Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Aqidah. Show all posts
Showing posts with label Aqidah. Show all posts

MENSYUKURI NIKMAT ISLAM YANG ALLAH KARUNIAKAN KEPADA KITA

MENSYUKURI NIKMAT ISLAM YANG ALLAH KARUNIAKAN KEPADA KITA

Oleh: Ustadz Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Hafidzohulla


Segalah puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelkan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan bawangsiapa yang Allah sesatkan, tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Allah Berfirman:


سُوۡرَةُ الاٴنعَام
فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُ ۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُ ۥ لِلۡإِسۡلَـٰمِ‌ۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُ ۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُ ۥ ضَيِّقًا حَرَجً۬ا ڪَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى ٱلسَّمَآءِ‌ۚ ڪَذَٲلِكَ يَجۡعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ (١٢٥)




Surah Al An'aam 125
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk [memeluk agama] Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya [1], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (125)

Dalam ayar yang lain Allah berfirman:


سُوۡرَةُ الزُّمَر
أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدۡرَهُ ۥ لِلۡإِسۡلَـٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ۬ مِّن رَّبِّهِۦ‌ۚ فَوَيۡلٌ۬ لِّلۡقَـٰسِيَةِ قُلُوبُہُم مِّن ذِكۡرِ ٱللَّهِ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ فِى ضَلَـٰلٍ۬ مُّبِينٍ (٢٢)




Az Zumaar 22
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk [menerima] agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya [sama dengan orang yang membatu hatinya]? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (22)

Orang yang tidak mendapatkan hidayah akan senantiasa berada dalam kegelapan dan kerugian. bagaimana jika seandainya seseorang yang tidak di beri hidayah oleh Allah? Maka pasti ia menderita dalam kekafirannya, hidupnya sengsara dan tidak tentram, serta di akhirat akan di siksa dengan siksaan yang abadi (Lihat Surah Ali Imran ayat 91 dan al-Maidah ayat 36-37). Allah menunjuki hamba-Nya dari kegelapan menujuh cahaya yang terang benderang melalui Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam dalam segalah perilaku kehidupan kita, jika menginginkan hidup di bawah naungan cahaya islam. Allah mengatakan bahwa dia telah memberikan karunia yang besar dengan diutusnya Nabi dan Rasul-Nya Muhammad sallallahu alaihi wa sallam.

Allah berfirman:

سُوۡرَةُ آل عِمرَان
لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيہِمۡ رَسُولاً۬ مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَڪِّيہِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡحِڪۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِى ضَلَـٰلٍ۬ مُّبِينٍ (١٦٤


)

Surah Ali Imaran 164
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan [jiwa] mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum [kedatangan Nabi] itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (164)

Setiap muslim niscaya meyakini bahwasanya karunia Allah yang terbesar di dunia ini adalah Islam. seorang muslim akan senantiasa bersyukur kepada Allah yang telah memberinya petunjuk ke dalam Islam dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam. Allah sendiri telah menyatakan Islam sebagai karunia-Nya yang terbesar yang Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya.

Allah berfirman

ۚٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ
دِينً۬ا
‌ۚ



Al Maidah 3
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.



A. Kewajiban Kita Atas Karunia yang Kita Terima
Sesungguhnya wajib bagi kita bersyukur kepada Allah & dengan cara melaksanakan kewajiban terhadap-Nya. Setiap muslim wajib bersyukur atas nikmat Islam yang telah diberikan Allah & kepadanya. Jika seseorang yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada orang lain yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya, maka ia adalah orang yang tidak tahu berterima kasih. Demikian juga jika manusia tidak melaksanakan kewajibannya kepada Allah $gt, maka dia adalah manusia yang paling tidak tahu berterima kasih

سُوۡرَةُ البَقَرَة
فَٱذۡكُرُونِىٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡڪُرُواْ لِى وَلَا تَكۡفُرُونِ (١٥٢)


Surah Al Baqarah 152
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat [pula] kepadamu [2], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari [ni’mat] -Ku. (152)

Kewajiban apakah yang harus kita laksanakan kepada Allah & yang telah memberikan karunia-Nya kepada kita? Jawabannya, karena Allah telah memberikan karunia-Nya kepada kita dengan petunjuk ke dalam Islam, maka bukti terima kasih kita yang paling baik adalah dengan ber-ibadah hanya kepada Allah & secara ikhlas, mentauhidkan Allah ill , menjauhkan segala bentuk kesyirikan, ittiba' (mengikuti) Nabi Muhammad serta taat kepada Allah & dan Rasul-Nya HI, yang dengan hal itu kita menjadi muslim yang benar. Oleh karena itu, agar menjadi seorang muslim yang benar, kita harus menuntut ilmu syar'i. Kita harus belajar agama Islam karena Islam adalah ilmu dan amal shalih. Rasulullah HI diutus oleh Allah &£ dengan membawa keduanya.

Allah berfirman:

سُوۡرَةُ التّوبَة
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُ ۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُ ۥ عَلَى ٱلدِّينِ ڪُلِّهِۦ وَلَوۡ ڪَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ (٣٣)


At Taubah 33
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya [dengan membawa] petunjuk [Al Qur’an] dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (33)

Allah juga berfirman:

سُوۡرَةُ الفَتْح
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُ ۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُ ۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدً۬ا (٢٨)


Surah Al-Fat-h 28
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (28)

Juga dalam surah Ash Shaff ayat 9

سُوۡرَةُ الصَّف
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُ ۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُ ۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ (٩)


Ash-Shaaff 9
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci. (9)

Yang dimaksud dengan (petunjuk) adalah ilmu yang bermanfaat, dan & (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menjelaskan kebenaran dari kebathilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, Sifat-Sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan semua yang bermanfaat bagi hati, ruh dan jasad. Beliau HI memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah mencintai-Nya, ber-akhlak dengan akhlak yang mulia, beramal shalih dan beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau H melarang perbuatan syirik, amal dan akhlak buruk yang membahaya¬kan hati dan badan juga dunia dan akhirat.(Lihat kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiril Kalaamil Mannaan (hal. 295-296) oleh Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di (wafat th. 1376 H), cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1417 H)

Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah lit adalah dengan menuntut ilmu syar'i. Menuntut ilmu merupakan jalan yang lurus (ash-Shiratbal Mustaqim) untuk memahami antara yang haq dan yang bathil, antara yang ma'ruf dan yang mungkar, antara yang bermanfaat dan yang mudharat (membahayakan), dan menuntut ilmu akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seorang muslim tidaklah cukup hanya dengan menyata-kan keislarriannya tanpa memahami dan mengamalkannya. Pernyataannya itu haruslah dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam.

Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi.

Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar'i.

Rasulullah Bersabda "Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim
(HR. Ibnu Majah (no. 224) dari Shahabat Anas bin Malik, lihat Shahiih al-Jamii'ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh imam-imam ahli hadits lainnya dari beberapa Shahabat seperti 'Ali, Ibnu 'Abbas, Ibnu 'Umar, Ibnu Mas'ud, Abu Sa'id al-Khudri, Hu-sain bin 'Ali dengan sanad yang shahih. Lihat kitab Takhriij Musykilatul Faqr (no. 86) oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. IV/ Al-Maktab al-Islami, th. 1414 H.)

Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga

Rasul bersabda "barangsiapa yang menempu suatu jalan dalam menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan dirinya dengan jalan menujuh Surga ( HR. Muslim (no. 2699) dan selainnya, dari Abu Hurairah.)



B. Pentingnya Ilmu Syar'i
Kita dan anak-anak kita akan tetap dan senantiasa ditambahkan ilmu, hidayah dan istiqamah di atas ketaatan jika kita beserta keluarga menuntut ilmu syar'i. Hal ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh dianggap remeh. Kita harus selalu bersikap penuh perhatian, serius serta sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar'i. Kita akan tetap berada di atas asb-Shiraatbal Mustaqiim jika kita selalu belajar ilmu syar'i dan beramal shalih. Jika kita tidak mem-perhatikan dua hal penting ini, tidak mustahil iman dan Islam kita akan terancam bahaya. Sebab, iman kita akan terus berkurang dikarenakan ketidaktahuan kita tentang Islam dan iman, kufur, syirik, dan dengan sebab banyaknya dosa dan maksiyat yang kita lakukan! Bukankah iman kita jauh lebih berharga daripada hidup ini?

Dari sekian banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja, berusaha, bisnis, berdagang, kuliah dan lainnya, apakah tidak bisa kita sisihkan sepersepuluhnya untuk hal-hal yang dapat melindungi iman kita?

Saya tidaklah mengatakan bahwa setiap muslim harus menjadi ulama, membaca kitab-kitab tebal dan menghabiskan waktu belasan atau puluhan tahun untuk usaha tersebut. Namun, minimal setiap muslim harus dapat menyediakan waktunya satu jam saja setiap hari untuk mempelajari ilmu pengetahuan tentang agama Islam. Itulah waktu yang paling sedikit yang harus disediakan oleh setiap muslim, baik remaja, pemuda, orang dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap muslim harus memahami esensi ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Salafush Shalih. Oleh karena itu, ia harus tahu tentang agama Islam dengan dalil dari Al-Qur-an dan As-Sunnah sehingga ia dapat mengamalkan Islam ini dengan benar. Tidak banyak waktu yang dituntut untuk memperoleh pengetahuan agama Islam. Jika iman kita lebih berharga dari segalanya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyediakan waktu 1 jam (enam puluh menit) untuk belajar tentang Islam setiap hari dari waktu 24 jam (seribu empat ratus empat puluh menit).

Ilmu syar'i mempunyai keutamaan yang sangat besar dibandingkan dengan harta yang kita miliki.



C Kemuliaan Ilmu Atas Harta
(Lihat al- 'Ilmu; Fadhluhu wa Syaraafuhu min Durari Kalami Syaikhul Islam Ibnul Qayyim, hal। 160-173, tahqiq wa ta'liq: Syaikh 'All Hasan 'Ali 'Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari, cet. I, Majmu'ah at-Tuhaf an-Nafa-is ad-Dauliyah, th. 1416 H.)


Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat th। 751 H) menjelaskan perbedaan antara ilmu dengan harta, di antaranya sebagai berikut:


  • Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.
  • Ilmu menjaga pemiliknya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.
  • Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta tidak berkuasa atas ilmu.
  • Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedangkan ilmu justru bertambah dengan diajarkan.
  • Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan hartanya, sedangkan ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.
  • Harta bisa didapatkan oleh siapa saja, baik orang ber-iman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.
  • Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan diri dan kemuliaannya. Sedangkan harta tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaan-nya dan keinginannya kepada harta adalah ketidak-sempurnaan dirinya.
  • Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar seluruh ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar berbagai kesalahan.
  • Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah &M dengan ilmunya dan akhlaknya, sedangkan orang kaya mengajak manusia ke Neraka dengan harta dan sikapnya.
  • Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan mengguna-kannya untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedangkan kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para Malaikat dan kegembiraan mereka. Di antara kedua kelezatan tersebut (kelezatan harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang sangat mencolok.
  • Seorang muslim harus mengetahui tentang pengertian Islam, karena itu ia harus belajar tentang Islam, definisi, dan inti dari ajarannya yang mulia.


Sumber : Dari Kitab Prinsip Dasar Islam, Pustaka At Taqwa, Yazid Jawas, Hal 3-12
0 comments

Dakwah Tauhid: Dakwah Pengikut Nabi yang Hakiki

Dakwah Tauhid: Dakwah Pengikut Nabi yang Hakiki

Penulis: Shalih Abu Muhammad


Tauhid adalah inti dakwah para Rasul, dari Rasul yang pertama sampai rasul yang terakhir. Alloh berfirman, “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh saja, dan jauhilah Thaghut’.” (An Nahl: 36)

Kaum muslimin sekalian, mereka tidaklah mendakwahi ummatnya dengan menekankan perbaikan ekonomi terlebih dahulu, tidaklah pula dengan merebut kekuasaan para penguasa yang zhalim terlebih dahulu dan mendirikan daulah islamiyah. Padahal kita semua tahu bahwa para rasul tersebut diutus di tengah-tengah masyarakat yang penguasanya amat zholim. Namun pokok dakwah mereka adalah perbaikan akidah ummat dan membersihkannya dari segenap kotoran syirik.


Kewajiban Berdakwah Sebagaimana Dakwah Nabi

Alloh Ta’ala berfirman, “Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Alloh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’.” (Yusuf: 108). Dari ayat yang mulia ini, kita tahu bahwa pengikut Rosululloh yang hakiki adalah mereka yang berdakwah sebagaimana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam berdakwah. Tidaklah hal pertama dan utama yang Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam dakwahkan kecuali tauhid, maka penyeru yang sejati ialah mereka yang menyerukan kepada tauhid. Sedangkan orang-orang yang menyimpang dari jalan ini disinyalir oleh Alloh Azza wa Jalla dalam firmanNya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh agar kamu bertakwa.” (Al-An’am: 153)

Tauhid Adalah Poros Perbaikan Ummat

Kaum muslimin sekalian, dakwah perbaikan ummat manusia yang diserukan oleh para Rasul itu adalah dakwah Tauhid, memerangi syirik, yang mana kesyirikan adalah suatu kemungkaran dan kezhaliman yang paling besar di muka bumi ini. Dan tauhid yang diserukan oleh para nabi dan Rasul adalah Tauhid Uluhiyah, yaitu mentauhidkan/mengesakan Alloh dalam ibadah, artinya memurnikan dan memperuntukkan ibadah hanyalah untuk Alloh semata, bukan untuk yang selain Alloh. Di sinilah letak dimana mereka paling banyak ditentang dan diingkari oleh kaumnya. Alloh Azza wa Jalla berfirman: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thaghut itu’, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Alloh dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 36)

Dakwah Tauhid Adalah Dakwah Rinci

Dakwah tauhid bukan dakwah global yang hanya menyeru: ‘Mari bertauhid!’, akan tetapi dakwah yang mulia ini juga memerinci manakah yang termasuk tauhid dan manakah yang termasuk syirik. Sehingga dengan tertanamnya hal ini pada masyarakat kaum muslimin maka tujuan penciptaan manusia dan jin dapat terwujud.

Alloh Ta’ala telah berfirman: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Alloh, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 21-22)

Maka dengan demikian wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari tauhid yang merupakan awal yang harus dia tuntut kemudian direalisasikan dalam ibadahannya. Dan juga mempelajari tentang syirik yang merupakan lawan dari tauhid dan macam-macam syirik untuk dijauhi dan agar tidak terjerumus ke dalam kesyirikan. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisa’: 48)

Manakala tauhid merupakan pokok keselamatan dunia dan akhirat sekaligus hal pertama kali yang harus dipelajari oleh manusia, maka tauhidlah yang mestinya disampaikan dan didakwahkan kepada manusia pertama kali. Selain itu dakwah tauhid juga harus dijadikan sebagai proiritas utama sebagaiman dakwah para Rasul Alloh yang diutus untuk ummatnya dan juga apa yang telah telah Alloh perintahkan. Alloh Azza wa Jalla berfirman: “Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Alloh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’.” (Yusuf: 108)

Kuantitas Pengikut Bukanlah Barometer Keberhasilan Dakwah

Sidang pembaca sekalian, kita lihat dari siroh rosul bahwa Rosululloh Muhammad shollallohu ‘alaihi wassalam ketika berdakwah selama tiga belas tahun lamanya hanya menyerukan tauhid kepada bangsa Arab, khususnya kaum Quraisy di Mekkah. Rentang waktu ini begitu sangat panjang dilihat dari masa kenabian beliau. Perjalanan dakwah beliau inipun diiringi dengan rintangan yang luar biasa besar. Siksaan kaum Quraisy terhadap para pengikut beliau sangat gencar, sementara kaum muslimin pada waktu itu masih berjumlah sedikit dan tidak punya daya kekuatan untuk melawannya.

Dakwah ini memang membutuhkan waktu yang panjang dan lama untuk memetik hasilnya, tapi justru hal itulah yang dituntunkan oleh syari’at Islam. Kita tidak akan ditanya oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala di akhirat kelak: Berapa jumlah pengikut yang berhasil kita rekrut? tetapi yang akan ditanyakan adalah: Sudahkah kita menyampaikannya kepada manusia sebagaimana diperintahkan? Sama saja bagi kita, apakah mendapat pengikut ataukah tidak, selama dakwah kita sesuai dengan tuntunan sesuai syariat maka itulah wujud keberhasilan dakwah yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ketika mi’raj, Alloh menunjukkan kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wassalam para nabi dan rasul sebelum beliau beserta pengikutnya. Ada nabi yang hanya memiliki beberapa orang pengikut, dan bahkan ada yang tidak mempunyai seorang pengikut pun. Dan tatkala kita menengok sejarah nabi Nuh, berapa lama beliau berdakwah? Yaitu selama sembilan ratus lima puluh tahun. Berapakah jumlah pengikut beliau yang berhasil didakwahi yang akhirnya ikut dalam bahtera dan diselamatkan dari adzab Alloh? Tidaklah banyak, hanya sedikit jumlahnya. Mereka para rasul adalah orang-orang yang sukses dalam berdakwah, walaupun jika dilihat dari jumlah pengikut amatlah sedikit.

Lihatlah sejarah perjalanan panjang dakwahnya para nabi dan Rasul, jika kita menelusuri jejak para nabi niscaya kita dapatkan cobaaan kita lebih kecil dibandingkan ujian yang diperoleh oleh para nabi dan Rasul tersebut berupa penentangan dan pengingkaran dari kaumnya, belum lagi kesabaran yang luarbiasa yang mereka miliki untuk mendakwahkan tauhid di tengah-tengah kerusakan ummatnya.

Karena itulah nabi kita Muhammad shollallohu ‘alaihi wassalam ketika mengutus utusan beliau untuk berdakwah ke daerah lain, selalu mewasiatkan agar tauhidlah yang pertama kali mesti didakwahkan, sebagaimana sabda beliau kepada Mu’adz bin Jabal ketika akan diutus ke negeri Yaman untuk berdakwah, beliau Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya kamu akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaklah yang pertama kamu serukan kepada mereka adalah (agar mereka) bersaksi bahwasanya tiada Tuhan yang berhak untuk disembah melainkan Alloh.” (Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan Imam Muslim), dan dalam satu riwayat dari Imam Al-Bukhari [dengan lafazh]: Agar mereka mentauhidkan Alloh (dalam beribadah kepadaNya). Wallohu a’lam.

***


Artikel www.muslim.or.id

Dukung Dakwah
0 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger