NASEHAT EMAS AL-‘ALLAMAH ABDUL MUHSIN AL-‘ABBAD 1
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن والاه، وتمسك بسنته واهتدى بهداه إلى يوم الدين.
Segala puji hanyalah milik Alloh. Sholawat, Salam dan Barokah semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga beliau, sahabat beliau dan siapa saja yang loyal dengan beliau, berpegang teguh dengan sunnah beliau dan berpetunjuk dengan petunjuk beliau sampai hari kiamat.
Amma Ba’du : Beberapa tahun yang lalu, pasca wafatnya Syaikh kami yang mulia, Syaikhul Islam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz pada tahun 1420, dan wafatnya Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin tahun 1421 rahimahumallahu, mulai tampak adanya pertikaian dan perpecahan di tengah-tengah ahlus sunnah, yang muncul sebagai akibat dari sikap sebagian mereka yang gemar mencari-cari kesalahan sebagian saudara mereka sesama ahlus sunnah, lalu mentahdzirnya. Dan mereka yang disalahkan membalas dengan ucapan yang serupa. Dan yang membantu penyebaran fitnah pertikaian ini adalah sampainya dengan mudah sikap saling menjatuhkan dan saling mentahdzir beserta bantahan-bantahannya melalui media informasi website di internet, yang mana setiap orang yang ingin melempar (opini) dapat melemparkannya kapan saja baik malam atau siang (di situs-situs internet ini, pent.) yang dapat ditelan dengan begitu saja oleh setiap orang yang menginginkannya. Sehingga pertikaian dan perselisihan ini semakin meluas, dan setiap orang yang kagum pada seseorang atau atau kagum pada ucapan-ucapannya menjadi fanatik dengannya serta dia tidak mau mensikapinya dengan pensikapan sebagaimana ketika seorang ahlus sunnah melakukan kesalahan, namun ia malah memusuhi bahkan sampai mencela sebagian orang yang tidak mau mendukung sikap saling menjatuhkan tersebut.
Di awal tahun 1424, saya telah menulis tentang tema pembahasan ini yang berjudul “Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah” (Berlemahlebutlah wahai ahlus sunnah dengan ahlus sunnah)2, dan telah aku utarakan di pembukaan (muqoddimah)-nya sebagai berikut : “Tidak ragu lagi, bahwa kewajiban atas ahlus sunnah di setiap waktu dan tempat adalah haruslah saling menyayangi dan mengasihi sesama mereka dan saling bekerjasama di dalam kebajikan dan ketakwaan. Dan sungguh yang disayangkan adalah pada zaman ini telah terjadi diantara sesama ahlus sunnah percekcokan dan perselisihan, yang menyebabkan satu dengan lainnya saling menyibukkan diri dengan tajrih (mencela), tahdzir dan hajr (mengisolir). Padahal yang wajib bagi mereka adalah mengarahkan kesungguhan mereka semua ini kepada selain mereka dari kaum kafir dan ahli bid’ah yang senantiasa merongrong ahlus sunnah dan wajib atas mereka untuk saling mengasihi dan menyayangi dan saling mengingatkan satu sama lainnya dengan kelemahlembutan.”
Setelah risalah ini menyebar, ada beberapa orang dari ahlus sunnah –semoga Alloh mengampuniku dan mengampuni mereka- yang berkeberatan dengannya (memprotesnya), dan aku telah menunjukkan hal ini di dalam risalah lainnya yang kutulis (yang berjudul) “Al-Hatstsu ‘ala ittibai’s Sunnah wat Tahdziru minal Bida’ wa Bayanu Khathariha” (Dorongan untuk mengikuti sunnah dan peringatan dari bid’ah serta penjelasan akan bahayanya)3. Dan mereka yang memprotes risalah ini di muqoddimah (pendahuluan) ini aku meminta mereka supaya mereka mau berlemah lembut dengan saudara-saudara mereka sesama ahlus sunnah.
Aku tidak pernah memaksudkan ahlus sunnah di dalam risalahku “Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah” itu kelompok-kelompok ataupun partai-partai yang menyimpang dari ahlus sunnah wal jama’ah4, seperti partai mereka yang nampak dari Al-Manshuroh di Mesir5. Mengenai partai ini, berkata pendirinya yang menyeru kepada para pengikutnya : “Dakwah kalian ini lebih berhak didatangi manusia dan anda tidak mendatangi seorangpun… karena dakwah ini menghimpun semua kebaikan, dan adapun (dakwah) selainnya tidaklah selamat dari kekurangan!!” (Mudzakkarat ad-Da’wah wad-Da’iyyah hal. 232, cet. Dar asy-Syihab) karya Hasan al-Banna.
Beliau juga berkata : “Sikap kami terhadap dakwah-dakwah yang beraneka ragam yang bermunculan di zaman ini yang memecah belah hati dan membingungkan fikiran, adalah kami timbang dengan timbangan dakwah kami. Apabila selaras (dengan dakwah kami) maka terima, dan apabila menyelisi (dakwah kami) maka kami berlepas diri darinya. Kami meyakini bahwa dakwah kami adalah universal tidak meninggalkan satu sisi baikpun dari dakwah-dakwah yang ada kecuali telah diisyaratkan kepadanya…” (Majmu’ah ar-Rasa`il Hasan al-Banna hal. 240, cet. Darud Da’wah, 1411). Konsekuensi dari ucapan ini adalah, bahwa mereka menyambut seorang Rafidhah apabila mensepakati mereka dan mereka akan berlepas diri kepada siapa saja yang menyelisihi mereka walaupun ia adalah seorang sunni yang berada di atas thoriqoh (manhaj/jalan) salaf.
Demikian pula (risalah ini bukan ditujukan) untuk orang-orang yang bersembunyi di London6 yang memerangi ahlus sunnah dengan mempublikasikan majalah mereka yang mereka sebut dengan “As-Sunnah” (maksudnya suruiyin, pent.), yang di dalamnya terdapat celaan kepada para ulama Kerajaan Arab Saudi, dan mereka (orang-orang yang bersembunyi di London ini) mensifati para du’at yang sejalan dengan mereka sebagai orang-orang yang merdeka, karena menampakkan protes dan celaan mereka kepada para ulama, terutama kepada para ulama yang menjadi sumber (dalam ilmu)!! Salah seorang yang terhormat telah menulis sebuah risalah yang berjudul “Majallatus Sunnah?”, dia menghimpun di dalam risalahnya ini sejumlah hal ini (yaitu celaan dan hujatan kepada para ulama) dari majalah-majalah mereka.
Juga (risalah ini bukan ditujukan) untuk mereka yang menampakkan dakwahnya di Delhi India7, yang dakwahnya tidak keluar dari enam hal (ajaran), yang mayoritas pengikutnya bodoh dan tidak memiliki pemahaman terhadap agama (yang memadai), dan tidak pula memprioritaskan dakwahnya kepada masalah yang paling penting diantara yang penting, yaitu menunggalkan Alloh di dalam peribadatan dan menjauhi syirik, yang mana ini merupakan dakwahnya seluruh Rasul, sebagaimana dalam Firman Alloh Ta’ala :
ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت
“Dan tidaklah Kami utus pada tiap umat seorang Rasul melainkan untuk menyembah Alloh semata dan menjauhi thaghut.”
Maka barangsiapa yang berdo’a kepada para penghuni kubur, beristighotsah dengan mereka dan menyembelih kurban untuk mereka, maka tidak ada gunanya dakwah mereka!
Dan sesungguhnya saya di dalam pengantar ini, menekankan sebuah wasiat bagi para pemuda Ahlus Sunnah agar mereka senantiasa menyibukkan diri dengan ilmu dan menghabiskan waktu mereka untuk mencari ilmu, agar mereka memperoleh faidah dan selamat dari keterpedayaan yang telah disebutkan di dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam :
عمتان مغبون فيهما كثير من الناس: الصحة والفراغ
Berikut ini adalah isi surat (nasihat) tersebut :
بشروا ولا تنفروا، ويسروا ولا تعسروا
يا أيها الناس! اتهموا الرأي في الدين
والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه
“Dua nikmat yang banyak manusia sering terpedaya dengannya, yaitu nikmat sehat dan waktu lapang.” Dikeluarkan oleh al-Bukhari di dalam Shahih-nya (no. 6412, dan hadits ini adalah hadits yang pertama di dalam Kitab ar-Riqooq.
Diantara buku-buku para ulama kontemporer yang selayaknya mereka membacanya adalah : Majmu’ Fatawa (Kumpulan Fatwa-Fatwa) syaikh kami, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di zamannya, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullahu, Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ (Fatwa-Fatwa Komite Tetap tentang Pembahasan Ilmiah dan Fatwa), tulisan-tulisan syaikh kami, al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi rahimahullah terutama Adhwa’ul Bayaan fi Iidhohil Qur`an bil Qur`an, dan tulisan-tulisan dua alim besar, yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahumallahu.
Aku juga menasehatkan kepada para penuntut ilmu di seluruh negeri untuk memetik faidah dari mereka-mereka yang menyibukkan diri dengan ilmu dari kalangan ahlus sunnah di negeri tersebut, seperti murid-murid Syaikh al-Albani di Yordania8 yang mendirikan sebuah Markaz (dakwah center) pasca wafatnya beliau yang menggunakan namanya (yaitu Markaz al-Imam al-Albani, pent.), juga kepada syaikh Muhammad al-Maghrawi di Maghrib9, Syaikh Muhammad ‘Ali Firkuz dan Syaikh al-‘Ied asy-Syarifi di al-Jaza`ir dan selain mereka dari kalangan ahlus sunnah.
Dan juga termasuk nasehatku kepada ahlus sunnah adalah barangsiapa ada yang tersalah diantara mereka maka hendaknya dijelaskan kesalahannya dan tidak mengikuti kesalahannya, serta tidak berlepas diri darinya disebabkan kesalahan tersebut dan ambillah faidah darinya. Apalagi apabila tidak ada orang yang lebih tinggi darinya di dalam ilmu dan keutamaan.
Saya nasehatkan kepada para pemuda supaya berhati-hati dari menyibukkan diri di dalam mencari-cari aib para penuntut ilmu, mengikuti (informasi di) situs-situs internet yang menghimpun aib-aib mereka dan mentahdzir mereka dengan sebab hal ini.10 Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Asyqor telah salah ketika mencela hak sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dan riwayat-riwayat beliau, dan menaruh perhatian (menfokuskan diri) terhadap masalah kekuasan wanita dan di dalam masalah ikut sertanya wanita di dalam pemerintahan pada bidang yang lain. Saya telah membantah beliau di dalam sebuah risalah yang berjudul : “Ad-Difa’ ‘an ash-Shahabi Abi Bakrah wa Marwiyaatihi wal Istidlaal liman’i wilaayatin Nisaa` ‘alar Rijaal” (Pembelaan terhadap Sahabat Abu Bakrah dan riwayat-riwayat beliau serta pendalilan atas larangan kekuasaan wanita atas kaum pria). Saya di sini memperingatkan atas ketergelincirannya yang membahayakan ini, namun saya tidak memperingatkan dari buku-buku beliau yang bermanfaat, dan di dalam rijal (para perawi) kitab Shahihain dan selainnya, terdapat para perawi yang disifati dengan kebid’ahan namun diterima periwayatannya disertai peringatan para ulama atas bid’ahnya agar waspada darinya.11
Pada awal bulan Ramadhan tahun 1423 H, sebelum disebarkannya risalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, enam bulan (sebelumnya) saya mengirimkan surat nasehat kepada salah seorang yang memiliki pengaruh kuat kepada sebagian pemuda ahlus sunnah12, dan ia telah membalasnya dengan surat yang ramah, yang di dalamnya ia memohon kepada Alloh supaya menjadikan nasehatku ini bermanfaat. Ia menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang yang sedang menasehati tentang hal-hal yang aku tunjukkan (sebagai kritik dan nasehat, pent.) kepadanya di dalam suratku. Saya memohon kepada Alloh Azza wa Jalla agar memberikan taufiq-Nya kepadaku, kepadanya dan kepada seluruh saudara-saudara kita ahlus sunnah terhadap setiap hal yang membawa kepada kebaikan dan dampak yang terpuji, dan agar menjauhkan kita semua dari segala hal yang dapat menghantarkan kita kepada bahaya dan dampak yang buruk baik di dunia maupun di akhirat, sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi Maha Memberi.
Berikut ini adalah isi surat (nasihat) tersebut :
Wa Ba’du, sesungguhnya saya menuliskan nasehat ini kepada anda yang terhormat, dengan harapan agar anda dapat mengambilnya sebagai pertimbangan diri (introspeksi), ”dan agama itu nasehat”, serta ”mukmin yang satu dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang satu, yang satu dengan lainnya saling menguatkan.” dan diantara hak muslim atas muslim lainnya adalah saling menasehati dan bekerjasama dengannya di atas kebajikan.
Pertama : Anda telah menyebutkan kepadaku pada pertemuan yang diadakan bersama anda –yang terhormat- pada beberapa waktu lalu, bahwa anda adalah orang yang lebih tua dariku. Saya saat ini telah memasuki usia delapan puluh tahunan dan anda dalam hal ini telah mendahului usia saya ini, oleh karena itulah saya yang mengajar anda pada tahun 1380 H dan setelahnya termasuk periwayatan al-Akabir minal Ashogir (yang tua mengambil ilmu dari yang muda). Namun orang seperti saya dan seperti anda sama-sama membutuhkan untuk menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat daripada sibuk dengan setiap hal yang dapat membawa kepada perpecahan di antara ahlus sunnah.
Kedua : Sebelumnya saya telah mendengar ucapan anda yang telah lalu, yaitu bahwa anda telah menyibukkan diri anda dengan ilmu hadits dan para perawinya ketimbang menyibukkan diri dengan al-Qur`an dan mentadabburi maknanya. Maka saya katakan : anda sekarang telah disibukkan dengan memperbincangkan sebagian ahlus sunnah dan selain mereka ketimbang anda disibukkan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits. Karena kesibukkan anda yang memalingkan anda dari ilmu al-Kitab dan as-Sunnah ini, maka betapa sedikit hasil karya ilmiah anda akhir-akhir ini di dalam (ilmu al-Kitab dan as-Sunnah) tersebut.
Tidak diragukan lagi, bahwa membantah mereka yang bukan termasuk ahlus sunnah dan orang-orang yang membangkitkan fitnah dan merendahkan kedudukan para ulama dengan menganggap mereka tidak faham akan fiqhul waaqi’ (pemahaman realitas)13 adalah sesuatu yang pada tempatnya (benar)14, namun yang tidak pada tempatnya adalah, adanya kecenderungan mencari-cari kesalahan mereka dari sesama ahlus sunnah dan mencela mereka dikarenakan ketidaksetujuan mereka dengan anda di dalam beberapa pemikiran.15 Maka orang yang seperti mereka ini tidak selayaknya banyak disibukkan dengan sesama ahlus sunnah. Apabila ada penyebutan akan kesalahan-kesalahan mereka, maka janganlah menyibukkan diri dengannya, apalagi mengulang-ulanginya dan selalu menjadikannya perbincangan di dalam majelis. Kemudian, hal ini menyebabkan ketika anda berdiskusi tentangnya, anda menjadi murka dan mengangkat suara anda (berteriak), yang mana hal ini –beserta hal lainnya yang terlarang- sesungguhnya dapat mempengaruhi kesehatan anda.
Ketiga : Dewasa ini, telah meluas penyebutan jarh wa ta’dil dan memperbincangkan (aib-aib) sebagian ahlus sunnah dan selain mereka serta menyebarkan hal ini di situs-situs internet, diantaranya dengan cara mendatangkan pertanyaan satu persatu dari Eropa, Amerika, Afrika Utara dan selainnya tentang sebagian orang yang jarh terhadap mereka berasal dari anda dan dari Syaikh (fulan) dengan disertai perluasan dari Syaikh (fulan) di dalam memperbincangkan kehormatan sebagian masyaikh dan para penuntut ilmu baik di dalam negeri maupun luar negeri, padahal Alloh telah menjadikan ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka bermanfaat. Adapun tahdzir terhadap mereka dan dampak yang terjadi adalah adanya sikap saling menghajr dan menjauhi. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :
بشروا ولا تنفروا، ويسروا ولا تعسروا
”Berikan kabar gembira dan janganlah kalian membuat mereka lari, permudahlah dan janganlah kalian mempersulit.”
Seorang yang bersalah dari ahlus sunnah, diharapkan atas antusiasnya di dalam kebaikan, namun tetap dengan memperingatkannya atas kesalahannya apabila kesalahannya adalah kesalahan yang jelas. Lalu janganlah menjatuhkannya, menghajr-nya dan jangan pula mentahdzir dari memetik faidah darinya (di dalam perkara yang benar, pent.)
Adapun talazum (kecocokan) antara diri anda dengan syaikh (fulan)16 dan berkenaan dengan penyandaran tajrih kepada anda dan kepadanya, namun aku yakin bahwa anda tidak mensepakati dirinya dalam beberapa ucapannya terhadap individu-individu tertentu. Dengan adanya penyandaran itu, dikira sesuatu yang bukan berasal dari anda berasal dari anda. Oleh karena itulah, harapanku kepada anda adalah supaya anda tidak menyibukkan diri anda dengan tajrih (mencela) mereka-mereka dari sesama ahlus sunnah, dan hendaklah anda bersikap kepadanya dengan pensikapan yang pada batasannya, agar para penuntut ilmu dan selain mereka baik di dalam maupun luar negeri, dapat selamat dari menyibukkan diri dengan qiila wa qoola (desas-desus) dan sibuk dengan mendatangkan pertanyaan satu persatu tentang : ”Apa pendapat anda tentang jarh Fulan atau Fulan ini kepada Fulan atau Fulan”, padahal tidak ada kaitannya antara anda dengan orang ini.
Anda adalah orang yang telah dikenal dengan kesungguhan di dalam belajar dan mengajar, anda memiliki karya-karya tulis yang bermanfaat dan anda termasuk orang yang teratas di antara rekan-rekan anda ketika anda masih menempuh studi dan anda memiliki tulisan-tulisan tentang ilmu yang berfaidah. Adapun ”dia”, maka ia termasuk orang yang terakhir di antara rekan-rekannya, nilainya ijazahnya hanyalah ”jayyid” (setara dengan C, pent.), dia tidak memiliki andalan di dalam ilmunya dan tidak pula memiliki tulisan-tulisan (yang bermanfaat) serta modal utamanya hanya sibuk di dalam (mencela) kehormatan manusia.
Sungguh pada diri sahabat Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam pada saat hari Hudaibiyah terdapat uswah (keteladanan) bagi anda, sampai-sampai sebagian mereka berkata setelah mereka meratapi apa yang terjadi pada mereka :
يا أيها الناس! اتهموا الرأي في الدين
”Wahai manusia, tuduhlah akal kalian sendiri di dalam agama”
Saya memohon kepada Alloh Azza wa Jalla supaya memberikan taufiq kepada semuanya apa yang diridhai-Nya, menunjukkan kepada kita bahwa yang benar itulah benar dan memberikan taufiq kepada kita untuk mengikutinya, dan menunjukkan kepada kita bahwa yang bathil adalah bathil dan memberikan taufiq kepada kita untuk menjauhinya, sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi Maha Menjawab.
والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه
Segala Puji hanyalah milik Alloh Pemelihara semesta alam. Semoga shalawat, salam dan baokah senantiasa tercurahkan kepada hamba dan utusan-Nya, Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga segenap sahabatnya.
CATATAN KAKI :
1. Dipetik dari Muqoddimah cet. II Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah.
2. Cetakan pertamanya tahun 1424 H / 2003 M
3. Tepatnya pada bab akhir risalah beliau tersebut, yang berjudul : “At-Tahdzir min Fitnatit Tajrih wat Tabdi’ min Ba’dhi Ahlis Sunnah fi Hadzal ‘Ashri” (Peringatan dari fitnah mencela dan menvonis bid’ah sebagian ahlus sunnah di zaman ini, bab ini telah diterjemahkan. Silakan baca di sini dan sini). Di dalam bab ini, -sebagaimana kebiasaan beliau-, beliau mengkritik beberapa orang yang mengkritik rislalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah dengan memubhamkan (menyembunyikan identitasnya). Tiga diantaranya adalah mantan murid beliau di Universitas Islam Madinah, dan satu diantaranya adalah mufti di wilayah Selatan Arab Saudi.
Di dalam risalah ini, yang paling banyak disorot dan dikritik oleh Syaikh adalah mantan muridnya, alumni Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah. Syaikh menyebutnya sebagai Jarih (pencela) yang modal utamanya hanyalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap sesama ahlus sunnah. Beliau berkata tentang muridnya ini :
“Yang mempelopori hal ini adalah salah seorang muridku di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, yang lulus pada tahun 1395-1396H. Dia meraih peringkat ke-104 dari jumlah lulusan yang mencapai 119 orang. Dia tidaklah dikenal sebagai orang yang menyibukkan diri dengan ilmu, dan tidak pula aku mengetahuinya memiliki pelajaran-pelajaran ilmiah yang terekam, tidak pula tulisan-tulisan ilmiah, kecil ataupun besar. Modal ilmunya yang terbesar adalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap mayoritas Ahlus Sunnah, padahal si Jarih ini ini tidaklah dapat menjangkau mata kaki orang-orang yang dicelanya dari sisi banyaknya kemanfaatan pada pelajaran-pelajaran, ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka.” (hal. 64) [Lihat teks asli di sini]
Dan yang dimaksud oleh Syaikh di sini adalah Syaikh Falih bin Nafi’ al-Harbi yang kini tengah menjadi salah satu pembesar dakwah Haddadiyah.
Syaikh juga berkata :
“Ada tiga orang yang menyertai si pencela ini, yang dua di Makkah dan Madinah dan kedua-duanya dulu muridku di Universitas Islam Madinah. Orang yang pertama lulus tahun 1384-1385 sedangkan yang kedua lulus tahun 1391-1392. Adapun orang yang ketiga berada di ujung selatan negeri ini. Orang yang kedua dan ketiga inilah yang mensifati orang-orang yang menyebarkan risalahku sebagai mubtadi’, dan tabdi’ ini merupakan tabdi’ keseluruhan dan umum, aku tidak tahu apakah mereka faham atau tidak, bahwa yang menyebarkan risalahku adalah ulama dan penuntut ilmu yang disifatkan dengan bid’ah. Aku berharap mereka mau memberikanku masukan/alasan mereka atas tabdi’ mereka yang mereka bangun secara umum, jika ada, untuk diperhatikan lagi.” (hal. 70-71). [Lihat teks asli di sini]
4. Syaikh berkata dalam Ithaaful ‘Ibaad bi Fawa`idi Duruusi asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamad al-‘Abbad oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad al-‘Umaisaan (Darul Imam Ahmad, 1426/2005, hal. 61) : “Buku yang aku tulis terakhir ini yaitu Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah ada korelasinya dengan yang telah aku sebutkan di dalam Madarikun Nazhar. Risalahku Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah dimaksudkan untuk Ikhwanul Muslimin tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan Sayyid Quthb dan selainnya dari para harokiyyin. Tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan fiqh waqi’, para pencela penguasa dan orang-orang yang merendahkan para ulama, tidak dimaksudkan untuk mereka baik yang dekat maupun jauh. Sesungguhnya, risalahku ini aku peruntukkan untuk Ahlus Sunnah saja!!! Mereka yang berada di atas jalan Ahlus Sunnah yang tengah terjadi di tengah mereka ini sekarang perselisihan dan sibuknya mereka antara satu dengan lainnya dengan tajrih, hajr (mengisolir) dan mencela.” [Lihat teks arabic di sini].
5. Yang Syaikh maksudkan di sini adalah Ikhwanul Muslimin. Oleh karena itu sungguh naif apabila para tokoh mapun simpatisan Ikhwanul Muslimin menjadikan buku ini untuk diterapkan pula kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Abduh Zulfidar Akaha dalam bukunya “Siapa Teroris Siapa Khowarij”.
6. Yaitu Muhammad Surur Zainal Abidin beserta para pendukungnya yang disebut dengan Sururiyyun.
7. Yang dimaksud adalah Jama’ah Tabligh.
8. Diantara mereka adalah :
· Syaikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari
· Syaikh Salim bin Ied al-Hilali
· Syaikh Muhammad Musa Nashr
· Syaikh Masyhur bin Hasan Salman
Selain mereka, masyaikh Yordania yang tergabung dalam Markaz Imam al-Albani adalah : Syaikh Husain bin Audah al-Awaisyah, Syaikh Abu Islam Shalih Thaha, Syaikh Basim bin Faishal al-Jawabirah, dll. Hafizhahumullahu.
9. Telah banyak celaan-celaan yang datang kepada Syaikh Muhammad al-Maghrawi hafizhahullahu. Namun hal ini tidak merubah hakikat bahwa beliau adalah seorang salafi ahlus sunnah. Diantaranya adalah apa yang disebutkan oleh Syaikh al-Abbad di atas, yakni nasehat beliau agar para pemuda mengambil ilmu dari beliau. Demikian pula Syaikh Ali Hasan menyebut beliau sebagai salafi. Beliau berkata di dalam ceramah beliau yang berjudul : an-Nashihah as-Salafiyyah setelah ditanya tentang perihal Syaikh al-Maghrawi : “Saya meyakini bahwa beliau (Syaikh al-Maghrawi) adalah seorang salafi dan seorang ahli ilm. Namun sebagaimana manusia lainnya beliau juga terkadang salah dan terkadang benar...“ Lihat pula jawaban Syaikh al-Maghrawi tentang segala fitnah ini dalam buku beliau yang berjudul Ahlul Ifki wal Buhtan ash-Shooduuna ’anis Sunnatil Qur`an yang berisi jawaban dan kesaksian masyaikh lain kepada Syaikh al-Maghrawi.
10. Demikian pula dengan website fitnah dan buhtan yang disebarkan oleh futtan di negeri ini, yang modal utama mereka adalah kejahilan dan keburukan.
11. Demikianlah, sungguh indah apa yang dipaparkan Syaikh. Inilah kaidah sunniyah yang mulai menghilang terkikis habis oleh fitnah ghuluw dan haddadiyah. Menukil dari buku Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi hafizahullahu dicela karena penulisnya mereka tuduh tablighi. Menukil dari Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dicela, menukil dari Syaikh Abul Hasan al-Ma’ribi dihujat. Sungguh jauh sekali manhaj mereka dengan manhaj Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad.
12. Dugaan kami beliau adalah Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu. Hal ini dengan beberapa alasan dan indikasi :
Penyebutan syaikh bahwa beliau adalah mantan murid beliau di Universitas Islam Madinah, tahun 1380 dan lulus tahun 1384.
Penyebutan syaikh bahwa beliau adalah diantara murid syaikh yang tercerdas dan berpredikat tertinggi diantara rekan-rekan lainnya (nilainya mumtaz atau cum laude).
Penyebutan syaikh bahwa usia beliau lebih tua dari syaikh dan menyatakan hal ini sebagai pengambilan ilmu al-Ashoghir minal Akabir. Ustadz Abu Karimah juga menegaskan hal ini dalam risalah bantahannya terhadap Ustadz Firanda seputar masalah senior dan yang lebih senior. Ustadz Abu Karimah menyebutkan bahwa dari sisi usia, Syaikh Rabi’ lebih tua dari Syaikh Abdul Muhsin.
Indikasi-indikasi lainnya yang mengarah ke sana beserta informasi dari beberapa mahasiswa Universitas Islam Madinah mengenai hal ini.
Peringatan : Ini bukan artinya syaikh mentahdzir syaikh Rabi’. Namun bahkan ini merupakan sikap saling mencintai dimana mereka saling menasehati dan meningatkan. Aduhai, alangkah baiknya apabila du’at-du’at salafiyyah melakukan hal ini sebelum mereka mencela dan mentahdzir kepada sesama saudara ahlus sunnah.
13. Sebagaimana tuduhan kaum hizbiyyun, Sururiyyun dan Quthbiyyun kepada para ulama ahlus sunnah.
14. Sungguh benar syaikh, bahwa ini yang seharusnya dilakukan oleh salafiyyin. Yaitu membantah ahli bid’ah, hizbiyyah dan semisalnya. Bukannya malah membantah saudara mereka sesama ahlus sunnah, membuka aib-aib mereka dan memakannya. Sehingga terjadi fitnah seperti saat ini dimana salafiyyin dituduh berpecah belah. Mereka mengatakan bagaimana mungkin manhaj salaf adalah manhaj pemersatu sedangkan orang-orang yang menisbatkan diri ke dalamnya saling bermusuhan secara sengit. Allohumma.
15. Dan hal ini cukup banyak terjadi, dimana Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu dan segala ucapan beliau seakan-akan dijadikan dasar di dalam wala’ dan baro’ oleh sebagian oknum dan seakan-akan ma’shum. Segala pendapat dan pemikiran yang menyelisihi beliau –walaupun itu masalah ijtihadiyah- maka langsung dikatakan salah dan menyimpang. Sungguh, kami mencintai syaikh Rabi’ bin Hadi sebagaimana kami mencintai masyaikh salafiyyin lainnya, kami tidak pernah fanatik terhadap beliau dan kepada selain beliau. Namun kami lebih mencintai kebenaran darimanapun datangnya.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu, beliau berkata tentang syaikh Rabi’ dan orang-orang yang fanatik kepada beliau :
“Aku katakan bahwa pembawa bendera jarh wa ta’dil pada hari ini adalah saudara kita DR. Rabi’. Sedangkan orang-orang yang membantah beliau, tidaklah membantahnya dengan ilmu sama sekali. Dan nilai ilmiah bersama DR. Rabi’ walaupun aku selalu mengatakan kepadanya via telpon lebih dari sekali, seandainya ia menghaluskan metode dakwahnya maka akan bermanfaat bagi seluruh orang baik yang bersamanya atau yang bersebrangan dengannya. Adapun dari segi ilmiahnya tidak ada faktor yang harus dikritik pada beliau sama sekali, kecuali perkara yang aku isyaratkan tadi yaitu keras dalam uslub/metode”. (Dari kaset manhaj al muwazanat. Tasjilat ath-Tohyyibah, Madinah an-Nabawiyah no 86. Lihat pula Bayan Fasad al-Mi’yar hal 210-213 karangan Syekh Rabi’).
Syaikh Al-Albani rahimahullahu juga berkata :
“ Akan tetapi, aku telah mengatakan kepadanya (Syaikh Rabi’) via telpon lebih dari sekali. Seandainya beliau menghaluskan metode dakwahnya maka akan bermanfaat bagi seluruh orang baik yang bersamanya atau yang bersebrangan dengannya. Terutama orang-orang yang beliau kritik yang sudah berpulang ke rahmatullah dan maghfirah Allah. Dari sisi yang lain, mungkin ia punya pengaruh dan terdapat sekelompok orang yang menisbahkan diri kepada beliau dengan semangat jahiliyah bukan dengan semangat ilmiah.” (tercantum didalam kaset As`ilah Syaikh Abul Hasan Musthofa as-Sulaimani lisy Syaikh al-Albani no. Silsilatul Huda wan Nur 1/851. Lihat pula Nasrul aziz hal 7 karya syekh Rabi’).
16. Maksudnya Syaikh Falih al-Harbi dengan beberapa alasan yang akan disebutkan syaikh berikutnya, yaitu :
· Dikenal suka mencela dan menghujat kepada sesama ahlus sunnah.
· Termasuk murid syaikh namun murid yang terbelakang diantara rekan-rekannya.
· Syaikh mensifatinya sebagai orang yang modal utamanya hanyalah tajrih.
· Tidak memiliki andalan ilmu yang kuat dan mapan.
· Dan indikasi lainnya.
Dari surat syaikh ini –yang dikirimkan enam bulan sebelum risalah Rifqon beliau menyebar- dan risalah al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah yang di dalamnya syaikh mengkritik habis Syaikh Falih ditulis, Syaikh telah menunjukkan atas ketidaksukaan beliau akan perilaku Syaikh Falih ini.
1. Dipetik dari Muqoddimah cet. II Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah.
2. Cetakan pertamanya tahun 1424 H / 2003 M
3. Tepatnya pada bab akhir risalah beliau tersebut, yang berjudul : “At-Tahdzir min Fitnatit Tajrih wat Tabdi’ min Ba’dhi Ahlis Sunnah fi Hadzal ‘Ashri” (Peringatan dari fitnah mencela dan menvonis bid’ah sebagian ahlus sunnah di zaman ini, bab ini telah diterjemahkan. Silakan baca di sini dan sini). Di dalam bab ini, -sebagaimana kebiasaan beliau-, beliau mengkritik beberapa orang yang mengkritik rislalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah dengan memubhamkan (menyembunyikan identitasnya). Tiga diantaranya adalah mantan murid beliau di Universitas Islam Madinah, dan satu diantaranya adalah mufti di wilayah Selatan Arab Saudi.
Di dalam risalah ini, yang paling banyak disorot dan dikritik oleh Syaikh adalah mantan muridnya, alumni Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah. Syaikh menyebutnya sebagai Jarih (pencela) yang modal utamanya hanyalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap sesama ahlus sunnah. Beliau berkata tentang muridnya ini :
وقد تولَّى كبر ذلك شخص من تلاميذي بكلية الشريعة بالجامعة الإسلامية، تخرَّج منها عام (1395 ـ 1396هـ)، وكان ترتيبه الرابع بعد المائة من دفعته البالغ عددهم (119) خرِّيجاً، وهو غير معروف بالاشتغال بالعلم، ولا أعرف له دروساً علميَّة مسجَّلة، ولا مؤلَّفاً في العلم صغيراً ولا كبيراً، وجلُّ بضاعته التجريح والتبديع والتحذير من كثيرين من أهل السنَّة، لا يبلغ هذا الجارحُ كعبَ بعض مَن جرَحهم لكثرة نفعهم في دروسهم ومحاضراتهم ومؤلفاتهم
“Yang mempelopori hal ini adalah salah seorang muridku di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, yang lulus pada tahun 1395-1396H. Dia meraih peringkat ke-104 dari jumlah lulusan yang mencapai 119 orang. Dia tidaklah dikenal sebagai orang yang menyibukkan diri dengan ilmu, dan tidak pula aku mengetahuinya memiliki pelajaran-pelajaran ilmiah yang terekam, tidak pula tulisan-tulisan ilmiah, kecil ataupun besar. Modal ilmunya yang terbesar adalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap mayoritas Ahlus Sunnah, padahal si Jarih ini ini tidaklah dapat menjangkau mata kaki orang-orang yang dicelanya dari sisi banyaknya kemanfaatan pada pelajaran-pelajaran, ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka.” (hal. 64) [Lihat teks asli di sini]
Dan yang dimaksud oleh Syaikh di sini adalah Syaikh Falih bin Nafi’ al-Harbi yang kini tengah menjadi salah satu pembesar dakwah Haddadiyah.
Syaikh juga berkata :
وقد شارك التلميذَ الجارح ثلاثةٌ: اثنان في مكة والمدينة، وهما من تلاميذي في الجامعة الإسلامية بالمدينة، أولهما تخرَّج عام (1384 ـ 1385هـ)، والثاني عام (1391 ـ 1392هـ)، وأمَّا الثالث ففي أقصى جنوب البلاد، وقد وصف الثاني والثالث مَن يُوزِّع الرسالةَ بأنَّه مبتدع، وهو تبديع بالجملة والعموم، ولا أدري هل علموا أو لم يعلموا أنَّه وزَّعها علماء وطلبة علم لا يُوصَفون ببدعة، وآملُ منهم تزويدي بالملاحظات التي بنوا عليها هذا التبديع العام إن وُجدت للنظر فيها
“Ada tiga orang yang menyertai si pencela ini, yang dua di Makkah dan Madinah dan kedua-duanya dulu muridku di Universitas Islam Madinah. Orang yang pertama lulus tahun 1384-1385 sedangkan yang kedua lulus tahun 1391-1392. Adapun orang yang ketiga berada di ujung selatan negeri ini. Orang yang kedua dan ketiga inilah yang mensifati orang-orang yang menyebarkan risalahku sebagai mubtadi’, dan tabdi’ ini merupakan tabdi’ keseluruhan dan umum, aku tidak tahu apakah mereka faham atau tidak, bahwa yang menyebarkan risalahku adalah ulama dan penuntut ilmu yang disifatkan dengan bid’ah. Aku berharap mereka mau memberikanku masukan/alasan mereka atas tabdi’ mereka yang mereka bangun secara umum, jika ada, untuk diperhatikan lagi.” (hal. 70-71). [Lihat teks asli di sini]
4. Syaikh berkata dalam Ithaaful ‘Ibaad bi Fawa`idi Duruusi asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamad al-‘Abbad oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad al-‘Umaisaan (Darul Imam Ahmad, 1426/2005, hal. 61) : “Buku yang aku tulis terakhir ini yaitu Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah ada korelasinya dengan yang telah aku sebutkan di dalam Madarikun Nazhar. Risalahku Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah dimaksudkan untuk Ikhwanul Muslimin tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan Sayyid Quthb dan selainnya dari para harokiyyin. Tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan fiqh waqi’, para pencela penguasa dan orang-orang yang merendahkan para ulama, tidak dimaksudkan untuk mereka baik yang dekat maupun jauh. Sesungguhnya, risalahku ini aku peruntukkan untuk Ahlus Sunnah saja!!! Mereka yang berada di atas jalan Ahlus Sunnah yang tengah terjadi di tengah mereka ini sekarang perselisihan dan sibuknya mereka antara satu dengan lainnya dengan tajrih, hajr (mengisolir) dan mencela.” [Lihat teks arabic di sini].
5. Yang Syaikh maksudkan di sini adalah Ikhwanul Muslimin. Oleh karena itu sungguh naif apabila para tokoh mapun simpatisan Ikhwanul Muslimin menjadikan buku ini untuk diterapkan pula kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Abduh Zulfidar Akaha dalam bukunya “Siapa Teroris Siapa Khowarij”.
6. Yaitu Muhammad Surur Zainal Abidin beserta para pendukungnya yang disebut dengan Sururiyyun.
7. Yang dimaksud adalah Jama’ah Tabligh.
8. Diantara mereka adalah :
· Syaikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari
· Syaikh Salim bin Ied al-Hilali
· Syaikh Muhammad Musa Nashr
· Syaikh Masyhur bin Hasan Salman
Selain mereka, masyaikh Yordania yang tergabung dalam Markaz Imam al-Albani adalah : Syaikh Husain bin Audah al-Awaisyah, Syaikh Abu Islam Shalih Thaha, Syaikh Basim bin Faishal al-Jawabirah, dll. Hafizhahumullahu.
9. Telah banyak celaan-celaan yang datang kepada Syaikh Muhammad al-Maghrawi hafizhahullahu. Namun hal ini tidak merubah hakikat bahwa beliau adalah seorang salafi ahlus sunnah. Diantaranya adalah apa yang disebutkan oleh Syaikh al-Abbad di atas, yakni nasehat beliau agar para pemuda mengambil ilmu dari beliau. Demikian pula Syaikh Ali Hasan menyebut beliau sebagai salafi. Beliau berkata di dalam ceramah beliau yang berjudul : an-Nashihah as-Salafiyyah setelah ditanya tentang perihal Syaikh al-Maghrawi : “Saya meyakini bahwa beliau (Syaikh al-Maghrawi) adalah seorang salafi dan seorang ahli ilm. Namun sebagaimana manusia lainnya beliau juga terkadang salah dan terkadang benar...“ Lihat pula jawaban Syaikh al-Maghrawi tentang segala fitnah ini dalam buku beliau yang berjudul Ahlul Ifki wal Buhtan ash-Shooduuna ’anis Sunnatil Qur`an yang berisi jawaban dan kesaksian masyaikh lain kepada Syaikh al-Maghrawi.
10. Demikian pula dengan website fitnah dan buhtan yang disebarkan oleh futtan di negeri ini, yang modal utama mereka adalah kejahilan dan keburukan.
11. Demikianlah, sungguh indah apa yang dipaparkan Syaikh. Inilah kaidah sunniyah yang mulai menghilang terkikis habis oleh fitnah ghuluw dan haddadiyah. Menukil dari buku Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi hafizahullahu dicela karena penulisnya mereka tuduh tablighi. Menukil dari Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dicela, menukil dari Syaikh Abul Hasan al-Ma’ribi dihujat. Sungguh jauh sekali manhaj mereka dengan manhaj Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad.
12. Dugaan kami beliau adalah Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu. Hal ini dengan beberapa alasan dan indikasi :
Penyebutan syaikh bahwa beliau adalah mantan murid beliau di Universitas Islam Madinah, tahun 1380 dan lulus tahun 1384.
Penyebutan syaikh bahwa beliau adalah diantara murid syaikh yang tercerdas dan berpredikat tertinggi diantara rekan-rekan lainnya (nilainya mumtaz atau cum laude).
Penyebutan syaikh bahwa usia beliau lebih tua dari syaikh dan menyatakan hal ini sebagai pengambilan ilmu al-Ashoghir minal Akabir. Ustadz Abu Karimah juga menegaskan hal ini dalam risalah bantahannya terhadap Ustadz Firanda seputar masalah senior dan yang lebih senior. Ustadz Abu Karimah menyebutkan bahwa dari sisi usia, Syaikh Rabi’ lebih tua dari Syaikh Abdul Muhsin.
Indikasi-indikasi lainnya yang mengarah ke sana beserta informasi dari beberapa mahasiswa Universitas Islam Madinah mengenai hal ini.
Peringatan : Ini bukan artinya syaikh mentahdzir syaikh Rabi’. Namun bahkan ini merupakan sikap saling mencintai dimana mereka saling menasehati dan meningatkan. Aduhai, alangkah baiknya apabila du’at-du’at salafiyyah melakukan hal ini sebelum mereka mencela dan mentahdzir kepada sesama saudara ahlus sunnah.
13. Sebagaimana tuduhan kaum hizbiyyun, Sururiyyun dan Quthbiyyun kepada para ulama ahlus sunnah.
14. Sungguh benar syaikh, bahwa ini yang seharusnya dilakukan oleh salafiyyin. Yaitu membantah ahli bid’ah, hizbiyyah dan semisalnya. Bukannya malah membantah saudara mereka sesama ahlus sunnah, membuka aib-aib mereka dan memakannya. Sehingga terjadi fitnah seperti saat ini dimana salafiyyin dituduh berpecah belah. Mereka mengatakan bagaimana mungkin manhaj salaf adalah manhaj pemersatu sedangkan orang-orang yang menisbatkan diri ke dalamnya saling bermusuhan secara sengit. Allohumma.
15. Dan hal ini cukup banyak terjadi, dimana Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu dan segala ucapan beliau seakan-akan dijadikan dasar di dalam wala’ dan baro’ oleh sebagian oknum dan seakan-akan ma’shum. Segala pendapat dan pemikiran yang menyelisihi beliau –walaupun itu masalah ijtihadiyah- maka langsung dikatakan salah dan menyimpang. Sungguh, kami mencintai syaikh Rabi’ bin Hadi sebagaimana kami mencintai masyaikh salafiyyin lainnya, kami tidak pernah fanatik terhadap beliau dan kepada selain beliau. Namun kami lebih mencintai kebenaran darimanapun datangnya.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu, beliau berkata tentang syaikh Rabi’ dan orang-orang yang fanatik kepada beliau :
إن حامل راية الجرح والتعديل اليوم في العصر الحاضر وبحق هو أخونا الدكتور ربيع، والذين يردون عليه لا يردون عليه بعلم أبداً، والعلم معه وإن كنت أقول دائماً وقلت هذا الكلام له هاتفياً أكثر من مرة أنه لو يتلطف في أسلوبه يكون أنفع للجمهور من الناس سواء كانوا معه أو عليه ، أما من حيث العلم فليس هناك مجال لنقد الرجل إطلاقاً إلا ما أشرت إليه آنفاً من شئ من الشدة في الأسلوب
“Aku katakan bahwa pembawa bendera jarh wa ta’dil pada hari ini adalah saudara kita DR. Rabi’. Sedangkan orang-orang yang membantah beliau, tidaklah membantahnya dengan ilmu sama sekali. Dan nilai ilmiah bersama DR. Rabi’ walaupun aku selalu mengatakan kepadanya via telpon lebih dari sekali, seandainya ia menghaluskan metode dakwahnya maka akan bermanfaat bagi seluruh orang baik yang bersamanya atau yang bersebrangan dengannya. Adapun dari segi ilmiahnya tidak ada faktor yang harus dikritik pada beliau sama sekali, kecuali perkara yang aku isyaratkan tadi yaitu keras dalam uslub/metode”. (Dari kaset manhaj al muwazanat. Tasjilat ath-Tohyyibah, Madinah an-Nabawiyah no 86. Lihat pula Bayan Fasad al-Mi’yar hal 210-213 karangan Syekh Rabi’).
Syaikh Al-Albani rahimahullahu juga berkata :
لكني قلت له ـ أي الشيخ ربيع ـ في أكثر من مرة ، في مهاتفة جرت بيني وبينه ، لو أنه يتلطف في استعمال بعض العبارات ، وبخاصة أن الذي يرد عليه قد يكون ممن انتقل إلى حساب الله وفضله ورحمته ومغفرته ، ثم هو من زاوية أخرى قد تكون له شوكة ، ويكون له عصبة ينتمون إليه بالحماس الجاهلي ، ـ مُشْ العلمي ـ
“ Akan tetapi, aku telah mengatakan kepadanya (Syaikh Rabi’) via telpon lebih dari sekali. Seandainya beliau menghaluskan metode dakwahnya maka akan bermanfaat bagi seluruh orang baik yang bersamanya atau yang bersebrangan dengannya. Terutama orang-orang yang beliau kritik yang sudah berpulang ke rahmatullah dan maghfirah Allah. Dari sisi yang lain, mungkin ia punya pengaruh dan terdapat sekelompok orang yang menisbahkan diri kepada beliau dengan semangat jahiliyah bukan dengan semangat ilmiah.” (tercantum didalam kaset As`ilah Syaikh Abul Hasan Musthofa as-Sulaimani lisy Syaikh al-Albani no. Silsilatul Huda wan Nur 1/851. Lihat pula Nasrul aziz hal 7 karya syekh Rabi’).
16. Maksudnya Syaikh Falih al-Harbi dengan beberapa alasan yang akan disebutkan syaikh berikutnya, yaitu :
· Dikenal suka mencela dan menghujat kepada sesama ahlus sunnah.
· Termasuk murid syaikh namun murid yang terbelakang diantara rekan-rekannya.
· Syaikh mensifatinya sebagai orang yang modal utamanya hanyalah tajrih.
· Tidak memiliki andalan ilmu yang kuat dan mapan.
· Dan indikasi lainnya.
Dari surat syaikh ini –yang dikirimkan enam bulan sebelum risalah Rifqon beliau menyebar- dan risalah al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah yang di dalamnya syaikh mengkritik habis Syaikh Falih ditulis, Syaikh telah menunjukkan atas ketidaksukaan beliau akan perilaku Syaikh Falih ini.
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda