TAZKIYATUN-NUFUS - 004
Halaqoh - 004
Bab 1: Ikhlas dan Mutaba'ah - 3
Ikhlas Bagian 3
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طيّبًا مباركًا فيه كَمَا
يحبّوا ربّنا ويرضى. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. لا
نبيّ ولا رسول بعده. أَمَّا بَعْدُ؛
Ikhwanī wa akhawatī fillah rohimani wa rohimakumullahu
jamī'an, saudara dan saudari ku sekalian dimanapun anda berada yang
dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kembali pada halaqah yang keempat
ini in syā Allāh, kita melanjutkan masih pada bab ikhlas. Masih pada
penjelasan lanjutan dari halaqah yang ketiga.
Berkata Mu'allif (penulis) Syaikh DR Ahmad
Farid hafizhahullāhu Ta'ala, setiap harapan dari harapan-harapan dunia,
setiap bagian dari bagian dunia yang jiwa menjadi tenang dengannya,
yang hati cenderung kepadanya, sedikit atau banyaknya, apabila telah
mencampuri amalan, maka akan mengotori kejernihan amalan tadi, sehingga
hilanglah ikhlasnya.
Oleh karena itu ada yang mengatakan, barang siapa yang
selamat sejenak saja, ikhlas mengharap wajah Allāh di dalam umurnya,
maka dia telah sukses. Hal ini tentu karena saking agungnya ikhlas,
sehingga banyak sekali orang yang tidak selamat dalam hal ini.
Syaikh mengatakan, hal ini karena beratnya ikhlas, ikhlas
bukan perkara yang mudah, semua kita butuh ikhlas, semua kita masih
harus senantiasa berusaha untuk ikhlas. Seorang 'alim, seorang penuntut
ilmu, seorang penulis, seorang pemateri kajian, seorang yang beribadah,
apapun dia, dia harus senantiasa untuk berusaha ikhlas di dalam
ibadahnya tersebut agar tidak terkotori dengan suatu amalan apapun,
harapan-harapan dunia apapun, karena kalau sudah ada nasībun/hadzdzun
(bagian-bagian dari dunia ini yang mengotorinya) yang akan merusak
keikhlasan, yang akan mengotori keikhlasannya.
Hal ini karena susahnya ikhlas, beratnya ikhlas dan susahnya mensucikan hati dari segala yang mengotorinya.
Karena kita tahu bahwa, ikhlas itu adalah mensucikan hati
dari segala kotoran-kotoran yang mengotori semuanya, sedikitnya atau
banyaknya. Sampai betul-betul murni dalam memaksudkan taqorrubnya kepada
Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tidak ada pendorong, tidak ada motivasi,
kecuali semata-mata karena ikhlas, mengharap wajah Allah. Dan hal ini
tidak bisa digambarkan, kecuali hanya dari orang yang cinta kepada Allāh
Subhānahu wa Ta'āla, yang sudah tenggelam cita-citanya, orientasinya
mengharapkan kebahagian akhirat dan akhirat, atau dengan istilah kita
akhirat oriented. Jadi akhirat menjadi orientasi terbesar dan obsesinya
untuk sukses, karena kita tahu Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah
menyatakannya bahwa: “akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”.
Jadi orang yang ikhlas betul-betul karena kecintaannya
kepada Allāh, karena dia telah tenggelam dalam cita-citanya untuk
menggapai kebahagian akhirat, sehingga tidak ada yang diinginkannya,
melainkan betul-betul keridhaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kecintaan
Allāh kepadanya, sehingga dunia seolah-olah telah dibuangnya jauh-jauh,
tidak ada tempat dihatinya dunia. Orang bilang dunia di genggamannya,
tapi akhirat di hatinya.
Dimana tidak ada tersisa tempat di hatinya untuk cinta
terhadap dunia. Permisalan orang seperti ini sekalipun dia dalam hal
makan, minum ataupun membuang hajatnya, maka diupayakan untuk ikhlas
amal dan meluruskan niatnya, menshahihkan niatnya.
Kalau belum bisa demikian keadaannya, untuk berupaya
senantiasa ikhlas dalam segala gerak langkah kehidupannya, ucapan dan
yang diperbuatnya, maka pintu keikhlasan telah tertutup atasnya, kecuali
sangat jarang yang bisa memasukinya, kecuali orang-orang yang Allah
berikan rahmatNya.
Ikhwanī wa akhawatī fillah rohimani wa rohimakumullahu.
Kemudian Mu’allif juga mengatakan, dan sebagaimana orang
yang telah lebih dominan dalam hatinya kecintaan pada Allāh, kecintaan
terhadap negeri akhirat, itu akan gerak kehidupannya yang sehari-hari,
rutinitasnya menjadi cerminan cita-citanya, sehingga jadilah ikhlas
dalam seluruh gerakan-gerakan yang rutinitas sekalipun.
Maka sebaliknya yang lebih dominan atas dirinya cinta
terhadap dunia, cinta terhadap ilmu-ilmu dunia, kedudukan ataupun
pangkat secara umum, adalah kepada selain Allāh, maka demikian pula akan
menjadikan seluruh gerak kehidupannya sehari-hari untuk meraih
sifat-sifat tersebut, akan tercermin pada sifat-sifat tersebut. Sehingga
tidak selamat satu ibadah pun, baik berupa puasa, sholat atau selain
itu semua, kecuali sangat jarang. Maksudnya tidak selamat dari
keikhlasan, terbelenggu pada kekangan riya’, kekangan sum’ah, kekangan
jabatan, kedudukan, dan seterusnya.
Lalu apa solusinya, apa obatnya, apa resepnya agar kita bisa hilang dari belenggu ini ?
Penulis hafidzohullāhuta’ala menuliskan disini, “obat atau
resep mujarab agar bisa ikhlas adalah memupus segala harapan-harapan
dunia, memupus segala kesenangan-kesenngan syahwat, mengekang ketamakan
terhadap dunia, dan mengusahakan agar hati selalu terfokus terhadap
akhirat. Hal ini nampak dimana dia bisa menjadi dominan dalam hatinya,
yaitu memurnikan dan mengusahakan segala aktifitasnya mengharap
kebahagiaan akhirat. Karena dengan hal itulah akan mudah ikhlas. Berapa
banyak amalan yang seorang capek dan dirinya menganggap ikhlas mengharap
wajah Allah, maka malah sebaliknya dia menjadi orang-orang yang
tertipu, karena tidak menyadari sisi yang merusaknya, sisi yang
menghancurkan ikhlasnya. Berapa banyak dari manusia yang berpeluh
keringat dan bersemangat di dalam beribadah, tetapi karena tidak ada
ikhlas di dalam dadanya, tidak ada ikhlas yang membarengi amal ibadah
tadi, sehingga ibadahnya tidak diterima di sisi Allāh Subhānahu wa
Ta'āla.
Dicontohkan oleh Syaikh di sini, tentang gambaran orang
yang menganggap dirinya telah sanggup ikhlas, telah mampu ikhlas,
padahal ternyata dia tertipu dengan amalannya.
Sebagaimana diriwayatkan dari sebagian salaf, bahwasanya
salah seorang diantara mereka sholat dan senantiasa di shaf yang
pertama, shaf awal, namun terlambat pada suatu hari dari sholat,
sehingga dia harus sholat di shaf yang kedua, lalu diliputi rasa malu
terhadap manusia, karena manusia melihatnya di shaf yang kedua, maka dia
sekarang mengetahui bahwa kebahagiannya selama ini di dalam dia sholat
di shaf yang pertama adalah karena sebabnya pandangan manusia kepadanya.
Artinya bahwa dia masih beribadah selama ini, sholatnya
selama ini dikerjakan adalah mencari pandangan manusia, bukan murni
mencari pandangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dalam arti, harusnya jika
memang dia mencari pandangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, karena memang
sebab udzurnya syar’i sehingga menyebabkan terlambatnya sholat, harusnya
tidak menjadikan dia kemudian malu untuk mengerjakan amal sholeh,
karena tidak ada malu di dalam amal sholeh.
Kalau kita ingin melakukan kebaikan, maka kita harus segera
melakukannya, berlomba-lomba untuk menggapainya, bukan malu, sehingga
tidak ada malu bagi seseorang untuk bertanya tentang ilmu, tidak boleh
seorang malu untuk mengakui kebodohannya, tidak boleh seorang malu untuk
menghilangkan kebodohannya dengan belajar, menghadiri majelis ilmu dan
seterusnya. Dan ini adalah perkara yang kecil lagi rumit. Artinya banyak
orang yang menganggap remeh, mengabaikan, karena saking kecilnya
perkara ini. Ghomidh karena rumit, samar, hampir-hampir orang-orang
tidak menyadarinya, bahwa perkara ini ada pada dirinya, mungkin
terkadang orang rajin karena bertamu di rumah orang, sholat di shaf
pertama, rajin beribadah, sholat malam, terkadang orang rajin beribadah
karena banyak orang yang melihatnya, terkadang seseorang rajin melakukan
ibadah karena ada mertuanya dan seterusnya.
Sedikit sekali dari amal-amal sholeh yang selamat dari
keikhlasan dan amal-amal yang semisalnya. Dan sedikit sekali orang yang
perhatian menyadari akan hal ini, kecuali orang yang telah Allāh beri
taufik kepadanya. Dan orang-orang yang lalai itu akan melihat
kebaikan-kebaikan mereka di dunia pada hari kiamat sebagai keburukan,
sebagai amal kejelekan. Dan mereka lah yang dimaksud dalam firman Allah:
QS Az-Zumar 47-48:
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا
يَحْتَسِبُونَ (47) وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَحَاقَ بِهِمْ
مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (48)
Dan pada hari kiamat itu jelaslah bagi mereka dari Allah apa-apa yang
belum pernah mereka perkirakan, dan jelaslah bagi mereka keburukan dari
apa-apa yang telah mereka kerjakan.
QS Al-Kahfi 103-104:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (103) الَّذِينَ ضَلَّ
سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ
يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104)
Katakanlan, maukah kalian kami kabarkan tentang orang-orang
yang paling merugi amalan mereka, yaitu orang-orang yang telah sia-sia
usaha mereka di dunia, sedang mereka menyangka telah mengerjakan
sebaik-baiknya.
Maka, ikhwanī fiddīn wa akhawatī fillah rohimani wa rohimakumullahu.
Betapa beratnya ikhlas, betapa susahnya untuk mengapai
ikhlas, sehingga bagi siapa saja untuk terus belajar ikhlas, kemudian
berusaha untuk mengaplikasikannya, melatih diri untuk senantiasa ikhlas,
membiasakannya bermajelis bersama mereka orang-orang yang ikhlas, yaitu
orang-orang yang beramal bukan hanya di musim amal, tetapi orang-orang
yang beramal pada setiap musimnya, bukan hanya musim ramadhan kemudian
mereka beribadah, karena mereka adalah hamba Allah sepanjang tahun,
mereka hamba Allah 24 jam, sehingga mereka berusaha menjadi orang-orang
yang senantiasa ikhlas, senantiasa mengamalkan ibadah pada setiap
saatnya karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Demikian, ikhwani fiddin wa akhawati fillah.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan taufik kepada kita untuk bisa ikhlas dalam ucapan dan perbuatan.
والله تعلى و أعلم بالصواب
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد الله ربّ العالمين
ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Disalin oleh Tim Transkrip
Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda