Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

TAZKIYATUN-NUFUS - 003

TAZKIYATUN-NUFUS - 003
Halaqoh - 003
Bab 1: Ikhlas dan Mutaba'ah - 2
Ikhlas Bagian - 2 
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الْحَمْدُ ِللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بهدا إلى يوم القيامة، أَمَّا بَعْدُ

Ikhwan fiddin wa akhawat fillah rohimani wa rohimakumullah, pada halaqah yang ketiga ini   ان شاء الله, kita akan membahas masih pada rangkaian tentang ikhlas, khususnya adalah tentang pengertian dari ikhlas.
Mu'allif Syaikh DR Ahmad Farid حفظه الله mengatakan :

"Ikhlas itu adalah memurnikan tujuan dalam bertaqorrub kepada Allāh dari hal-hal yang mengotorinya".
Karena terkadang ibadah itu meski niatnya sudah benar, terkadang dicampuri dengan hal-hal yang mengotorinya, seperti riya', ingin dipuji, ingin didengar atau sum'ah istilahnya, dan seterusnya. Sehingga hal-hal inilah yang dikatakan sesuatu yang mengotorinya.

Arti lainnya dari ikhlas itu adalah menjadikan Allāh sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk keta'atan. Memurnikan maksud atau tujuan di dalam keta'atan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla, atau ini tepatnya adalah ikhlas yang lawan dari syirik. Bahwa ikhlas itu adalah memurnikan ibadah semata-mata hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Yang lain mengatakan "Ikhlas itu adalah mengabaikan/melupakan pandangan makhluk dengan senantiasa dan berkonsentrasi memandang kepada pandangan Allah yang maha pencipta. Jadi disini berarti seseorang yang ikhlas itu adalah orang yang tidak mencari pandangan manusia, tidak mencari sebutan manusia, dia dicela beramal, dipuji beramal, jadi pujian dan celaan tidak menyurutkan dia untuk beramal shaleh. Pujian tidak menjadikan semakin semangat untuk beramal shaleh, ataupun celaan tidak membuat surut untuk beramal sholeh. Karena yang dia pandang dan dia cari adalan pandangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bukan pandangan makhluk. 

Sebagaimana ungkapan para ulama, bahwa ridho manusia itu tujuan yang tidak akan pernah tercapai. Sehingga kalau kita mencari pandangan manusia, mencari keridhoan manusia adalah suatu tujuan yang tidak akan pernah ada tepinya.

Demikian pula karena karakter dari manusia itu selalu memuji atau mencela. Sebagaimana ungkapan lainnya, bahwa "Ucapan manusia itu tidak ada habisnya". 

Kemudian Syaikh mengatakan lagi, bahwa "Ikhlas adalah syarat diterimanya amal sholeh. Dan amal sholeh itu amal yang berkesesuaian dengan sunnah   Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, itu baru dikatakan amal sholeh.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah memerintahkan kita semua untuk senantiasa ikhlas, QS Al-Bayyinah 5:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.

Demikian pula Nabi telah menerangkan tentang bagaimana sebenarnya jika suatu pekerjaan atau suatu perbuatan, bahkan perbuatan yang mulia dan tinggi pahalanya disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla seperti jihad, jika niatnya adalah semata-mata mencari sebutan, entah gelar pahlawan ataupun yang lainnya, atau hanya sekedar upah atau bayaran.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَرَأَيْتَ رَجُلًا غَزَا يَلْتَمِسُ الْأَجْرَ وَالذِّكْرَ مَالَهُ فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا شَيْءَ لَهُ فَأَعَادَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يَقُولُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا شَيْءَ لَهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الله لَا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata: Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam seraya berkata, "Bagaimana pendapat baginda tentang seseorang yang berperang mengharapkan balasan dan pujian, apa yang ia dapatkan?" Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, 'Ia tidak akan mendapatkan apapun?" Kemudian orang itu mengulang pertanyaannya —sampai— tiga kali, dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawabnya dengan bersabda, "Ia tidak akan mendapatkan apapun" Lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla  tidak akan menerima amalan kecuali yang ikhlas hanya mengharap wajah-Nya"

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Nasa'i, dihasankan oleh 'Iraqi dan dihasankan oleh Imam Albany rahimahullah dalam Shahihah.

Dalam riwayat yang lain: Dari Abu Sa'id Al-Khudri  radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu berkata, bahwa   Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada saat haji wada, bersabda:

نضر الله امْرأ سمع مَقَالَتي فوعاها فَرب حَامِل فقه لَيْسَ بفقيه ثَلَاث لَا يغل عَلَيْهِنَّ قلب امرىء مُؤمن إخلاص الْعَمَل لله والمناصحة لائمة الْمُسلمين وَلُزُوم جَمَاعَتهمْ فَإِن دعاءهم مُحِيط من ورائهم

"Semoga Allah membuat wajah berseri-seri atau mencerahkannya bagi seseorang yang mendengar ucapanku, lalu dia memahaminya. Berapa banyak pembawa fikih yang tidak fakih (tidak mengerti fikih). Tiga perkara yang (karenanya) hati seorang Mukmin tidak akan ditimpa dengki: Mengikhlaskan amal karena Allah, memberi nasihat kepada para pemimpin kaum Muslimin dan berpegang kepada jamaah mereka, karena doa mereka mengelilingi mereka dari belakang mereka."

Ada tiga hal yang hati seorang mukmin tidak dengki, yaitu:

  • Mengikhlaskan amal hanya karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla
  • Saling memberikan nasehat kepada para pemimpin kaum muslimin.
  • Berpegang teguh bersama jama'ah kaum muslimin.
Hadits hasan shohih ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dan diriwayatkan oleh ibnu Qudamah, Imam Darimi, Imam Bukhori, Imam Ahmad dan dishohihkan oleh Al-Albany.

Apa Makna Dari Hadits Ini ?

Bahwa, dengan tiga perkara ini hati akan menjadi baik, maka barang siapa yang berakhlak dengan tiga perkara tadi, apa itu ? Ikhlas dalam beramal hanya karena Allāh, menasehati pemimpin kaum muslimin karena seseorang tidak menasehati pemimpinnya kecuali karena kebaikan, makanya karena menasehati pemimpin kaum muslimin itu adalah sebagai bentuk keikhlasan sebagai bentuk tidak ada perkara hasad didalamnya, maka jika menasehati pemimpin bukan di mimbar-mimbar ataupun di tempat umum, melainkan secara langsung one by one, ketemu face to face. Ini adalah afdholul jihaad.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

Seutama-utama jihad adalah kalimat yang benar yang disampaikan kepada pemimpin yang dholim. 

Dan kalimat yang benar ini disampaikan dengan cara nasehat. Nasehat itu bukan dibeberkan di tempat-tempat umum, tetapi disampaikan orang per orang, one by one, empat mata saja. Dan yang ketiga tadi adalah berpegang teguh dengan jama'ah mereka.

Dengan tiga perkara tersebut maka akan bersih dari khianat, dari dengki dan dari keburukan. Demikian pula kita tahu bahwa seorang hamba tidak akan bisa lepas dari jeratan syaithon, kecuali dengan ikhlas.
Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

QS : Shod 83

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

"Kecuali hamba-hamba Allah yang diantara nya adalah orang-orang yang ikhlas."

Allāh menyebutkan dalam QS Shod ayat 83 ini, tentang ucapan syaithan tatkala syaithan diusir oleh Allāh dari surga, kemudian dia bersumpah untuk menyesatkan semua anak Adam, namun dia mengakui dan menyadari bahwa dia tidak akan sanggup mengganggu anak Adam, yaitu kecuali hamba-hamba Allāh yang diantara mereka adalah orang-orang yang ikhlas.

Diriwayatkan, bahwa ada salah seorang diantara orang yang sholeh, mengatakan kepada dirinya, "wahai jiwa, wahai jiwa, ikhlaslah, ikhlaslah, maka engkau akan lepas dari belenggu. Engkau akan bebas, engkau akan selamat, ikhlaslah, maka engkau akan selamat".

Demikian, wallahuta'ala wa a'lam bishshowāb. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengkaruniakan kepada kita keikhlasan di dalam ucapan dan perbuatan. Dan semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kepada kita taufik untuk senantiasa ikhlas dalam ucapan, perbuatan dan juga dimudahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam tholabul 'ilmi ini.

Wallāhu almuwāfiq, hādzā ma'akulu lakum, walhamdulillāhirobbil 'ālamīn.
Wassalamu'alaikum warahmatullāhi wabarokatuh.

Disalin oleh Tim Transkrip
Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
Silakan Share Artikel Ini :

Post a Comment

Perihal :: Mukhtar Hasan ::

لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا

Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.

Atau silahkan gabung di Akun facebook saya

================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda

 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger