Antara Dzulqarnain, Luqman dan Khidir
Tanya:
Sebutkan point-point permasalahan yang diperselisihkan ulama berkaitan
dengan Dzulqarnain, Luqman dan Khidir?
Jawab:
Pertama, para ulama berselisih, siapakah diantara mereka yang paling utama
(afdhal)?
Keutamaan
mereka berbeda-beda jika ditinjau dari keilmuan, hikmah, taktik
berperang dan politik dalam mengatur wilayah kekuasaan.
1. Dilihat dari sisi keilmuan, Khidir lebih utama, karena Nabi Musa ‘alaihissalam
diperintahkan Allah untuk menempuh perjalanan jauh demi menuntut ilmu kepada
Khidir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan tentang kisah Musa
dan Khidir ‘alaihimassalam:
فأوحى الله إليه أن عبداً من
عبادي بمجمع البحرين هو أعلم منك
“Maka Allah mewahyukan pada Musa, ada
seorang hamba dari hamba-hamba-Ku yang lebih berilmu darimu. Ia berada di
pertemuan antara dua laut.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
وَإِذْ قَالَ مُوسَى
لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ
حُقُبًا
“Dan (ingatlah)
ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan)
sebelum sampai ke pertemuan antara dua laut, atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun lamanya” [QS. Al-Kahfi: 60]
Setelah bertemu Khidir, Musa memohon untuk dapat menyertainya demi menuntut
ilmu.
Allah ta’ala berfirman:
فَوَجَدَا
عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ
لَدُنَّا عِلْمًا (65) قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ
مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepadanya:
"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu-ilmu yang
telah diajarkan kepadamu dengan benar?” [QS. Al-Kahfi: 65-66]
2. Dilihat dari taktik berperang dan kemampuan mengatur wilayah kekuasaan, Dzulqarnain lebih
utama, karena ia dapat menguasai bumi belahan Timur dan Barat serta dapat mengalahkan Ya'juj dan Ma'juj.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا
“Sesungguhnya
Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah
memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu” [QS. Al-Kahfi: 84]
Allah ta'ala juga mengisahkan tentang kecerdikan Dzulqarnain dalam menghadapi Ya'juj dan Ma'juj,
قَالُوا
يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي
الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا
وَبَيْنَهُمْ سَدًّا (94) قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ
فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا (95)
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ
انْفُخُوا حَتَّى إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ
قِطْرًا (96) فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ
نَقْبًا (97)
"Mereka berkata: "Hai
Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan
Ma'juj adalah orang-orang yang membuat kerusakan di muka
bumi, maka bolehkah kami memberikan imbalan padamu, agar kamu
membuat dinding antara kami dan mereka. Dzulqarnain berkata: "Apa yang
telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku
terhadapnya adalah lebih baik, maka bantulah aku dengan kekuatan
(manusia dan
alat-alat -pen), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,
berilah aku potongan-potongan besi." Hingga apabila besi itu telah sama
rata
dengan kedua (puncak) gunung itu, Dzulqarnain berkata: "Tiuplah (api
itu)."
Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti -pen) api, ia
berkata:
"Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar tembaga itu kutuangkan ke atas
besi panas
itu." Maka mereka (Ya'juj dan Ma'juj -pen) tidak akan bisa mendakinya
dan tidak pula bisa melobanginya" [QS. Al-Kahfi: 94-97]
3. Dilihat dari hikmah dalam nasehat dan perkataannya, Luqman lebih utama, karena dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa ia telah diberikan hikmah oleh Allah.
3. Dilihat dari hikmah dalam nasehat dan perkataannya, Luqman lebih utama, karena dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa ia telah diberikan hikmah oleh Allah.
Allah ta’ala
berfirman:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ
أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ
كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيد
“Dan sesungguhnya Kami
telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu bersyukurlah kepada Allah.
Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji” [QS. Luqman: 12]
Kedua, para ulama berselisih, apakah mereka nabi atau orang shalih?
1. Pendapat yang benar tentang Khidir, ia adalah seorang nabi.
Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, tatkala
menghikayatkan ucapan Khidir [وَمَا
فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي] artinya “Tidaklah aku melakukan itu
semua karena kemauanku sendiri”.
Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata:
يقول: وما فعلتُ يا موسى جميع
الذي رأيتني فعلته عن رأي، ومن تلقاء نفسي، وإنما فعلتُه عن أمر الله تعالى إياي
به
“Khidir berkata: “Wahai Musa, tidaklah
aku melakukan semua apa yang engkau lihat berdasarkan pendapat pribadiku, bukan
pula berasal dari diriku. Apa yang telah aku lakukan hanyalah menuruti apa yang
diperintahkan Allah padaku.” [Tafsir Ath-Thabari, 8/270]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ
أَمْرِي أي: لكني أٌمِرتُ به ووقفت عليه، وفيه دلالة لمن قال بنبوة الخضر عليه
السلام
“Tidaklah aku melakukan itu semua
karena kemauanku sendiri” maknanya aku hanya melakukan apa yang
diperintahkan dan dititahkan padaku. Dalam ayat ini terdapat dalil bagi ulama
yang berpendapat tentang kenabian Khidir ‘alaihissalaam.” [Tafsir
Ibnu Katsir, 3/162]
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
يدل - أي قول الخضر عليه
السلام: ((وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي)) - على نبوته وأنه يوحى إليه بالتكاليف
والأحكام، كما أُوحي إلي الأنبياء عليه السلام غير أنه ليس برسول
“Perkataan Khidir [وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي] menunjukkan bahwa ia adalah seorang nabi yang mendapatkan
wahyu berupa hukum-hukum syariat, sebagaimana diwahyukan pada para nabi (yang
lain –pen-). Hanya saja ia bukan rasul.” [Tafsir Al-Qurthubi, 11/39]
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
فدل على أنه نبي أوحى إليه
“Ayat ini menunjukkan bahwa Khidir
adalah seorang nabi yang diberikan wahyu” [Syarh Shahih Muslim, 15/197]
Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi
rahimahullah berkata:
وبهذا كله تعلم أن قتل الخضر
للغلام، وخرقه للسفينة، وقوله: ((وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي)) دليل ظاهر على
نبوته
“Dari penjelasan ini, engkau dapat mengetahui
bahwa tatkala Khidir membunuh seorang anak, melubangi kapal, lalu ia berkata “tidaklah
aku melakukan ini semua karena kemauanku” merupakan dalil yang zhahir
tentang kenabian beliau.”[Adhwa’ul Bayan, 4/177]
2. Adapun Dzulqarnain dan Luqman, keduanya adalah orang yang shalih, bukan
nabi. Dalilnya adalah ketiadaan nash qath’i yang menjelaskan bahwa
keduanya nabi.
Diriwayatkan dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
وما أدرى أتبع نبي أم لا؟ وما أدري ذا القرنين كان نبيا أم لا؟
”Aku tidak tahu apakah Tubba’
seorang nabi atau bukan ? Dan aku tidak tahu apakah Dzulqarnain seorang nabi
atau bukan?” [HR.
Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 3682, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra
(8/570). Namun dalam sanadnya terdapat rawi bernama Abdurrahman bin Hasan
Al-Qadhi, ia seorang munkarul
hadits]
Terlepas dari
perselisihan pendapat ulama tentang kedudukannya sebagai nabi atau bukan, yang
pasti Dzulqarnain adalah seorang raja shalih dan penguasa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir.
Diantara perkara yang menunjukkan keimanan Dzulqarnain, ia senantiasa
memanggil nama Rabb-Nya, hal ini menunjukkan penghambaannya kepada Allah.
Berulang kali Dzulqarnain mengucapkan "Rabbku"
قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي
جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
“Dzulqarnain
berkata: “Ini adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah
datang janji Rabbku Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan
janji Rabbku itu adalah benar”. [QS. Al-Kahfi: 98]
Ketiga, para ulama berselisih, apakah mereka hidup dalam satu zaman?
Pendapat yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam hafizhahullah,
Khidir dan Dzulqarnain hidup di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam. Masa
hidup keduanya berdekatan, hal itu diisyaratkan dalam Al-Qur’an tatkala Allah
menceritakan kisah keduanya secara berurutan. Adapun Luqman, ada riwayat yang
menyebutkan bahwa ia juga hidup di zaman Nabi Musa, namun riwayat tersebut dha’if
(lemah).
Keempat, para ulama juga berselisih, apakah nama Dzulqarnain, Khidir dan Luqman adalah laqab
(gelar/julukan) atau memang nama asli?
Pendapat yang benar, Khidir dan Luqman adalah nama asli, sedangkan
Dzulqarnain merupakan laqab yang artinya pemilik dua tanduk. Dzulqarnain
dijuluki demikian karena ia menguasai belahan bumi sebelah barat dan timur.
Nama asli Dzulqarnain adalah Iskandar. Namun Dzulqarnain yang termaktub dalam surat
Al-Kahfi bukanlah Iskandar Dzulqarnain atau Alexander The Great, penguasa asal
Makedonia. Dzulqarnain dalam surat Al-Kahfi adalah seorang muslim. Adapun
Alexander The Great, ia adalah seorang musyrik, demikian diterangkan oleh Syaikhul
Islam. Allahua’lam
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda