Shalat Merupakan Ibadah Yang Utama
Allah menciptakan jin dan manusia di dunia ini hanyalah
untuk beribadah kepada-Nya. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Ta'aala
kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam untuk disampaikan
kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini. Dalam ajaran Islam manusia
diwajibkan melaksanakan ibadah yang diatur dalam syariat Islam.
Allah Ta'aala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Ibadah secara bahasa berarti merendahkan diri. Sedangkan
ibadah menurut syara’ berarti satu nama yang mencakup segala apa yang Allah Ta'aala
cintai berupa perkataan dan perbuatan yang nampak maupun yang tersembunyi.
Ibadah terbagi menjadi tiga yaitu ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota
badan. Ibadah hati meliputi meliputi rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), khasy-yah (takut)[2] dan rahbah
(cemas). Ibadah lisan meliputi takbir, tasbih, tahlil, tahmid dan syukur.
Sedangkan ibadah anggota badan meliputi shalat, zakat, puasa, haji dan jihad.[3]
Islam memiliki lima rukun yang dikenal dengan rukun
islam, sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ الإِسْلاَ مُ
عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إ لاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاَ ةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ
رَمَضَانَ
“Islam dibangun diatas lima perkara : Bersaksi
bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, Mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke
baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadan.”[4]
Ibadah yang paling pokok dalam ajaran Islam adalah
melaksanakan shalat. Perkataan al-shalaat memiliki pengertian yang
banyak diantaranya adalah do’a, rahmat, permohonan ampun, ruku’, sujud, tasbih
dan ibadah. Shalat terdiri dari i’tikad (niat), ucapan-ucapan, dan
perbuatan-perbuatan yang dimulai dari niat dan takbiratul ihram serta diakhiri
dengan salam.[5]
Shalat wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh dan berakal kecuali
bagi wanita haidh dan nifas. Shalat adalah rukun kedua dari lima
rukun islam, merupakan tiang agama, dan amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta'aala. Kewajiban shalat ini menjadi hal yang utama karena amal dari shalatlah
yang akan dihisab pertama kali di akhirat kelak.
Imam al-Thabarani di dalam kitabnya al-Ausath meriwayatkan
sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ عَلَيْهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ
“Amalan yang pertama dihisab (dinilai) dari seorang
hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika ia baik, maka baiklah seluruh
amalnya, sebaliknya jika ia jelek, maka jeleklah amalnya.”[6]
Shalat dapat dikerjakan secara sendiri-sendiri maupun
secara berjama’ah, tetapi shalat berjama’ah lebih baik (afdhol) dan bermanfaat.
Diantara dalilnya adalah dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
صَلاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاةُ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjama’ah itu lebih utama daripada shalat
sendirian dengan 27 derajat.”[7]
Shalat berjama’ah merupakan suatu tindakan ibadah shalat
yang dikerjakan bersama-sama, dimana salah seorang di antaranya sebagai imam
dan yang lainnya sebagai makmum. Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat berjama’ah. Ada yang mengatakan
hukumnya sunnah muakkad, fardhu ‘ain namun bukan syarat sahnya shalat, fardhu
kifayah dan fardhu ‘ain yang merupakan syarat sahnya shalat. Pendapat yang
paling rajih menurut jumhur ulama adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim
laki-laki yang baligh dan berakal kecuali ada udzur syar’i yang
menghalangi untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.[8]
Shalat berjama’ah terdiri dari minimal dua orang yang
bertindak sebagai imam dan makmum. Allah mensyariatkan pengangkatan imam di
dalam shalat untuk ditaati oleh makmum, artinya gerakan atau praktik amalan
makmum harus mengikuti gerakan imam, tidak mendahuluinya juga tidak beriringan
dengannya. Makmum harus melakukan gerakan setelah imam melakukannya terlebih
dahulu. Seorang makmum tidak bertakbir sampai imam melakukan takbir, tidak juga
rukuk sampai imam terlebih dahulu rukuk, tidak sujud sampai imam sujud dan
tidak pula mengangkat kepalanya dari sujud sampai imam terlebih dahulu
mengangkat kepalanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الإمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا
“Sesungguhnya imam dijadikan agar diikuti, maka
janganlah kalian menyelisihinya! Apabila ia sudah bertakbir, maka bertakbirlah
kalian.”[9]
Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memahami petunjuk nubuwah ini. Mereka pun mempraktikkannya dengan cara
yang terbaik.
Diriwayatkan dari Amr bin Harits radhiallahu 'anhu,
“Aku
pernah shalat shubuh di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku mendengar nabi membaca ‘Fala
uqsimu bilkhunnas. Aljawaril kunnas (QS At-Takwir)‘. Pada saat itu tidak ada
seorang pun di antara kami yang menyondongkan punggungnya samapi nabi sujud
dengan sempurna.”[10]
Dalam shalat berjama’ah, makmum juga dilarang menyalahi
apa-apa yang dilakukan imam. Jika makmum mendahului dan menyalahi gerakan imam
maka ia berdosa dan mendapat ancaman pada hari kiamat nanti kepala dan rupanya
akan diubah menjadi kepala dan rupa keledai.
Melaksanakan shalat secara berjama’ah merupakan ibadah
yang paling ditekankan dan merupakan ketaatan terbesar dari syi’ar Islam yang
paling agung. Tetapi masih banyak umat islam yang menganggap remeh masalah
shalat berjama’ah. Hal ini disebabkan karena mereka belum mengetahui ganjaran
pahala yang melimpah yang telah Allah siapkan bagi siapapun yang shalat
berjamaah.[11]
Selain itu juga disebabkan karena mereka belum mengetahui hukum shalat
berjama’ah di masjid bagi setiap laki-laki.[12]
Shalat jama’ah selain sarana ibadah kita kepada Allah Ta'aala juga terdapat keutamaan dan aspek-aspek
psikologis yang dapat memberikan motivasi sehingga akan membantu membentuk
perilaku sosial seorang muslim. Setiap muslim yang selalu melaksanakan shalat
jama’ah di masjid akan saling mengenal sehingga akan tumbuh rasa saling
mencintai dan menyayangi diantara semua anggota shalat jama’ah. Ketika ada
salah satu diantara mereka yang sakit atau kesusahan maka yang lainnya akan
berusaha membantu.
Shalat jama’ah juga menumbuhkan perasan sama dan
sederajat serta menghilangkan berbagai perbedaan sosial karena tidak ada
perbedaan barisan antara yang kaya dengan yang miskin ataupun antara pejabat
dengan rakyat. Semua anggota shalat jama’ah merasa sama dan sederajat dalam
satu barisan untuk menjalankan ketaatan kepada imam. Kondisi ini akan
membiasakan semua muslim untuk bersatu dan tidak terpecah belah sehingga dalam
kehidupan sehari-hari mereka juga akan bersatu dalam ketaatan kepada
pemimpin/pemerintah.
Jika setiap orang melaksanakan shalat sendiri-sendiri di
rumah masing-masing maka masjid akan kosong dan mereka tidak bisa berhubungan
satu sama lainnya. Akibatnya mereka menjadi tidak saling mengenal dan tidak
tercipta rasa solidaritas sehingga ukhuwah Islamiyahpun juga tidak terwujud.
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kita saksikan
saudara-saudara kita yang melakukan shalat berjama'ah, namun shalat berjama'ah
tersebut tidak memberikan dampak dalam kehidupannya sehari-hari. Banyak sekali
dijumpai makmum datang untuk sholat berjama’ah namun setelah sholat langsung
pergi meninggalkan masjid tanpa berinteraksi atau bertegur sapa dengan anggota
shalat jama’ah lainnya. Tidak adanya interaksi antar anggota jama’ah inilah
yang menyebabkan dampak shalat jama’ah dalam segi sosial kemasyarakatan tidak
tercapai dan hilangnya rasa saling mencintai dan ukhuwah Islamiyah diantara
jama’ah.
Abu 'Aaisyah Mukhtar bin Hasan al-Atsariy
1 Rabi'ul Awwal 1438 H / 14 Des 2015
Office Sakinah Supermarket
[1] QS, 51 (al-Dzariyat): 56.
[2] Ada sedikit perbedaan antara Khauf dan Khasyyah. Khasyyah itu lebih
tinggi dan lebih berat daripada khauf. Oleh karenanya, khasyyah hanya
dikhususkan untuk Allah saja sebagaimana dalam surah (al-Ra`du : 21). Khasyyah
itu terjadi karena besarnya rasa takut sekalipun orang yang takut (khâsyî)
adalah orang kuat. Sedangkan khauf terjadi karena kelemahan orang yang khawatir
(khaif) sekalipun yang dikhawatirkan adalah perkara yang mudah. Ibnul al-Qayyim
mengatakan, “khasyyah itu lebih khusus daripada khauf, karena khasyyah hanya
dimiliki oleh orang alim yang mengetahui Allah. (Lihat: Disini)
[3] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Mulia dengan Manhaj Salaf (Bogor:
Pustaka At-Taqwa) 2008, 274
[4] HR Bukhari No 8, Muslim No 62
[5] Said bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, Etika Imam dan Makmum (Bogor:
Pustaka Ibnu ‘Umar) 2009, xi.
[6] Said bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, Ensiklopedi Shalat Jilid I
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i) 2006, 172.
[7] HR Bukhari No 390
[8] Said bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, Etika….., xxi.
[9] HR Bukhari No, Muslim No 276
[10] HR Bukhari Muslim
[11] Fadhl Ilahi, Shalat Mengapa Mesti Berjama’ah? (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir) 2010, 2.
[12] Ibid; 3.
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda