Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

"KOMENTAR GHULUW TENTANG MUSA HAFIZH CILIK"

"KOMENTAR GHULUW TENTANG MUSA HAFIZH CILIK"

Tak dipungkiri, kita memang patut berbangga dan bersyukur terkait terlahirnya para hafizh cilik yang diharapkan kelak bisa menjadi Hamalatul Qur'an (Para Pengemban Al-Qur'an) di negeri kita tercinta ini.

Salah satu dari para Huffazh itu adalah Ananda Musa, dari Bangka Belitung, hafizhahullah. Usia belum genap 6 tahun, namun Allah telah membimbingnya untuk menghafal Kitabullah hampir khatam.

Namun, di antara euphoria, rasa syukur dan kebanggaan tersebut, sangat disayangkan terselip komentar yang ghuluw (melampaui batas, berlebih-lebihan), yang mencerminkan betapa masyarakat muslim kita masih jauh dari pengetahuan akan aqidah yang benar.

Seperti komentar berikut:

"Saya yakin Allah pun pasti bangga terhadap Musa......"

Sekilas, seolah ungkapan tersebut ringan, tak bermasalah. Namun sejatinya cukup bertentangan dengan prinsip aqidah Islam.

Mari kita perhatikan:

1. Pernyataan tersebut (maaf) telah cukup lancang menetapkan dengan keyakinan tentang perkara yang dilakukan oleh Allah. Padahal ini adalah perkara ghaib yang terkait Dzat Yang Maha Ghaib.

Dari mana kita tahu, bahkan memastikan dengan yakin, bahwa Allah bangga terhadap Musa?

Jangankan terhadap Musa, terhadap para Shahabat saja kita tidak boleh menetapkan keridhoan Allah secara ta'yin kecuali yang dita'yin oleh Allah dan Rasul-Nya. Adapun secara umum, maka kita pun hanya bisa menetapkan keridhoan Allah secara umum kepada para Shahabat.

Allah adalah Dzat Yang Paling Ghaib, Maha Ghaib. Tidak boleh menetapkan atau meyakini apapun yang terjadi pada Dzat Allah kecuali berdasarkan dalil.

Tidak boleh kita memastikan dengan yakin dan ta'yin bahwa Allah murka terhadap Fulan, Allah ridho terhadap Fulan, Allah cinta atau benci kepada Fulan; kecuali dengan dalil yang shahih.

2. Pernyataan/komentar tersebut telah menetapkan sebuah sifat bagi Allah tanpa landasan ilmu; yaitu sifat "BANGGA".

Sampai saat ini saya pribadi belum pernah mengetahui adanya dalil tentang sifat FAKHRUN (bangga) bagi Allah. Mohon dikoreksi jika saya yang keliru dalam hal ini, dan saya ucapkan banyak terimakasih.

Padahal, menetapkan Asma' wa Shifat Allah tidak boleh dilakukan kecuali berdasarkan nash dari ayat maupun hadits; bukan dengan logika, perasaan, atau praduga semata. Mengapa? Karena Allah adalah Dzat Yang Paling Ghaib dari segala yang ghaib. Kita tidak bisa mengetahui secuilpun tentang Allah kecuali lewat petunjuk-Nya yang terejawantahkan dalam ayat dan hadits yang shahih.

Al-Khulaashoh:

Mengagumi dan berbangga terhadap figur tertentu itu sah-sah saja. Namun, jangan kemudian menyeret kita pada sikap dan keyakinan yang ghuluw, yang bisa menodai keyakinan dan aqidah seorang muslim.

Kalaupun harus melibatkan Allah dalam ucapan atau keyakinan kita, maka sertakanlah kalimat "insyaAllah".

Contoh:

"InsyaAllah, Allah ridho terhadap Musa....."

Atau, ucapkanlah dalam bentuk doa dan harapan.

Contoh:

"Saya berharap, semoga Allah ridho terhadap Musa......"

Semoga bermanfaat. Barakallahu fiikum.


Silakan Share Artikel Ini :

1 comment:

  1. * Edisi: Ammuna

    "ALLAH MEMILIKI SIFAT BANGGA"

    (PERNYATAAN RUJU' ILAL HAQQ)

    Beberapa waktu yang lalu, saya membuat status tentang "Komentar Ghuluw" terkait Ananda Musa Hafizh Cilik.

    Dalam status tersebut, karena kejahilan saya, saya menyatakan bahwa Allah tidak memiliki sifat "BANGGA" dengan lafazh Al-Fakhru atau Al-Mufaakharah.

    Namun, ternyata ada dalil dari hadits yang menunjukkan makna Al-Mufaakharah, yang itu berarti Allah memiliki sifat bangga.

    Yaitu hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha dalam riwayat Muslim, tentang "Allah membanggakan para hamba-Nya" di hari 'Arafah---(yubaahiy bihim al-malaaikah)".

    Al-Mubaahaatu adalah sinonim dari Al-Mufaaakharatu, yang keduanya mengandung unsur makna bangga.

    Dengan demikian, melalui status ini, saya menyatakan ruju' pada kebenaran. Saya menarik ucapan saya yang lalu, dan hari ini saya menyakini bahwa Allah memiliki sifat bangga (namun dalam penerapannya tetap tidak boleh menta'yin kebanggaan Allah terhadap seseorang kecuali dengan dalil).

    Bagi teman-teman yang telah men-share status saya waktu itu, pernyataan ini setidaknya menjadi hujjah saya atas apa yang saya yakini.

    Kita tidak boleh malu untuk menerima kebenaran manakala alhaq itu telah nyata di depan mata. Tidak ada manusia yang sempurna. Semua orang bisa benar bisa salah dalam beragama kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Rasa malu dan sombong dari kebenaran hanya akan menjadikan seseorang terhina di hadapan Allah dan makhluq-Nya, serta terancam tidak masuk surga sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang insyaAllah sudah sering kita dengar.

    Terimakasih kepada semua pihak yang telah berkenan menegur dan berbagi ilmu. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan yang penuh berkah.

    Semoga Allah mengampuni kesalahan saya dan meridhoi kita semua. Segala keutamaan hanyalah milik-Nya semata.

    Barakallahu fiikum.

    https://www.facebook.com/AmmiAAC

    ReplyDelete

Perihal :: Mukhtar Hasan ::

لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا

Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.

Atau silahkan gabung di Akun facebook saya

================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda

 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger