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 1

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 1

-----------------------------------------------------------
Ringkasan Transkrip Audio
Minhajul Anbiya fi Tazkiyaun Nufus
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber audio: www.assunnah.mine.nu

------------------------------------------------------------

Pendahuluan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tazkiyatun nafsi atau tazkiyatun nufus. Ketahuilah bahwasanya tazkiyatun nafsi atau tazkiyatun nufus memberisihkan jiwa, hati dan batin seseorang, ini merupakan hal yang amat penting, merupakan hal yang menjadi misi para nabi dan misi para rasul ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus mereka ke muka bumi ini. Diantara misi mereka adalah untuk mengajak manusia membersihkan jiwa-jiwa mereka, hati-hati mereka, dari kesyirikan kepada tauhid, dari kemunafikan kepada keikhlasan. Dari kekufuran kepada iman, dari bid’ah kepada sunnah dan seterusnya. Maka dari itu banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang tazkiyatun nufus, bahwa misi para rasul alaihimus shalatu was salam, adalah untuk mensucikan jiwa manusia. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang juga akan dibahas secara panjang lebar pada bab-bab, pada pembicaraan yang akan datang, adalah surah Al-Jumu’ah ayat 2.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


ُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ


“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS Al-Jumu’ah [62] : 2)

Nah, ayat ini adalah serbagai bukti terkabulnya doa nabiyullah Ibrahim as tatkala dia memohon kepada Allah azza wa jala dengan doanya


رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ


“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah [2] : 129)

Kemudian ayat berikutnya yang disebutkan dalam Al-Qur’anul Karim tentang mensucikan jiwa yaitu firman Allah dalam surat Al-Imran ayat yang ke 164, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ


“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-Imran [3] : 164)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala, tatkala menerangkan firman Allah وَيُزَكِّيهِمْ – mensucikan jiwa-jiwa mereka – beliau mengatakan: “Rasul itu memerintahkan mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dari kemungkaran, agar menjadi suci jiwa-jiwa mereka, dan agar menjadi bersih dari noda-noda kotoran yang dahulunya mereka tercemar dengan kotoran-kotoran dan noda-noda itu, tatkala mereka dalam keadaan kesyirikan dan kejahilan mereka.”

Ayat yang ketiga, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ


“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2] : 151)

Kata Al-Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini beliau mengatakan وَيُزَكِّيكُمْ dan Dia mensucikan diri-diri kamu sekalian – artinya Dia mensucikan kamu dari akhlak-akhlak yang bejat dan dari kotoran-kotoran jiwa, dan pekerjaan atau perbuatan-perbuatan jahiliyah, dan Dia mengeluarkan kalian dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang.

Inilah diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang pensucian jiwa, pensucian hati yang diutusnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Adapun dari hadits-hadits nabi alaihis shalatu was salam, maka banyak hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang mengajarkan kepada kita tentang pensucian jiwa, pensucian diri. Diantaranya sebuah doa yang diajarkan Rasulullah sallallahu alaihi wassalatu wassalam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tatkala beliau berdoa:


اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا


“Ya Allah berikanlah kepada diriku akan ketakwaannya dan sucikanlah dia Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya Engkaulah yang melindunginya dan yang memeliharanya.” (HR Muslim, Ahmad, An-Nasa’i)

Kemudian banyak diantara doa-doa kita pula untuk mensucikan diri kita yang diajarkan oleh Nabi alaihi shalatu was salam, seperti:


اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّ قَلْبِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَبَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ


“Ya Allah bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dosa-dosaku dari air salju dan embun dan sucikanlah hatiku dari kesalahan-kesalahan sebagaiamana engkau mensucikan pakaian yang putih dari noda. Dan jauhkanlah aku antara aku dan dosa-dosaku sebagaimana Engkau telah menjauhkan jarak antara timur dan barat.” (HR Muslim)

Ini diantara doa-doa yang diajarkan untuk mensucikan diri dari dosa, dari perbuatan-perbuatan yang mengotori jiwa manusia itu. Maka dari itu semua amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang itu akan mensucikan jiwanya. Dan setiap amal kejelekan yang dilakukan oleh seseorang, itu akan merusak jiwanya, akan mengotori hatinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala mensyariatkan ibadah, baik itu shalat, baik itu puasa, baik itu zakat, dan lain-lainnya, semuanya itu dalam upaya untuk mensucikan diri manusia, membersihkan diri mereka. Karena dengan ketaatan-ketaatan itu jiwa seseorang akan menjadi bersih dari kotoran-kotorannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat yang ke 103 tentang zakat, tatkala Allah berfirman:


خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ


“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka,” (QS At-Taubah [9] : 103)

Kemudian juga hadits yang lain - dalam suatu hadits yang shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ashalawtul khamsu wal jumuatu ilal jumuati wa Ramadhan ila Ramadhan dst
“Sahalat yang lima (yang wajib) dan dari shalat Jum’at ke Jum’at yang berikutnya, dan dari puasa Ramadhan ke puasa Ramadhan yang berikutnya (semuanya itu) merupakan penghapus-penghapus dosa yang membersihkan manusia diantara itu semuanya, apabila dosa-dosa besar dijauhi.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an menerangkan tentang puasa


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS Al-Baqarah [2] : 183)

Dan taqwa adalah pembersihan jiwa dengan ketaqwaan kepada Allah azza wa jala.

Kemudian dengan memerintahkan kepada seluruh manusia Allah berfirman:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2] : 21)


Maka inilah diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang tazkiyatun nufus. Dan bahwasanya Allah telah menciptakan dalam diri seorang manusia dua kekuatan: Kekuatan untuk bertakwa dan kekuatan untuk yang mungkar. Makanya Allah berfirman dalam surat Asy-Syams:


وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا


Jadi manusia mempunyai dua pontensi. Potensi untuk menjadi baik dan potensi untuk menjadi jelek. Tergantung bagaimana manusia itu, dimana tinggalnya, bagaimana lingkungannya, makanan-makanan apa saja yang didapat orang itu, oleh jiwanya, maka semua itu akan membentuk seseorang. Kemudian Allah mengatakan (dalam surat Asy-Syams : 9-10)

 قَدْْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا


Beruntung orang-orang yang membersihkan jiwanya, membersihkan dirinya,

وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Maka kata para ulama: ‘setiap amal ketaatan itu akan mensucikan diri seseorang, dan setiap kemaksiatan itu akan mengotori jiwa seseorang. Maka barangsiapa yang mengamalkan ketaatan-ketaatan berarti dia telah mensucikan dirinya, dan barangsiapa yang melakukan suatu kemaksiatan berarti dia telah mengotori jiwanya’.

....bersambung insya Allah, pada pembahasan point-point penting yang terkadung dalam kitab "Minhajul Anbiya fi Tazkiyatun Nufus karya Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali yang dibahas dalam kajian ini


Sumber : A Learning Page
0 comments

Risalah tuk Saudara Tercinta

Risalah tuk Saudara Tercinta

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim


الحمد لله وكفى، وصلاة وسلاما على عباده الذين اصطفى .. أما بعد :

Sesungguhnya setiap manusia akan mengalami kesudahan. Betapa pun lezatnya dia merasakan kenikmatan hidup di dunia, betapa pun panjang umurnya, betapa pun dia memuaskan syahwat dan meneguk kenikmatan dunia, dirinya tetap akan mengalami kesudahan. Kematian! Itulah kesudahan tersebut. Sesuatu yang tidak dapat dihindari. Allah ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)

0 comments

Marilah Beramal Saleh di Awal Dzulhijah

Marilah Beramal Saleh di Awal Dzulhijah
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal M.Sc




Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».

“Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no. 2438. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shahih).

0 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger