Hukum Shalat Berjama'ah
Dari berbagai pendapat yang disampaikan ulama maka ada empat pendapat tentang hukum shalat berjama’ah yaitu:
- Pertama : Fardlu ‘ain.
- Kedua : Fardlu Kifayah.
- Ketiga : Sunnah Muakkad.
- Keempat : Fardlu ‘Ain Dan Merupakan Syarat Sahnya Shalat.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum shalat berjama’ah adalah fardhu
‘ain dan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada udzur syar’i yang
membolehkan. Abdullah bin Mas’ud berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
"Barangsiapa ingin bertemu dengan Allah
Ta’ala esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus memelihara semua
shalat setiap diserukan dengan adzan. Sesunguhnya Allah mensyariatkan
bagi Nabi kalian Shallahu 'alaihi wa sallam sunan al-huda (jalan-jalan
hidayah dan kebenaran). Semua shalat lima waktu adalah bagian dari sunan
al-huda. Jika kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seorang
pembangkang melakukan shalat di rumahnya, maka dengan demikian itu
kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian meninggalkan
sunnah Nabi kalian, maka kalian telah sesat. Dahulu aku lihat di antara
kita tak seorangpun yang meninggalkan shalat berjama’ah, kecuali seorang
munafik yang sudah diketahui benar kemunafikannya. Sungguh seorang pria
didatangi, lalu dipapah dua oang hingga ditegakkan di tengah-tengah
shaff." [Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin, Syarah Riyadhus….., 440.]
Di antara Dalil tentang kewajiban shalat berjama'ah bagi laki-laki adalah
1. Allah Ta’ala telah memerintahkan pada saat dicekam rasa takut untuk tetap shalat berjama’ah.
Sebagaimana Allah Ta'aala berfirman:
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًاDan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.[An-Nisa' : 102]
Dengan demikian, Allah Ta'aala telah
memerintahkan untuk shalat dengan berjam'ah pada saat diliputi rasa
takut yang mencekam. Allah Ta'aala mengulangi perintah ini sekali lagi
pada kelompok kedua. Oleh karena itu, seandainya shalat berjama'ah itu
sunnah, niscaya alasan yang paling tepat untuk tidak mengerjakannya
adalah rasa takut. Jika shalat berjama'ah itu fardlu kifayah, niscaya
Allah akan menggugurkannya bagi kelompok kedua dengan apa yang telah
dilakukan oleh kelompok yang pertama. Dengan demikian, hal itu
menunjukkan bahwa shalat itu fardlu 'Ain (Wajib) bagi masing-masing
individu. [ Said bin Ali bin Wahf Al Qahthani, Ensiklopedi Shalat.....,
547.]
2. Allah Ta'aala memerintahkan untuk mengerjakan shalat bersama orang-orang yang mengerjakan shalat.
Allah Ta'aala berfirman:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” [Al-baqarah : 43]
Allah Ta'aala telah memerintahkan shalat dengan berjama’ah bersama-sama
dengan orang yang mengerjakannya dan perintah itu berarti wajib.
3. Allah Ta'aala menghukum orang yang tidak menyambut seruan muadzdzin
dengan tidak mengerjakan shalat berjama’ah. Dia akan menghalangi mereka
dari sujud pada hari kiamat kelak.
Allah Ta'aala berfirman:
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا يَسْتَطِيعُونَ (٤٢) خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ (٤٣)“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud maka mereka tidak kuasa (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk kebawah lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera.” QS, Al-Qalam : 42-43.
Dari Abu
Sa’id al-Khudri radhiallahu 'anhu dia bercerita: Aku pernah mendengar
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَكْشِفُ رَبُّنَا عَنْ سَاقِهِ فَيَسْجُدُ لَهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ فَيَبْقَى كُلُّ مَنْ كَانَ يَسْجُدُ فِي الدُّنْيَا رِيَاءً وَسُمْعَةً فَيَذْهَبُ لِيَسْجُدَ فَيَعُودُ ظَهْرُهُ طَبَقًا وَاحِدًا“Rabb kita akan menyingkapkan betis-Nya sehingga bersujudlah kepada-Nya setiap mukmin laki-laki maupun perempuan. Sedangkan orang yang bersujud di dunia karena riya’ dan sum’ah tetap tidak bersujud. Dia berusaha untuk sujud tetapi punggungnya kembali merapat menjadi satu.” [HR Bukhari]
Senin 19 Jumadal Akhirah 1437 H / 28 Maret 2016 M
Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan - Surabaya
Assalamualaikum ustadz Mukhtaar....
ReplyDeleteWah, skripsinya mulai di publis ke blognya Rek....
Semoga berkah dan bermanfaat