Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Aqidah. Show all posts
Showing posts with label Aqidah. Show all posts

Tauhid Dan Macam-Macamnya...!!!

Tauhid Dan Macam-Macamnya...!!! [1]

Soal: Apa yang anda ketahui tentang tauhid dan macam-macamnya

Jawab oleh Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah

Hany Allah Saja
Tauhid تَوْحِيْدًا adalah bentuk masdhar dari kata وَحَّدَ - يُوَحِّدُ atau "menjadikan sesuatu hanya satu". Tauhid ini tidak akan terealisasi kecuali dengan menolak dan menegaskannya. Yaitu menolak hukum selain yang satu dan menegaskannya.

Misalnya kita katakan "Tidak sempurna tauhid seseorang hingga dia bersaksi tidak ada tuhan selain Allah," maka dia menolak tuhan-tuhan selain Allah, dan hanya menegaskan hanya Allah semata sebagai tuhan. Penolakan yang utuh berarti mengabaikan secara utuh dan penegasan secara utuh berarti tidak memberikan ruang bagi yang lain untuk terlibat di dalam hukum.

0 comments

6 Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

6 Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah setiap orang dari manapun asalnya yang mengikuti ajaran Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya baik dalam hal keyakinan, amalan maupun ucapan.

Ada enam prinsip utama yang membedakan antara Ahlus Sunnah al Jamaah dan golongan lain.

Pinsip Ahlusunnah yang pertama:
Ikhlas dalam Beribadah

Ikhlas menurut arti bahasa: membersihkan atau memurnikan sesuatu dari kotoran. Sedangkan menurut istilah syar’i, ikhlas adalah membersihkan dan memurnikan ibadah dari segala jenis kotoran syirik.
0 comments

Mengenal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam

TIGA LANDASAN UTAMA



Oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Terakhir dari Empat Tulisan [4/4]


MENGENAL NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Beliau adalah Muhammad bin 'Abdullah, bin 'Abdul Muthallib, bin Hasyim. Hasyim adalah termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab adalah termasuk keturunan Nabi Isma'il, putera Nabi Ibrahim Al-Khalil. Semoga Allah melimpahkan kepadanya dan kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam.

Beliau berumur 63 tahun, diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi nabi dan 23 tahun sebagai nabi dan rasul.

Beliau diangkat sebagai nabi dengan "Iqra" yakni surah Al-'Alaq : 1-5, dan diangkat sebagai rasul dengan surah Al-Mudatstsir.

Tempat asal beliau adalah Makkah.

Beliau diutus Allah untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. Dalilnya, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Wahai orang yang berselimut ! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Agungkanlah Tuhanmu. Sucikalah pakaianmu. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Dan janganlah kamu memberi, sedang kamu menginginkan balasan yang lebih banyak. Serta bersabarlah untuk memenuhi perintah Tuhanmu". [Al-Mudatstsir : 1-7]

Pengertian :

[1] "Sampaikanlah peringatan", ialah menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid.
[2] "Agungkanlah Tuhanmu". Agungkanlah Ia dengan berserah diri dan beribadah kepada-Nya semata-mata.
[3] "Sucikanlah pakaianmu", maksudnya ; Sucikanlah segala amalmu dari perbuatan syirik.
[4] "Tinggalkanlah berhala-berhala itu", artinya : Jauhkan dan bebaskan dirimu darinya serta orang-orang yang memujanya.


Beliaupun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun, mengajak kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu beliau di mi'rajkan (diangkat naik) ke atas langit dan disyari'atkan kepada beliau shalat lima waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah selama tiga tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.

Hijrah, pengertiannya, ialah : Pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan Islami.

Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap berlaku sampai hari kiamat. Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu firman Allah Ta'ala.

"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan zhalim terhadap diri mereka sendiri [1], kepada mereka malaikat bertanya :'Dalam keadaan bagaimana kamu ini .? 'Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah). Para malaikat berkata : 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana saja) di bumi ini ?. Maka mereka itulah tempat tinggalnya neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Akan tetapi orang-orang yang tertindas di antara mereka, seperti kaum lelaki dan wanita serta anak-anak yang mereka itu dalam keadaan tidak mampu menyelamatkan diri dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), maka mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Dan Allah adalah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun". [An-Nisaa : 97-99]

Dan firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman ! Sesungguhnya, bumi-Ku adalah luas, maka hanya kepada-Ku saja supaya kamu beribadah". [Al-Ankabuut : 56]

Al-Baghawi [2], Rahimahullah, berkata :"Ayat ini, sebab turunnya, adalah ditujukan kepada orang-orang muslim yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum juga berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan sebutan orang-orang yang beriman".

Adapun dalil dari Sunnah yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat". [Hadits Riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 4, hal. 99. Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab Al-Jihad, bab 2, dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya, kitab As-Sam, bab 70]

Setelah Nabi Muhammad menetap di Madinah, disyariatkan kepada beliau zakat, puasa, haji, adzan, jihad, amar ma'ruf dan nahi mungkar, serta syariat-syariat Islam lainnya.

Beliau-pun melaksanakan untuk menyampaikan hal ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun. Sesudah itu wafatlah beliau, sedang agamanya tetap dalam keadaan lestari.

Inilah agama yang beliau bawa : Tiada suatu kebaikan yang tidak beliau tunjukkan kepada umatnya dan tiada suatu keburukan yang tidak beliau peringatkan kepada umatnya supaya di jauhi. Kebaikan yang beliau tunjukkan ialah tauhid serta segala yang dicintai dan diridhai Allah, sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya dijauhi ialah syirik serta segala yang dibenci dan tidak disenangi Allah.

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia, dan diwajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaatinya. Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Katakanlah. 'Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua". [Al-Araaf : 158]

Dan melalui beliau, Allah telah menyempurnakan agama-Nya untuk kita, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : ..Pada hari ini [3], telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku lengkapkan kepadamu ni'mat-Ku serta Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu". [Al-Maaidah : 3]

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga wafat, ialah firman Allah Ta'ala.

"Artinya :Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka-pun akan mati (pula). Kemudian, sesungguhnya kamu nanti pada hari kiamat berbantah- bantahan di hadapan Tuhanmu". [Az-Zumar : 30-31]

Manusia sesudah mati, mereka nanti akan dibangkitkan kembali. Dalilnya firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Berasal dari tanahlah kamu telah Kami jadikan dan kepadanya kamu Kami kembalikan serta darinya kamu akan Kami bangkitkan sekali lagi" [Thaa-haa : 55]

Dan firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan Allah telah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalamnya (lagi) dan (pada hari Kiamat) Dia akan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya". [Nuh : 17-18]

Setelah manusia dibangkitkan, mereka akan di hisab dan diberi balasan sesuai dengan amal perbuatan mereka, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan hanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat buruk sesuai dengan perbuatan mereka dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan (pahala) yang lebih baik (surga)".[An-Najm : 31]

Barangsiapa yang tidak mengimani kebangkitan ini, maka dia adalah kafir, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menadi penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi menusia membantah Allah sebelum (diutusnya), serta beliulah penutup para nabi". [An-Nisaa : 165]

"Artinya : Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakan : 'Tidaklah demikian. Demi Tuhanku, kamu pasti akan dibangkitkan dan niscaya akan diberitakan kepadamu apapun yang telah kamu kerjakan. Yang demikian itu adalah amat mudah bagi Allah". [At-Taghaabun : 7]

Allah telah mengutus semua rasul sebagai penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala.

"Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menjadi penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan supaya tiada lagi suatu alasan bagi manusia membantah Allah setelah (diutusnya) para rasul itu .." [An-Nisaa : 165]

Rasul pertama adalah Nabi Nuh 'Alaihissalam [4], Dan rasul terkahir adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta beliaulah penutup para nabi.

Dalil yang menunjukkan bahwa rasul pertama adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan para nabi sesudahnya .." [An-Nisaa : 163]

Dan Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul, mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad, dengan memerintahkan mereka untuk beribadat kepada Allah semata-mata dan melarang mereka beribadah kepada thagut. Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul (untuk menyerukan) :'Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thagut itu ..". [An-Nahl : 36]

Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir terhadap thagut dan hanya beriman kepada-Nya.

Ibnu Al-Qayyim [5], Rahimahullah Ta'ala, telah menjelaskan pengertian thagut tersebut dengan mengatakan.

"Artinya : Thagut, ialah setiap yang diperlakukan manusia secara melampui batas (yang telah ditentukan oleh Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti atau dipatuhi".

Dan thagut itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada lima :

[1] Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah.
[2] Orang yang disembah, sedang dia sendiri rela.
[3] Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya.
[4] Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib, dan
[5] Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah.

Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini. Sungguh telah jelas kebenaran dari kesesatan. Untuk itu, barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh dengan tali yang terkuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". [Al-Baqarah : 256]

Ingkar kepada semua thagut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, adalah hakekat syahadat "Laa Ilaaha Ilallah".

Dan diriwayatkan dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Pokok agama ini adalah Islam [6], dan tiangnya adalah shalat, sedang ujung tulang punggungnya adalah jihad fi sabilillah". [Hadits Shahih riwayat Ath-Thabarani dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dan riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami Ash-Shahih, kitab Al-Imaan, bab 8]

Hanya Allah-lah Yang Mahatau. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad kepada keluarga dan para sahabatnya.


[Disalin dari buku Tiga Landasan Utama, Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 27-36, Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da'wah dan Penyuluhan
Urusan Penerbitan dan Penyebaran Kerajaan Arab Saudi]
_________
Foote Note.
[1] Yang dimaksud dengan orang-orang yang zhalim terhadap diri mereka sendiri dalam ayat ini, ialah orang-orang penduduk Makkah yang sudah masuk Islam tetapi mereka tidak mau hijrah bersama Nabi, padahal mereka mampu dan sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir supaya ikut bersama mereka pergi ke perang Badar, akhirnya ada diantara mereka yang terbunuh.
[2] Abu Muhammad Al-Husein bin Mas'ud bin Muhammad Al-Farra' atau Ibnu Al-Farra'. Al Baghawi (436-510H - 1044-1117M). Seorang ahli dalam bidang fiqh, hadits dan tafsir. Di antara karyanya : At-Tahdziib (fiqh), Syarh As-Sunnah (hadits), Lubaab At-Ta'wiil fi Ma'aalim At-Tanziil (tafsir).
[3] Maksudnya, adalah hari Jum'at ketika wukuf di Arafah, pada waktu Haji Wada.
[4] Selain dalil dari Al-Qur'an yang disebutkan Penulis, yang menunjukkan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertama, di sana juga ada hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertama yang di utus kepada penduduk bumi ini, seperti hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahih-nya kitab Al-Anbiya, bab 3 dan riwayat Muslim dalam Shahih-nya kitab Al-Iman, bab. 84. Adapun Nabi Adam Alaihissalam, menurut sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, Radhiyallahu anhu. Beliau adalah nabi pertama. Dan disebutkan dalam hadits ini bahwa jumlah para nabi ada 124 ribu orang, dari jumlah tersebut sebagai rasul 315 orang, dan dalam riwayat lain disebutkan 310 orang lebih. Lihat : Imam Ahmad, Al-Musnad, jilid 5, hal. 178, 179 dan 265.
[5] Abu Abdillah : Muhammad bin Abu Bakar, bin Ayyub, bin Said, Az-Zur'i,Ad-Dimasqi, terkenal dengan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah (691-751H - 1292 - 1350M). Seorang ulama yang giat dan gigih dalam mengajak umat Islam pada zamannya untuk kembali kepada tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah serta mengikuti jejak para Salaf Shalih. Mempunyai banyak karya tulsi, antara lain : Madaarij As-Salikin, Zaad Al-Ma'aad, Thariiq Al-Hijratain wa Baab As-Sa'aadatain, At-Tibyaan fi Aqwaam Al-Qur'aan, Miftah Daar As-Sa'aadah.
[6] Silahkan melihat kembali pengertian Islam yang disebutkan oleh Penulis, dalam Tiga Landasan Utama bagian 3/4


0 comments

Ashlu As-Sunnah Wa I'tiqadu Ad-Din, Pokok-Pokok Sunnah Dan I'tiqad Agama


ASHLU AS-SUNNAH WA I'TIQADU AD-DIN
Pokok-pokok Sunnah dan I'tikad Agama,
Dikumpulkan oleh Ibnu Abi Hatim Ar Razi (240-327 H)



Aku bertanya kepada ayahku dan Abu Zur'ah radhiyallahu 'anhuma tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam masalah ushuluddin (pokok-pokok agama) juga tentang pemahaman para ulama di berbagai kota yang mereka berdua ketahui, serta apa saja yang mereka berdua yakini. Maka, keduanya berkata: Kami telah berjumpa dengan para ulama di seluruh kota baik di Hijaz, Irak, Mesir, Syam, maupun Yaman, maka di antara madzhab yang mereka anut adalah,[1]

1) Imam itu berupa perkataan dan perbuatan[2], bertambah dan berkurang.[3]

2) Al-Qur'an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, dalam segala aspeknya.[4]

3) Takdir yang baik maupun yang buruk adalah dari Allah 'Azza wa Jalla.[5]

4) Di kalangan ummat ini, sebaik-baik orang setelah nabi mereka adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Al-Khaththab, lalu Utsman bin Affan, lalu Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhai mereka semua-. Mereka Khulafaur Rasyidun Al-Mahdiyun para khalifah yang berpegang teguh kepada agama dan mengikuti kebenaran.[6]

5) Bahwa sepuluh sahabat yang disebut dan dinyatakan oleh Rasulullah -semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya-, masuk jannah, mereka itu sesuai dengan pernyataan beliau [7] dan perkataan beliau itu benar.

6) Memintakan rahmat [8] bagi seluruh sahabat serta keluarga nabi Muhammad -semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya-, serta menahan pembicaraan dari perselisihan yang terjadi di antara mereka.

7) Bahwa Allah 'Azza wa Jalla berada di atas 'Arsy-Nya [9], terpisah dari seluruh makhluk-Nya, sebagaimana sifat yang diinformasikan-Nya dalam kitab-Nya melalui lisan Rasul-Nya - semoga allah mebmerikan shalawat dan salam kepadanya-, tanpa diketahui kaif (bagaimana) nya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dan dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

8) Allah Tabaraka wa Ta'ala akan dapat dilihat di akhirat [10]. Segenap penduduk jannah akan melihat-Nya dnegan mata kepala mereka. Allah berbicara, sebagaimana Dia berkehendak.

9) Jannah adalah benar dan neraka adalah benar (adanya). Keduanya adalah makhluk yang kekal abadi.[11] Jannah adalah balasan bagi para wali-Nya sedangkan neraka adalah hukuman bagi orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya, kecuali yang mendapatkan rahmat-Nya.

10) Shirath adalah benar.[12]

11) Mizan (timbangan), yang memiliki dua sisi timbangan untuk menimbang amalan para hamba, yang baik maupun yang buruk adalah benar.[13]

12) Haudh (telaga) yang dijadikan sebagai penghormatan bagi Nabi -semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya-dan segenap keluarganya adalah benar. [14]

13) Syafa'at adalah benar. Dan bahwa sebagaian ahli tauhid keluar dari neraka berkat adanya syafa'at adalah benar.[15]

14) Adzab kubur adalah benar.[16]

15) Munkar dan Nakir adalah benar.[17]

16) Malaikat mulia yang mencatat amal perbuatan manusia adalah benar.[18]

17) Kebangkitan setelah mati adalah benar.[19]

18) Para pelaku dosa besar berada dalam masyi'ah (kehendak) Allah subhana wa ta'ala. Kita tidak mengkafirkan ahli kiblah disebabkan dosa mereka. Kita menyerahkan urusan batin mereka kepada allah subhana wa ta'ala.

19) Kita melaksanakan kewajiban jihad dan haji bersama imam- imam kaum muslimin, di setiap masa.

20) Kita tidak boleh melakukan pembelotan terhadap para imam atau peperangan di masa fitnah.

21) Kita mendengar dan mentaati siapa saja yang dijadikan oleh Allah sebagai pemimpin kita. Kita tidak akan melepaskan diri dari ketaatan.

22) Kita mengikuti sunnah dan jamaah serta menghindari sikap menyimpang, perselisihan, dan perpecahan.

23) Jihad berlaku semenjak Allah mengutus nabiNya –semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya- hingga terjadinya hari kiamat, bermasa imam-imam kaum muslimin, tanpa ada sesuatupun yang menghapuskannya.

24) Demikian pula haji.

25) Begitu pula pembayaran zakat saimah [20] kepada imam kaum muslimin yang menjadi pemimpin bagi kita.

26) Pada aslinya manusia secara umum digolongkan mukmin berdasarkan hukum-hukum dan pewarisan, adapun hakekat keimanan maka di sisi Allah tidaklah diketahui. Barangsiapa yang berkata bahwa ia seorang mukmin sejati, maka ia adalah orang

yang berbuat bid'ah. Barangsiapa yang berkata bahwa ia adalah orang yang mukmin di sisi Allah, maka ia termasuk pendusta. Sedangkan orang yang mengatakan "saya beriman kepada Allah", maka yang dilakukannya itu benar.[21]

27) Kaum murji'ah adalah kaum yang berbuat bid'ah dan tersesat.

28) Kaum qadariah adalah kaum yang berbuat bid'ah dan tersesat. Barangsiapa di antara mereka yang menyatakan bahwa Allah Ta'ala tidak mengetahui apa yang akan terjadi sebelum terjadinya, maka ia kafir.

29) Kaum Jahmiyah adalah kafir.[22]

30) Kaum rafidhah adalah kaum yang menolak Islam.

31) Kaum khawarij adalah kaum yang meluncur keluar dari agama.[23]

32) Barangsiapa menyatakan bahwa Al-Qur'an itu makhluk, maka ia orang yang kafir kepada Allah Yang Maha Agung; dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari millah. Barangsiapa yang faham tetapi meragukan kekafirannya, maka ia kafir.

33) Barangsiapa yang ragu terhadap kalam Allah 'Azza wa Jalla, bimbang mengenainya dan mengatakan, "saya tidak tahu apakah makhluk ataukah bukan makhluk", maka ia orang yang berfaham jahmiyah.

34) Orang yang bimbang mengenai Al-Qur'an dikarenakan kebodohan, maka musti diajari dan dibid'ahkan, tetapi tidak dikafirkan.

35) Barangsiapa yang mengatakan "Bacaan Al-Qur'an-ku adalah makhluk" atau "Al-Qur'an dengan bacaanku adalah makhluk" maka ia adalah orang yang berfaham jahmiyah.

Syaikh Abu Thalib berkata: Ibrahim bin Umar berkata: ali bin Abdul Aziz berkata: Abu Muhammad berkata:

Saya mendengar ayahku -semoga Allah meridhainya- berkata:

36) Tanda-tanda ahli bid'ah adalah mengumpat ahlul atsar (orang-orang yang berpegang teguh kepada sunnah. Pent)

37) Tanda-tanda orang zindiq adalah mereka mennyebut ahlul atsar sebagai kaum hasywiyah, karena ingin mengpuskan sunnah.

38) Tanda-tanda kaum jahmiyah adlah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum musyabbihah.

39) Tandak-tanda kaum qadariyah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum yang berfaham jabriyah.

40) Tanda-tanda kaum murji'ah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum mukhalifah (yang suka mempertentangkan) atau nuqshaniyah (yang suka mengurangi).

41) Tanda-tanda kaum rafidhah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum tsaniyah.

42) Dalam perkara in telah tersesat banyak kelompok (dalam memahami ahlus sunnah), padahal ahlus sunnah hanya menyandang satu nama dan nama-nama ini semua tidak mungkin menyatu (ada) pada mereka.

43) Abu Muhammad bercerita kepada kami, katanya: Dan saya mendengar ayahku dan Abu Zur'ah mengisolasi orang yang memiliki pemahaman yang menyimpang dan melakukan bid'ah, menyalahkan pendapat mereka dengan keras, menolak penulisan buku-buku dengan pendapat tanpa berdasarkan atsar, melarang berteman dengan ahli kalam atau membaca buku-buku mutakallimin, serta berkata: "Penganut ilmu kalam tidak akan beruntung selamanya."

Telah saya sampaikan semuanya, dan segala puji bagi Allah Rabb semua alam, semoga allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad -shalallahu 'alaihi wasallam- dan para keluarganya. Akhir Kitab I'tiqaduddin.

[Disalin dari Kitabu Ashlussunnah wa Itiqadudien, Penulis Ibnu Abi Hatim Ar-Razi (240-234H), Penerbit Darusy Syarif Linnasyri wat Tauzi, Edisi IndonesiaKitab Ashlussunnah, Penerjemah Hawin Murtadla, Penerbit Darussunnah – Solo]
_________
Foote Note
[1]. Periwayatan hadits diatas dapat dilihat pada text asli dalam bahasa arabnya
[2]. Perkataan (ucapan) dengan lisan, keyakinan dengan hati dan perbuatan dengan anggota badan
[3]. Banyak dalil mengenai hal itu, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala : “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya” [Muhammad : 12]. Allah Ta’ala juga berfriman : “ Dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya” [Al-Muddatstsir : 31]. Dia juga berfirman pula : “Dan apabila kepada mereka dibacakan ayat-ayatNya, maka bertambahlah iman mereka” [Al-Anfal : 2]
[4]. Ia dihafap di dalam dada, diucapkan dengan lidah, dan ditulis di berbagai mushaf. Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu makhluk, maka ia adalah seorang penganut faham Jahmiyah yang sesat. Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersepakat bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk.

Peringatan.
Sebagian ahlul ahwa dan orang-orang yang hatinya sakit, menyatakan bahwa Al-Imam Al-Bukhari berkata : “Bacaan al-Qur’anku adalah makhluk”. Pernyataan ini merupakan kebohongan dan kedustaan yang diatasnamakan Al-Bukhari Abu Abdillah “ Sang Matahari Agama dan Dunia” rahimahullah. Itu tidak lain merupakan perkataan orang-orang yang memusuhi dan dengki. Muhammad bin Nashr berkata : Saya pernah mendengar Muhammad bin Ismail Al-Bukhari berkata : “Barangsiapa menyatakan aku pernah mengatakan : ‘Bacaan al-Qur’anku adalaha makhluk maka sesungguhnya ia adalah seorang pendusta. Sungguh aku tidak pernah mengatakannya”. Maka, saya bertanya kepadanya : “Wahai Abu Abdillah, orang-orang banyak sekali memperbincangkan hal ini. “Ia menjawab : “Yang benar hanyalah apa yang kukatakan ini. “Lihat Hadyus Sari Muqaddimah Fathul Bari 492, Thabaqat Al-Hanabilah 1/277, Siyar A’lam An-Nubala XII/457, Mukhtashar Ash-Shawa’iq, Ibnul Qayyim
[5]. Allah Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya, segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir” [Al-Qamar : 49]. Takdir adalah rahasia Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang tidak menerima ketentuan dan takdir Allah dengan ridha, maka hidupnya tidak akan tenang.
[6]. Mengenai hal itu terdapat beberapa hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda : “Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyin sesudahku”. Riwayat ini melalui jalur Al-Irbadh bin Sariyah. Adapula riwayat dari Ibnu Umar yang berkata : Kami berkata sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup : Sebaik-baik ummat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman”. Muttafaqun Alaih.
[7]. Ada beberapa atsar yang diriwayatkan mengenai hal itu. Dari Sa’id bin Zaid yang berkata : Saya bersaksi atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa saya pernah mendengar beliau bersabda : “Sepuluh orang ada di Jannah : Nabi di Jannah, Abu Bakar di Jannah, Umar di Jannah, Utsman di Jannah, Ali di Jannah, Thalhah di Jannah, Sa’ad bin Malik di Jannah, Abdurrahman bin Auf di Jannah. Bila aku mau, akan kusebutkan yang kesepuluh”, Para sahabat bertanya : “Siapakah dia ?”. Beliau bersabda : “Sa’id bin Zaid”. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunah selain An-Nasa’i. Ada pula riwayat yang menyebutkan kesepuluh orang itu, dari jalur Abdurrahman bin Auf pada riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad shahih. Di situ yang kesepuluh adalah Az-Zubair bin Al-Awwam Radhiyallahu ‘anhu.
[8]. Memintakan kasih sayang dan ridha untuk para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan salah satu sifat hamba-hamba Allah yang beriman dan bertakwa, yang di dalam hati mereka tidak terdapat kebencian, kemunafikan dan kedengkian. Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak memintakan rahmat dan ridho Allah untuk para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan mereka semua berada di Jannah berdasarkan keterangan dari nash al-Qur’an. “Dan Allah menjanjikan, untuk masing-masing al-husna (kebaikan). Al-husna (kebaikan) disini aartinya Jannah. Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri tyelah menyatakan keridhaanNya kepada mereka. “Allah meridahi mereka, dan merekapun ridha kelada Allah”
[9]. Bersemayamnya Allah diatas Arsy-Nya disebutkan dalam tujuh tempat di al-Qur’an : Al-A’raf : 56, Yunus : 3, Ar-Ra’d : 2, Thaha : 5, Al-Furqon : 59, As-Sajdah : 4, Al-Hadid : 4
[10]. Allah Ta’ala berfirman :”Wajah0wajah mu’min pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnya mereka melihat” [Al-Qiyamah : 22-23]. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :”Sungguh kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan pada malam purnama …” Hadits ini terdapat dalam kitab-kitab shahih.
[11]. Dalam syarah Aqidah Thahawiyah hal. 476-477, Imam Ath-Thahawi berkata : “Ahlus Sunnah bersepakat bahwa Jannah dan Neraka adalah dua makhluk Allah yang sekarang telah ada…” Kemudian beliau menyebutkan banyak dalil, diantaranya Allah Ta’ala berfirman : “Telah disediakan (Jannah itu) bagi orang-orang yang bertakwa” [Ali-Imran : 133]. Dia Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman : “Yang telah dsiediakan (Jahannam itu) bagi orang-orang kjafir” [Ali-Imran : 131]. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menceritakan kisah Isra dan Mi’raj : “Kemudian, saya memasuki Jannah, ternyata ia berupa bukit-bukit permata” Diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Peringatan penting:
Salah satu kesalahan yang banyak menimpa para tokoh adalah penisbatan pendapat mengenai ketidak kekalan Neraka, kepada Al-Hafizh Ibnul Qayyim Rahimahullah hal itu telah diinformasikan kepada kita oleh DR Bakr Abu Zaid dalam bukunya, “At-Ta’alum Wa Atsaruha ‘Ala Al-Fikr wal Kitab”, hal. 100-101.
[12]. Shirat adalah jembatan di atas Jahannam. Kita memohon kesentosaan dan keselamatan kepada Allah. Mengenai itu terdapat banyak hadits yang diriwayatkan dalam kitab-kitab shahih, sunan, musnad dan mu’jam. Lihat buku kami : “Asy-Syafa’ah wa Bayaanul Ladzina Yasyfa’un”.
[13]. Allah Ta’ala berfirman : “Kami memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat” [Al-Anbiya : 47]. Ayat-ayat atau hadits-hadits mengenai hal ini telah diketahui.
[14]. Hadits-hadits mengenai telaga ini mencapai derajat mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari tigapuluh sahabat. Lihat “Al-Hidayah wan Nihayah” Ibnu Katsir, As-Sunnah, Ibnu Abu Syaibah, dan Ma’arij Al-Qabul, Al-Hakamiy. Dari Anas bin Malik yang berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Periuk di telagaku besarnya antara Ailah hingga Shan’a di Yaman. Di siana terdapat tempat air sebanyak jumlah bintang-bintang di langit”, Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
[15] Lihat buku kami, “Asy-Syafa’ah wa Bayanul Ladzina Yasyfa’un kama Warad fil Qur’an was Sunnah Ash-Shahihah”
[16]. Terdapat hadits-hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal itu. Barangsiapa menyangka bahwa hadits-hadits tersebut tergolong hadits ahad, maka ia keliru.
[17]. Namanya disebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad hasan, dari Abu Hurairah.
[18]. Allah Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi. Yang mulia dan mencatat” [Al-Infuthar : 10-11]
[19]. Penyebutan tentang kebangkitan ini banyak sekali terdapat dalam Al-Kitab Al-Aziz, khususnya dalam surat-surat Makiyah, demikian pula dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[20]. Saimah adalah binatang-binatang ternak baik itu unta, sapi maupun kambing, yang digembalakan di padang maupun tanah kosong selam satu tahun atau lebih.
[21] Barangsiapa yang ingin lebih mendalami kajian masalah ini, hendaklah ia membaca Aqidah Thahawiyah hal. 390-395
[22]. Jahmiyah adalah nama yang dinisbahkan kepada Jahm bin Shofwan. Dialah orang yang menyatakan peniadaan dan penolakan sifat-sifat Allah.
[23]. Dan mereka adalah anjing penduduk neraka, sebagai mana yang disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari.

Sumber : Majalah adz Dzakirah
0 comments

Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan

TIGA LANDASAN UTAMA


Oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]



MENGENAL ISLAM

Islam, ialah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.

Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.

I. Tingkatan Islam

Adapun tingkatan Islam, rukunnya ada lima :

  • Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan) bahwa "Laa Ilaaha Ilallaah" (Tiada sesembahan yang haq selain Allah) dan Muhammad adalah Rasulullah.
  • Mendirikan shalat.
  • Mengeluarkan zakat.
  • Shiyam pada bulan Ramadhan.
  • Haji ke Baitullah Al-Haram.

[1]. Dalil Syahadat.

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Dia, dengan senantiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tiada sesembahan (yang haq) selain Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [Al-Imraan : 18]

"Laa Ilaaha Ilallaah"' artinya : Tiada sesembahan yang haq selain Allah.

Syahadat ini mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan. "Laa Ilaaha", adalah menolak segala sembahan selain Allah. "Illallaah" adalah menetapkan bahwa penyembahan itu hanya untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu didalam penyembahan kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.

Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kepada kaumnya : 'Sesungguhnya aku menyatakan lepas dari segala yang kamu sembah, kecuali Tuhan yang telah menciptakan-ku, karena sesungguhnya Dia akan menunjuki'. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka senantiasa kembali (kepada tauhid)". [Az-Zukhruf : 26-28]

"Artinya : Katakanlah (Muhammad) : 'Hai ahli kitab ! Marilah kamu kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka :'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang muslim (menyerahkan diri kepada Allah)". [Ali 'Imran : 64]

Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah.

Firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang yang beriman". [At-Taubah : 128]

Syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah, berarti : mentaati apa yang diperintahkannya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah hanya dengan cara yang disyariatkannya.

[2]. Dalil Shalat dan Zakat serta tafsiran Tauhid.

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah tuntunan agama yang lurus". [Al-Bayyinah : 5]

[3]. Dalil Shiyam

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu untuk melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa". [Al-Baqarah : 183]

[4]. Dalil Haji.

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan hanya untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha tidak memerlukan semsesta alam". [Al 'Imran : 97)]

II. Tingkatan Iman.

Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah syahadat "Laa Ilaaha Ilallaah", sedang cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu dari cabang Iman.

Rukun Iman ada enam, yaitu :
  • Iman kepada Allah.
  • Iman kepada para Malaikat-Nya.
  • Iman kepada Kitab-kitab-Nya.
  • Iman kepada para Rasul-Nya.
  • Iman kepada hari Akhirat, dan
  • Iman kepada Qadar, yang baik dan yang buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam semesta ini adalah diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Berbakti (dari Iman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yang sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi..." [Al-Baqarah : 177]

Dan firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dengan qadar". [Al-Qomar : 49]

III. Tingkatan Ihsan.

Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu :

"Artinya : Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu". [Pengertian Ihsan tersebut adalah penggalan dari hadits Jibril, yang dituturkan oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'Anhu, sebagaimana akan disebutkan]

Dalilnya, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan". [An-Nahl : 128]

Dan firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan bertakwallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesunnguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Asy-Syu'araa : 217-220]

Serta firman-Nya.

"Artinya : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur'an yang kamu baca, serta pekerjaan apa saja yang kamu kerjakan, tidak lain kami adalah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya". [Yunus : 61]

Adapun dalilnya dari Sunnah, ialah hadits Jibril[1] yang masyhur, yang diriwayatkan dari 'Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu.

"Artinya : Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya, tidak tampak pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan menyandarkan kelututnya pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, dan berkata : 'Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam', maka beliau menjawab :'Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana'. Lelaki itu pun berkata : 'Benarlah engkau'. Kata Umar :'Kami merasa heran kepadanya, ia bertanya kepada beliau, tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata : 'Beritahulah aku tenatng Iman'. Beliau menjawab :'Yaitu : Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta beriman kepada Qadar yang baik dan yang buruk'. Ia pun berkata : 'Benarlah engkau'. Kemudian ia berkata : 'Beritahullah aku tentang Ihsan'. Beliau menjawab : Yaitu : Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu'. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau menjawab : 'Orang yang ditanya tentang hal tersebut tidak lebih tahu dari pada orang yang bertanya'. AKhirnya ia berkata :'Beritahulah aku sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu'. Beliau menjawab : Yaitu : 'Apabila ada hamba sahaya wanita melahirkan tuannya dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yang tinggi'. Kata Umar : Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu yang lama, sehingga Nabi bertanya : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda : 'Dia adalah Jibril, telah datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian". [2]


[Disalin dari buku Tiga Landasan Utama, Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 18-26, Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da'wah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebarab Kerajaan Arab Saudi]
________
Fote Note.
[1] Disebut hadits jibril, karena jibril-lah yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan menanyakan kepada beliau tentang, Islam, Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada kaum muslimin tentang masalah-masaalah agama.
[2]. [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.

0 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger