Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.
Showing posts with label Nasehat. Show all posts
Showing posts with label Nasehat. Show all posts

Ketahuilah Sebab Tidur Pagi dan Tinggalkanlah

Ketahuilah Sebab Tidur Pagi dan Tinggalkanlah
Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal M.Sc





Saudaraku, ketahuilah sebab-sebab berikut ini agar kamu tidak lagi tidur pagi. Semoga engkau selalu mendapatkan taufik Allah.



[Sebab pertama] Tidak shalat malam


Tidak shalat malam dapat menyebabkan malas di pagi harinya. Cara mengatasi hal ini adalah dengan mengerjakan sholat malam karena dengan melakukan hal tersebut akan terlepaslah ikatan-ikatan setan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


عَقِدَ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ

“Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!”. Jika dia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR. Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776)

Benar pula perkataan seorang tabi’in bahwa dengan mengerjakan shalat malam, wajah akan menjadi berseri di pagi hari. Yaitu seorang ulama hadits dari Kufah, Syarik An Nakho’i bin ‘Abdillah, ketika mendiktekan hadits kepada murid-muridnya, di sela-sela mendikte, beliau mengatakan kepada seorang muridnya –yaitu Tsabit bin Musa Az Zahid-,

مَنْ كَثُرَتْ صَلاَتُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهُهُ بِالنَّهَارِ

“Barangsiapa banyak mengerjakan shalat di malam hari, wajahnya akan berseri di pagi harinya.” (HR. Ibnu Majah no. 1333. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if dalam Shohih wa Dho’if Sunan Ibnu Majah)

Tsabit bin Musa menyangka bahwa ini adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal ini hanyalah perkataan gurunya Syarik karena melihat kezuhudan dan kewaro’an yang ada padanya. (Lihat Taysir Mushtholahul Hadits, hal. 86, Darul Fikr dan Laysa Min Qoulin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 89, Maktabah Awladu Syaikh)

Juga disebutkan dalam sebuah hadits bahwa orang yang tidak shalat malam berarti telah dikencingi oleh setan.

Dari Abu Wa’il, dari Abdullah, beliau berkata, “Ada yang mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa terdapat seseorang yang tidur malam hingga shubuh (maksudnya tidak bangun malam, pen). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,

« ذَلِكَ الشَّيْطَانُ بَالَ فِى أُذُنَيْهِ ».

“Demikianlah setan telah mengincingi kedua telinganya.” (HR. An Nasa’i no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1330. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 640 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

[Sebab kedua] Sering begadang


Begadang bisa menyebabkan lelah dan ngantuk di pagi harinya.

Cara mengatasinya adalah dengan tidur di awal malam.

Dari Abu Ishaq, beliau berkata bahwa beliau menanyakan kepada Al Aswad bin Yazid tentang perkataan ‘Aisyah mengenai shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah berkata,

كَانَ يَنَامُ أَوَّلَ اللَّيْلِ وَيُحْيِى آخِرَهُ ثُمَّ إِنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى أَهْلِهِ قَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ يَنَامُ فَإِذَا كَانَ عِنْدَ النِّدَاءِ الأَوَّلِ - قَالَتْ - وَثَبَ - وَلاَ وَاللَّهِ مَا قَالَتْ قَامَ - فَأَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ - وَلاَ وَاللَّهِ مَا قَالَتِ اغْتَسَلَ. وَأَنَا أَعْلَمُ مَا تُرِيدُ - وَإِنْ لَمْ يَكُنْ جُنُبًا تَوَضَّأَ وُضُوءَ الرَّجُلِ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ صَلَّى الرَّكْعَتَيْنِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidur di awal malam dan beliau menghidupkan akhir malam (dengan shalat). Jika beliau memiliki hajat (baca : hubungan badan dengan istrinya), beliau menunaikan hajat tersebut kemudian beliau tidur. Pada adzan shubuh pertama, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk (‘Aisyah tidak mengatakan bahwa beliau bangun). Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menuangkan air (‘Aisyah tidak mengatakan bahwa beliau mandi, dan aku mengetahui apa yang ‘Aisyah maksudkan). Jika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dalam keadaan junub, beliau berwudhu seperti wudhu seseorang yang hendak shalat. Kemudian beliau shalat dua raka’at.” (HR. Muslim no. 739)

Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat Isya’ dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)

[Sebab ketiga] Terpengaruh dengan teman yang punya kebiasaan tidur pagi


Ingatlah karena dekat dengan teman atau tetangga yang sering malas-malasan, kita juga bisa terpengaruh.

Cara mengatasi hal ini adalah dengan memilih teman yang rajin, yang selalu menjaga waktunya di pagi hari, sehingga kita bisa tertular kerajinannya.

[Sebab keempat] Kebiasaan


Ini juga adalah sebab orang sering tidur pagi karena kesehariannya memang seperti ini. Selepas shalat shubuh, kebiasaannya adalah menghampiri kasur, mengambil selimut dan bantal, sehingga pulas tidur hingga matahari meninggi lalu beranjak kerja atau kuliah. Orang yang punya kebiasaan seperti ini telah hilang keberkahan dari dirinya di waktu pagi.

Cara mengatasinya dengan bersungguh-sungguh menghilangkan kebiasaan buruk tersebut dan senantiasa dibarengi dengan meminta tolong pada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِين

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di dalam jalan Kami, maka sungguh akan Kami tunjukkan mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut [29) : 69)

-bersambung insya Allah-



Disusun di pagi hari yang penuh berkah, 30 Dzulqo’dah 1429, di Pangukan - Sleman
0 comments

SURAT BUAT KELOMPOK-KELOMPOK DAKWAH1

SURAT BUAT KELOMPOK-KELOMPOK DAKWAH1

Oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Agama Adalah Nasehat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama adalah nasehat, kami (para sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai Rasulullah ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Untuk Allah, Kitab-Naya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan orang-orang muslim”. (HR.Muslim).

Sabagai aplikasi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, maka saya ingin menyampaikan nasehat kepada seluruh kelompok dakwah islam, agar senantiasa berpegang teguh dengan al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih berdasarkan pemahaman para ulama salaf, seperti : para sahabat, tabi’in, para imam mujtahidin dan orang-orang yang senantiasa meniti jejak mereka.

Kepada Kelompok Sufi

  • Nasehat saya kepada mereka agar mengesakan Allah dalam berdoa dan isti’anah (minta pertolongan), sebagai bentuk perwujudan dari firman Allah : “Hanya engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5). Dan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Doa adalah ibadah”. (HR.Tirmidzi dan beliau berkata : Hadits hasan shahih).

Wajib bagi mereka untuk meyakini bahwa Allah ada di atas langit, sebagaimana firman-Nya : “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) dilangit bahwa Dia akan menjungkir balikan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS. Al-Mulk : 16)

Ibnu Abbas berkata : Dia adalah Allah (sebagaimana tersebutkan Ibnul Jauzi dalam tafsirnya).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah kalian percaya kepadaku, padahal saya adalah kepercayaan Dzat yang di langit.” (HR. Bukhari danMuslim).
  • Hendaklah mereka senantiasa mendasari dzikir-dzikir mereka dengan apa yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah (yang sholih –ed) serta amalan para sahabat.
  • Jangan sekali-kali mendahulukan ucapan syaikh-syaikh melebihi firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat:1).
Yakni, jangan sekali-kali kalian mendahulukan ucapan atau perbuatan siapapun melebihi firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (tafsir Ibnu Katsir).

  • Hendaklah mereka beribadah dan berdo’a kepada Allah dengan rasa takut dari siksa neraka-Nya dan berharap akan surga-Nya. Firman Allah ta’ala :“Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).” (QS. Al-A’raf : 56).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saya meminta kepada Allah surga dan berlindung dengan-Nyadari neraka.” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih).

  • Mereka harus meyakini, bahwa makhluk pertama dari kalangan manusia adalah Nabi Adam ‘alaihi wa sallam, dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk keturunannya, dan semua manusia adalah adalah anak keturunannya, yang Allah ciptakan dari tanah. Allah ta’ala berfirman : “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani.” (QS. Hgafir : 67).

Tidak ada satu dalilpun yang menunjukan bahwa Allah menciptakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari nur (cahaya-Nya), bahkan yang masyhur bagi semua, bahwa Allah menciptakannya dari kedua orang tuanya.

Kepada Jama’ah Tabligh


  • Nasehat saya kepada mereka, agar perpegang teguh dalam dakwahnya dengan al-Qur’an dan sunnah yang shahih, dan hendaklah mereka belajar al-Qur’an, tafsir, dan hadits. Sehingga dakwah mereka benar-benar berdasarkan ilmu, sebagaimana firman Allah ta’ala : “Katakanlah : “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS.Yusuf : 108).

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya ilmu (bisa diperoleh) hanya dengan belajar.” (Hadits hasan, lihat shahihul jami)

  • Mereka harus berpegang teguh dengan hadits-hadits yang shahih dan menjauhi hadits-kadits yang dhaif (lemah) dan maudu’ (palsu), sehingga mereka tidak masuk pada yang disinyalir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ”Cukup seseorang dikatakan berdusta jika menceritakan semua apa yang didengarnya.” (HR.Muslim).

  • Kepada al-Ahbab (orang-orang yang saya cintai) agar tidak memisahkan antara amar ma’ruf dan nahi munkar, karena Allah banyak menyebutkan secara bersamaan dalam ayat-ayat al-Qur’an, seperti firman Allah ta’ala : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepadayang ma’ ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga punya perhatian serius dan memerintahkan kamum muslimin untuk merubah kemungkaran, sebagaimana sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaklah merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka hendaklah merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR.Muslim)

  1. Hendaklah mereka memperhatikan dakwah kepada tauhid dengan serius, dan mendahulukannya atas yang lainnya, demi mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jadikanlah per tama kali yang kalian dakwahkan kepada mereka adalah syahadat (kalimat tauhid) la ilaha illallah.” (HR.Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sampai mereka (benar-benar) mentauhidkan Allah.” (HR.Bukhari).
“Mentauhidkan Allah”, maksudnya adalah : mengesakan Allah dalam semua jenis ibada, lebih-lebih dalam hal Do’a, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Do’a adalah Ibadah,” (HR.Tirmidzi. Beliau berkata : Hadits ini hasan shahih).

Kepada Kelompok Ikhwanul Muslimin


  • Hendaklah mereka mengajarkan kepada anggota kelompoknya tauhid dan macam-macamnya, yakni : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma dan sifa, karena itu adalah masalah yang sangat urgent yang berpengaruh pada terwujudnya kebahagiaan individu maupun masyarakat, dari pada sibuk dalam politik praktis dan yang mereka sangka seperti fiqih waki’ (realita –ed). Ini bukan berarti buta dengan keadaan dunia dan manusia, tapi tidak berlebi-lebihan dengannya dan tidak pula menyepelekannya.

  • Hendaklah mereka menjauhi pemikiran-pemikiran Sufi yang menyelisihi akidah islam, karene banyak kita jumpai dalam kitab-kitab mereka akida-akidah sufi yang batil :
Lihatlah pimpinan mereka di Mesir, yaitu Umar Tilmisani yang banyak menyebutkan dalam bukunya “Syahidul Mihrab” akidah-akidah Sufi yang sangat membahayakan. Di samping membolehkan belajar musik.


Inilah Sayyid Quthub, menyebutkan dalam kitabnya :Dzilalul Qur’an” akidah Sufi wihdatul wujud pada awal surat al-Hadid, dan lain sebagainya dari takwil-takwil yang batil. Sungguh saya telah menyampaikannya kepada saudaranya sendiri, yaitu Muhammad Qutub agar mengomentari kesalahan-kesalahan aqidah, karena ia adalah penanggung jawab penerbitan “as-Syuruq”, akan tetapi dia menolaknya dan mengatakan : Saudara saya sendiri yang akan menanggungnya. Dan saikh Abdul Latif Badr, penanggung jawab majalah at-Tau’iyah di Mekah menyarankan kepadaku agar saya mendatanginya lagi.

Lihatlah Said Hawa, beliau menyebutkan dalam kitabnya “Tarbiyahtuna ar-Ruhiyat” akidah-akidah Sufi, sebagaimana sudah disebutkan diawal kitab2.

Dan lihatlah pula syaikh Muhammad al-Hamid dari Siria, dia menghadiahkan kepadaku buku yang berjudul “Rudud Ala Abatil”. Dalam buku ini ada pembahasan-pembahasan yang baik, seperti pengharaman rokok dan lainnya. Akan tetapi dia juga menyebutkan bahwa di sana ada Abdal, Aqthab dan Aghwats3, tapi tidaklah dinamakan al-Ghauts kecuali apabila bisa dimintai pertolongan!!!. Padahal meminta kepada al-Ghauts dan al-Aqthab adalah termasuk syirik yang menghapus amalan. Dan ini adalah pemikiran Sufi yangbatil yang diingkari oleh syariat Islam.


  • Jangan sampai mereka dengki kepada saudara-saudara mereka dari salafiyyah yang senantiasa berdakwah kepada tauhid dan memerangi bid’ah, serta berhukum kepada al-Qur’an dan sunnah, sebab mereka adalah bersaudara. Allah ta’ala berfirman : “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al-Hujurat : 10). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Kepada Salafiyun dan Ansharussunah al_Muhammadiyah


  • Wasiat saya kepada mereka agar senantiasa konsisten dalam berdakwah kepada tauhid, berhukum dengan apa yang Allah turunkan, dan perkara-perkara penting lainnya.
  • Hendaklah mereka bersikap lemah lembut dalam berdakwah, bagaimanapun lawan yang dihadapinya. Sebagaimana perwujudan firman Allah : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl:125). Dan firman Allah kepada Nabi Musa dan Harun : “Pergilah kamu berdua kepada Fir ‘aun sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS.Toha :43-44). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa yang tercegah dari sifat lemah lembut, niscaya ia tercegah dari segala kebaikan”. (HR.Musliam).
  • Hendaklah mereka sabar terhadap gangguan yang menimpa mereka, karena Allah selalu menyertai mereka dengan pertolongan dengan memberikan kekuatan kepada mereka. Allah ta’ala berfirman : “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan per tolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan jangan kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipudayakan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertawakal dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl : 127-128). Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka lebih utama dari pada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad dll).
  • Orang-orang salafi jangan sampai beranggapan bahwa jumlah orang-orang yang menyelisihi mereka sedikit. Karena Allah ta’ala berfirman : “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS.Saba’ : 13). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Beruntunglah bagi orang-orang yang asing. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya siapa mereka ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Mereka adalah orang-orang shaleh yang sedikit di tengah-tengah manusia yang rusak lagi banyak, yang bermaksiat kepada mereka lebih banayak dari pada yang taat kepada mereka”. (HR.Imam Ahmad dan Ibnul Mubarak).

Kepada Hizbut Tahrir


  • Wasiat saya kepada mereka, agar menegakkan hukum islam dan ajarannya pada diri-diri mereka, sebelum menuntut orang lain untuk menegakannya. Sekitar 20 tahun yang lalu, pernah ada 2 orang pemudadari mereka yang mengunjungiku di Syiria, dalam keadaan dicukur jenggotnya. Dari keduanya tercium bau rokok, dan meminta kepadaku diskusi dan bergabung dengan mereka. Maka saya katakan kepada mereka, kalian mencukur jenggot dan menghisap rokok, padahal keduannya adalah haram menurut syariat. Dan kalian juga membolehkan jabat tangan dengan lawan jenis (yang bukan mahramnya –ed), padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dituduknya jarum dari besi pada kepala seorang diantara kalian itu lebih baik dari pada menyentuh perembuan yang tidak halal baginya.” (HR.Thabrani). Kedua pemuda tersebut berkata : Diriwayatkan dalam shahih bukhari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berjabat tangan dengan wanita ketika baiat ?. Maka saya katakana : Tolong besok datangkan kepadaku haditsnya. Maka setelah itu keduannya perdi dan tidak kembali lagi, karena keduanya berbohong. Karena Imam Bukhari sama sekali tidak menyebutkan yang demikian, tapi hanya menyebutkan baiat kepada para wanita dengan tanpa jabat tangan. Tapi sungguh aneh sebagian Ikhwanul Muslimin –juga- membolehkan jabat tangan dengan lawan jenis (yang bukan mahramnya –ed). Seperti syaikh Muhamad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi sebagaimana yang saya katakan ketika saya berdialog dengannya. Dia berdalih dengan hadits seorang budak yang menarik tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memenuhi kebutuhannya. (HR.Bukhari). Saya katakan : Cara pengambilan dalilnya tidak benar, karena Jariyah (budak perempuan) ketika menarik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyentuh tangannya tapi hanya menyentuh lengan baju yang ada ditangannya Karena ‘Asyah berkata :”Sekali-kali tidak, demi Allah “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyentuh tangan perempuan sedikitpun dalam baiat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah membaiat mereka (para wanita) kecuali dengan ucapannya : Sungguh saya telah membaiat kamu atas yang demikian itu.” (HR.Bukhari). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya saya tidak pernah berjabatan tangan dengan perempuan.” (HR.Tirmidzi dan beliau berkata : hadits ini hasan shahih)
  • Saya pernah mendengan ceramah seorang syaikh dari Hizbut Tahrir di Yordania yang membahas tentang para pemimpin yang tidak berhukum dengan dengan hukum Allah. Akan tetapi, takkala saya mendatangi rumahnya, mertuannya mengadu tentang dia kepadaku sambil mengatakan : Sesungguhnya syaikh tadi telah memukul istrinya sampai mengenai matanya dan membekas. Maka saya katakanan kepadanya (syaikh) : Sesungguhnya kamu menuntut para pemimpin untuk menegakkan syariat Allah, tetapi kamu tidak menegakkan syariat dalam rumahmu, apakah benar bahwa engkau telah memukul istrimu sampai mengenai matanya ? maka ia menjawab : Iya, betul tapi hanya pukulan ringan dengan gelas teh.!!. Maka saya katakana ke padanya : Praktekkanlah Islam pada dirimu dulu, kemudian setelah itu tuntutlah orang lain untuk mempraktekkannya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanaya, apa hak istri atas suami ? beliau menjawab : “Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberi baju apabila engkau mamakai baju, jangan memukul wajah, jangan menjelek-jelekannya dan jangan engkau menghajr (pisah ranjang) kecuali didalam rumah.” (Hadits shahih riwayat al-arba’ah : Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I fan Ibnu Majah). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila seseorang diantara kalian memukul budaknya hendaklah ia menjauhi wajah”. (Hadits hasan riwayat Abu Daud).

Kepada Jamaah Jihad

  • Nasehat saya kepada mereka agar lembut dalam dakwah dan jihad mereka, lebih-lebih kepada para pemimpin. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Musa ketika mengutusnya kepada Fir’aun yang kafir : “Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan).” (QS. An-Nazi’at: 18). Juga firman Allah : “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kapadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Toha: 43-44). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang tercegah dari sifat lemah lembut, niscaya ia tercegah dari segala kebaikan.” (HR.Muslim).
  • (Hendaklah -ed) memberikan nasehat kepada kaum muslimin dan pemimpin mereka, dengan cara membantu mereka dalam kebaikan, mentaati mereka dalam kebaikan, memerintahkan mereka dengan kebaikan, melarang mereka dan mengingatkan mereka dengan lemah lembut dan tidak keluar menghadap mereka dengan pedang (memberontak), apabila mereka berbuat zholim atau jahat. (Silahkan telaah ucapan al-Khatabi dalam Syarah Arba’in Haditsan). Imam Abu Ja’far at-Thahawi penulis kitab Aqidah Thahawiyah berkata : Kami memandang, tidak boleh keluar dari imam dan para pemimpin kita walaupun mereka berbuat zhalim, tidak mendoakan keburukan kepada mereka, tidak mencabut tangan dari ketaatan pada mereka. Dan kami memandang, bahwa taat kepada mereka adalah bagian dari ketaatan kepada Allah ta’ala dan wajib mentaati mereka selama tidak memerintahkan maksiat. Bahkan kami senantiasa mendoakan kepada mereka dengan kebaikan dan keselamatan.
Allah ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barang siapa taat kepada amir, berarti ia taat kepadaku, dan barangsiapa bermaksiat kepada amir berarti ia bermaksiat kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Dzar r.a beliau berkata : “Kekasihku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada ku agar saya mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun ia seorang budak Ethiopia lagi cacat anggota tumbuhnya.” (HR. Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bagi tiap orang wajib mendengar dan taat (kepada pemimpin) pada saat senang dan benci, kecuali apabila diperintah untuk bermaksiat, maka apabila dipertahankan untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Khudzaifah bin Yaman r.a beliau berkata : “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan saya bertanya kepadanya tentang kejelekan karena khawatir akan menimpaku, saya bertanya: Wahai Rasulullah, kita dahulu berada dalam jahiliyah dan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kita. Apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya ada. Saya bertanya : Apakah setelah kejelekan akan datang kebaikan lagi ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya ada, tapi didalamnya terdapat dakhan. Saya bertanya : Apa dakhannya ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Yaitu ada suatu kaum yang mengambil dengan selain sunnahku dan mengambil petunjukku. Engkai mengetahui mereka dan engkau mengingkarinya. Saya bertanya : Apakah setelah kebaikan seperti ini akan ada kejelekan ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya, yaitu para da’i yang mengajak ke pintu-pintu beraka Jahanam. Siapa yang menyambutnya niscaya akan dilemparkan kedalamnya. Saya bertanya : Wahai Rasulullah, jelaskan kepada kita ciri-ciri mereka : Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Mereka adalah, kaum dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita. Saya bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana nasehatmu jika kita mendapati yang demikian itu ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Engkau konsisten bersama jama’ah kaum muslimin dan imam mereka. Saya bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah dan tidak pula imam ? Beluai Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Tinggal kan seluruh kelompok-kelompok yang ada, walaupun engkau harus menggigit akar pohon sampai ajal menjemputmu dan engkau dalam keadadan demikian.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ” Barang siapa melihat pada amirnya suatu yang ia benci, hendaklah ia sabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri satu jengkal dari jama’ah dan ia mati, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sebaik-baik pimpinan bagi kalian adalah : Pemimpin yang kalian cintai dan merekapun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan merekapun mendoakan kalian. Dan sejelek-jelek pemimpin bagi kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan merekapun membenci kalian. Kami bertanya : Wahai Rasulullah apakah kita tidak mengangkat pedang (memberontak) saja pada saat demikian ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : jangan memberontak, selama mereka mendirikan sholat bersama kalian. Ketahuilah, barangsiapa dipimpin wali (pemimpin) dan ia melihatnya bermaksiat kepada Allah, maka hendaklah ia membenci maksiat yang dijalannya, dan jangan sekali-kali mencabut ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim).

Dalil-dalil al-qur’an dan sunnah menunjukan akan wajibnya taat kepada ulil amri selama tidak memerintahkan maksiat. Renungkan lah firman Allah berikut : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 59). Kenapa Allah berfirman “dan taatilah ulil amri diantara kamu” dengan pengulangan kata kerja “taatilah”. Ini menunjukkan bahwa ulil amri tidak ditaati dengan sendirinya. Akan tetapi mereka ditaati hanya pada perkara-perkara ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini juga menunjukan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul-Nya. Ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sungguh ia taat kepada Allah, karena Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memerintahkan yang bukan termasuk ketaatan kepada Allah, karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ma’shum (terjaga) dari yang demikian itu. Berbeda halnya dengan penguasa, mereka terkadang memerintahkan kepada yang bukan ketaatan kepada Allah (maksiat), maka tidak boleh ditaati kecuali pada perkara-perkara yang merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun perintah untuk taat kepada penguasa walaupun mereka berbuat zhalim, karena keluar dari ketaatan kepada mereka akan mengakibatkan kerusakan yang berlipat ganda dibanding kezhaliman mereka, bahkan sabar dalam menghadapi kezhaliman mereka akan menghapus kesalahan dan dosa dan menyebabkan pahala dilipatgandakan. Karena Allah tidak akan menjadikan mereka sebagai pimpinan kita, kecuali dengan sebab perbuatan kita sendiri, karena balasan adalah sesuai dengan perbuatan. Maka tidak ada jalan lain bagi kita kecuali beristigfar, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan kita. Allah berfirman : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura : 30). Allah berfirman : “Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sevagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS. Al-An’am : 129). Maka apabila rakyat menginginkan keselamatan dari keburukan pemimpin yang zhalim, hendaklah mereka meninggalkan kezhaliman. (Silahkan lihat Syarah Aqidah ath-Thahawiyah 380-381).

Jihad terhadap para pemimpin kaum muslimin. Yang demikian itu dapat dilakukan dengan cara menyampaikan nasehat kepada mereka dan kepada seluruh jajarannya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama adalah nasehat. Kami (para sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya”. (HR. Muslim). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : “Seutama-utama jihad adalah menyampaikan kalimat kebenaran disisi pemimpin yang zhalim.” (Hadits hasan riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, juru selamat dari kezhaliman para hakim yang mereka dari bangsa kita yaitu dengan cara : Kaum muslimin bertaubat kepada Rabb mereka, memperbaiki akidah mereka dan membina diri serta keluarga mereka diatas islam yang murni. Sebagai bentuk perwujudan firman Alah ta’ala : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri“. (QS. Ar-Ra’d : 11). Dan ini pernah disinyalir oleh seorang da’i kontemporer dengan ungkapannya : “Tegakkanlah Negara Islam di dada-dada kalian, niscaya akan tegak di bumi kalian“. Demikian pula, dengan cara memperbaiki akidah dalam menegakkan bangunan di atasnya, yaitu masyarakatnya. Allah ta’ala berfirman : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur : 55). (Diringkas dari Kitab Ta’liqat’ala Syarhi Thahawiyah karya syaikh al-Albanu)



Nasihat umum kepada seluruh kelompok


Saya sekarang sudah tua renta, umur saya sekarang telah mencapai 70 tahun, dan saya mengharapkan kebaikan bagi semua kelompok, oleh karena itu untuk mengamalkan hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Agama itu nasehat”, saya ingin menyampaikan bebrapa nasehat ini :

  • Agar semua kelompok berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk ketaatan terhadap firman Allah : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai-berai..”(QS.Ali Imran : 103). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Telah saya tinggalkan kepada kalian dua perkara, selama kalian berpegang teguh dengan kedudukannya, maka tidak akan tersesat, yaitu (kitabullah al-Qur’an dan sunnah Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (HR.Malik dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul.
  • Apabila jama’ah-jama’ah yang ada berselisih, hendaknya mereka kembali kepada al-Qur’an fan hadits serta amalan para sahabat, Allah ta’ala berfirman : “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kemu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”(QS.An-Nisa : 59). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya.” (Hadits shohih riwayat Imam Ahmad).
  • Hendaklah mereka memperhatikan dakwah tauhid yang menjadi prioritas dan pusat perhatian al-Qur’an. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya kepada tauhid dan memerintahkan para sahabatnya agar memulai dengannya.
  • Sesungguhnya saya telah masuk dan bergaul dengan kelompok-kelompok dakwah islam, dan saya lihat bahwa dakwah salafiyahlah yang konsisten dengan al-Qur’an dan sunnah menurut pemahaman salafus shaleh, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam para sahabatnya dan para tabiin. Dengan sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang kelompok tang satu ini dalam sabdanya : “Ketahuilah bahwasanya orang-orang sebelum kamu dari ahlikitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua di dalam neraka dan yang satu di surga yaitu al-Jama’ah.” (HR.Ahmad dan dinyatakan holeh al-Hafidz Ibnu Hajar). “Semua di dalam neraka kecuali satu yaitu apa yang saya dan para sahabatku ada diatasnya.” (HR.Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani). Dalam hadits diatas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita, bahwasanya orang yahudi dan nasrani berpecah belah menjadi lebih banyak dari mereka, dan kelompok-kelompok yang banyak ini terancap masuk neraka, karena menyimpangnya dan jatuhnya dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya. Dan bawasanya hanya satu kelompok yang selamat dari neraka dan masuk surga, yaitu al-Jama’ah (kelompok yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah serta amalan para sahabat). Keistimewaan dakwah salafiyah adalah dakwah kepada tauhid, memerangi syirik, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan memperingatkan umat dari hadits yang dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu), serta memahami hukum-hukum syariat dengan dalil-dalilnya. Dan ini sungguh sangat penting bagi setiap muslim. Oleh karena itu, saya menasehati seluruh saudara-saudaraku kaum muslimin, agar senantiasa konsisten dengan dakwah salafiyah, karena dakwah tersebut adalah dakwah yang selamat dan kelompok yang mendapat pertolongan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan senantiasa ada dari umatku satu kelompok yang tanpak diatas kebenaran, tidak memudharatkan mereka orang yang menghinakan mereka sampai dating urusan Allah.” (HR.Muslim). Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk kelompok yang selamat dan mendapat pertolongan.

____________________

Note:

1. Dialihbahasakan oleh Abdurrahman Hadi Lc. Dari kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim”

2. Kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim oleh syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.

3. Inilah gelar-gelar sufi atas orang-orang yang dianggap wali yang mewakili Allah di bumi (Abdal), menguasi daerah-daerah tertentu (Aqthab) atau yang biasa dimintai pertolongan (al-Ghauts)-ed.

[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Vol.6 No.6 Edisi 38 - 1429H]

0 comments

NASEHAT EMAS AL-‘ALLAMAH ABDUL MUHSIN AL-‘ABBAD1



NASEHAT EMAS AL-‘ALLAMAH ABDUL MUHSIN AL-‘ABBAD 1




بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن والاه، وتمسك بسنته واهتدى بهداه إلى يوم الدين.

Segala puji hanyalah milik Alloh. Sholawat, Salam dan Barokah semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga beliau, sahabat beliau dan siapa saja yang loyal dengan beliau, berpegang teguh dengan sunnah beliau dan berpetunjuk dengan petunjuk beliau sampai hari kiamat.

Amma Ba’du : Beberapa tahun yang lalu, pasca wafatnya Syaikh kami yang mulia, Syaikhul Islam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz pada tahun 1420, dan wafatnya Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin tahun 1421 rahimahumallahu, mulai tampak adanya pertikaian dan perpecahan di tengah-tengah ahlus sunnah, yang muncul sebagai akibat dari sikap sebagian mereka yang gemar mencari-cari kesalahan sebagian saudara mereka sesama ahlus sunnah, lalu mentahdzirnya. Dan mereka yang disalahkan membalas dengan ucapan yang serupa. Dan yang membantu penyebaran fitnah pertikaian ini adalah sampainya dengan mudah sikap saling menjatuhkan dan saling mentahdzir beserta bantahan-bantahannya melalui media informasi website di internet, yang mana setiap orang yang ingin melempar (opini) dapat melemparkannya kapan saja baik malam atau siang (di situs-situs internet ini, pent.) yang dapat ditelan dengan begitu saja oleh setiap orang yang menginginkannya. Sehingga pertikaian dan perselisihan ini semakin meluas, dan setiap orang yang kagum pada seseorang atau atau kagum pada ucapan-ucapannya menjadi fanatik dengannya serta dia tidak mau mensikapinya dengan pensikapan sebagaimana ketika seorang ahlus sunnah melakukan kesalahan, namun ia malah memusuhi bahkan sampai mencela sebagian orang yang tidak mau mendukung sikap saling menjatuhkan tersebut.

Di awal tahun 1424, saya telah menulis tentang tema pembahasan ini yang berjudul “Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah” (Berlemahlebutlah wahai ahlus sunnah dengan ahlus sunnah)2, dan telah aku utarakan di pembukaan (muqoddimah)-nya sebagai berikut : “Tidak ragu lagi, bahwa kewajiban atas ahlus sunnah di setiap waktu dan tempat adalah haruslah saling menyayangi dan mengasihi sesama mereka dan saling bekerjasama di dalam kebajikan dan ketakwaan. Dan sungguh yang disayangkan adalah pada zaman ini telah terjadi diantara sesama ahlus sunnah percekcokan dan perselisihan, yang menyebabkan satu dengan lainnya saling menyibukkan diri dengan tajrih (mencela), tahdzir dan hajr (mengisolir). Padahal yang wajib bagi mereka adalah mengarahkan kesungguhan mereka semua ini kepada selain mereka dari kaum kafir dan ahli bid’ah yang senantiasa merongrong ahlus sunnah dan wajib atas mereka untuk saling mengasihi dan menyayangi dan saling mengingatkan satu sama lainnya dengan kelemahlembutan.”

Setelah risalah ini menyebar, ada beberapa orang dari ahlus sunnah –semoga Alloh mengampuniku dan mengampuni mereka- yang berkeberatan dengannya (memprotesnya), dan aku telah menunjukkan hal ini di dalam risalah lainnya yang kutulis (yang berjudul) “Al-Hatstsu ‘ala ittibai’s Sunnah wat Tahdziru minal Bida’ wa Bayanu Khathariha” (Dorongan untuk mengikuti sunnah dan peringatan dari bid’ah serta penjelasan akan bahayanya)3. Dan mereka yang memprotes risalah ini di muqoddimah (pendahuluan) ini aku meminta mereka supaya mereka mau berlemah lembut dengan saudara-saudara mereka sesama ahlus sunnah.

Aku tidak pernah memaksudkan ahlus sunnah di dalam risalahku “Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah” itu kelompok-kelompok ataupun partai-partai yang menyimpang dari ahlus sunnah wal jama’ah4, seperti partai mereka yang nampak dari Al-Manshuroh di Mesir5. Mengenai partai ini, berkata pendirinya yang menyeru kepada para pengikutnya : “Dakwah kalian ini lebih berhak didatangi manusia dan anda tidak mendatangi seorangpun… karena dakwah ini menghimpun semua kebaikan, dan adapun (dakwah) selainnya tidaklah selamat dari kekurangan!!” (Mudzakkarat ad-Da’wah wad-Da’iyyah hal. 232, cet. Dar asy-Syihab) karya Hasan al-Banna.

Beliau juga berkata : “Sikap kami terhadap dakwah-dakwah yang beraneka ragam yang bermunculan di zaman ini yang memecah belah hati dan membingungkan fikiran, adalah kami timbang dengan timbangan dakwah kami. Apabila selaras (dengan dakwah kami) maka terima, dan apabila menyelisi (dakwah kami) maka kami berlepas diri darinya. Kami meyakini bahwa dakwah kami adalah universal tidak meninggalkan satu sisi baikpun dari dakwah-dakwah yang ada kecuali telah diisyaratkan kepadanya…” (Majmu’ah ar-Rasa`il Hasan al-Banna hal. 240, cet. Darud Da’wah, 1411). Konsekuensi dari ucapan ini adalah, bahwa mereka menyambut seorang Rafidhah apabila mensepakati mereka dan mereka akan berlepas diri kepada siapa saja yang menyelisihi mereka walaupun ia adalah seorang sunni yang berada di atas thoriqoh (manhaj/jalan) salaf.

Demikian pula (risalah ini bukan ditujukan) untuk orang-orang yang bersembunyi di London6 yang memerangi ahlus sunnah dengan mempublikasikan majalah mereka yang mereka sebut dengan “As-Sunnah” (maksudnya suruiyin, pent.), yang di dalamnya terdapat celaan kepada para ulama Kerajaan Arab Saudi, dan mereka (orang-orang yang bersembunyi di London ini) mensifati para du’at yang sejalan dengan mereka sebagai orang-orang yang merdeka, karena menampakkan protes dan celaan mereka kepada para ulama, terutama kepada para ulama yang menjadi sumber (dalam ilmu)!! Salah seorang yang terhormat telah menulis sebuah risalah yang berjudul “Majallatus Sunnah?”, dia menghimpun di dalam risalahnya ini sejumlah hal ini (yaitu celaan dan hujatan kepada para ulama) dari majalah-majalah mereka.

Juga (risalah ini bukan ditujukan) untuk mereka yang menampakkan dakwahnya di Delhi India7, yang dakwahnya tidak keluar dari enam hal (ajaran), yang mayoritas pengikutnya bodoh dan tidak memiliki pemahaman terhadap agama (yang memadai), dan tidak pula memprioritaskan dakwahnya kepada masalah yang paling penting diantara yang penting, yaitu menunggalkan Alloh di dalam peribadatan dan menjauhi syirik, yang mana ini merupakan dakwahnya seluruh Rasul, sebagaimana dalam Firman Alloh Ta’ala :

ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت

“Dan tidaklah Kami utus pada tiap umat seorang Rasul melainkan untuk menyembah Alloh semata dan menjauhi thaghut.”

Maka barangsiapa yang berdo’a kepada para penghuni kubur, beristighotsah dengan mereka dan menyembelih kurban untuk mereka, maka tidak ada gunanya dakwah mereka!

Dan sesungguhnya saya di dalam pengantar ini, menekankan sebuah wasiat bagi para pemuda Ahlus Sunnah agar mereka senantiasa menyibukkan diri dengan ilmu dan menghabiskan waktu mereka untuk mencari ilmu, agar mereka memperoleh faidah dan selamat dari keterpedayaan yang telah disebutkan di dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam :

عمتان مغبون فيهما كثير من الناس: الصحة والفراغ

“Dua nikmat yang banyak manusia sering terpedaya dengannya, yaitu nikmat sehat dan waktu lapang.” Dikeluarkan oleh al-Bukhari di dalam Shahih-nya (no. 6412, dan hadits ini adalah hadits yang pertama di dalam Kitab ar-Riqooq.

Diantara buku-buku para ulama kontemporer yang selayaknya mereka membacanya adalah : Majmu’ Fatawa (Kumpulan Fatwa-Fatwa) syaikh kami, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di zamannya, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullahu, Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ (Fatwa-Fatwa Komite Tetap tentang Pembahasan Ilmiah dan Fatwa), tulisan-tulisan syaikh kami, al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi rahimahullah terutama Adhwa’ul Bayaan fi Iidhohil Qur`an bil Qur`an, dan tulisan-tulisan dua alim besar, yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahumallahu.

Aku juga menasehatkan kepada para penuntut ilmu di seluruh negeri untuk memetik faidah dari mereka-mereka yang menyibukkan diri dengan ilmu dari kalangan ahlus sunnah di negeri tersebut, seperti murid-murid Syaikh al-Albani di Yordania8 yang mendirikan sebuah Markaz (dakwah center) pasca wafatnya beliau yang menggunakan namanya (yaitu Markaz al-Imam al-Albani, pent.), juga kepada syaikh Muhammad al-Maghrawi di Maghrib9, Syaikh Muhammad ‘Ali Firkuz dan Syaikh al-‘Ied asy-Syarifi di al-Jaza`ir dan selain mereka dari kalangan ahlus sunnah.

Dan juga termasuk nasehatku kepada ahlus sunnah adalah barangsiapa ada yang tersalah diantara mereka maka hendaknya dijelaskan kesalahannya dan tidak mengikuti kesalahannya, serta tidak berlepas diri darinya disebabkan kesalahan tersebut dan ambillah faidah darinya. Apalagi apabila tidak ada orang yang lebih tinggi darinya di dalam ilmu dan keutamaan.

Saya nasehatkan kepada para pemuda supaya berhati-hati dari menyibukkan diri di dalam mencari-cari aib para penuntut ilmu, mengikuti (informasi di) situs-situs internet yang menghimpun aib-aib mereka dan mentahdzir mereka dengan sebab hal ini.10 Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Asyqor telah salah ketika mencela hak sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dan riwayat-riwayat beliau, dan menaruh perhatian (menfokuskan diri) terhadap masalah kekuasan wanita dan di dalam masalah ikut sertanya wanita di dalam pemerintahan pada bidang yang lain. Saya telah membantah beliau di dalam sebuah risalah yang berjudul : “Ad-Difa’ ‘an ash-Shahabi Abi Bakrah wa Marwiyaatihi wal Istidlaal liman’i wilaayatin Nisaa` ‘alar Rijaal” (Pembelaan terhadap Sahabat Abu Bakrah dan riwayat-riwayat beliau serta pendalilan atas larangan kekuasaan wanita atas kaum pria). Saya di sini memperingatkan atas ketergelincirannya yang membahayakan ini, namun saya tidak memperingatkan dari buku-buku beliau yang bermanfaat, dan di dalam rijal (para perawi) kitab Shahihain dan selainnya, terdapat para perawi yang disifati dengan kebid’ahan namun diterima periwayatannya disertai peringatan para ulama atas bid’ahnya agar waspada darinya.11

Pada awal bulan Ramadhan tahun 1423 H, sebelum disebarkannya risalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, enam bulan (sebelumnya) saya mengirimkan surat nasehat kepada salah seorang yang memiliki pengaruh kuat kepada sebagian pemuda ahlus sunnah12, dan ia telah membalasnya dengan surat yang ramah, yang di dalamnya ia memohon kepada Alloh supaya menjadikan nasehatku ini bermanfaat. Ia menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang yang sedang menasehati tentang hal-hal yang aku tunjukkan (sebagai kritik dan nasehat, pent.) kepadanya di dalam suratku. Saya memohon kepada Alloh Azza wa Jalla agar memberikan taufiq-Nya kepadaku, kepadanya dan kepada seluruh saudara-saudara kita ahlus sunnah terhadap setiap hal yang membawa kepada kebaikan dan dampak yang terpuji, dan agar menjauhkan kita semua dari segala hal yang dapat menghantarkan kita kepada bahaya dan dampak yang buruk baik di dunia maupun di akhirat, sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi Maha Memberi.

Berikut ini adalah isi surat (nasihat) tersebut :

Wa Ba’du, sesungguhnya saya menuliskan nasehat ini kepada anda yang terhormat, dengan harapan agar anda dapat mengambilnya sebagai pertimbangan diri (introspeksi), ”dan agama itu nasehat”, serta ”mukmin yang satu dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang satu, yang satu dengan lainnya saling menguatkan.” dan diantara hak muslim atas muslim lainnya adalah saling menasehati dan bekerjasama dengannya di atas kebajikan.

Pertama : Anda telah menyebutkan kepadaku pada pertemuan yang diadakan bersama anda –yang terhormat- pada beberapa waktu lalu, bahwa anda adalah orang yang lebih tua dariku. Saya saat ini telah memasuki usia delapan puluh tahunan dan anda dalam hal ini telah mendahului usia saya ini, oleh karena itulah saya yang mengajar anda pada tahun 1380 H dan setelahnya termasuk periwayatan al-Akabir minal Ashogir (yang tua mengambil ilmu dari yang muda). Namun orang seperti saya dan seperti anda sama-sama membutuhkan untuk menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat daripada sibuk dengan setiap hal yang dapat membawa kepada perpecahan di antara ahlus sunnah.

Kedua : Sebelumnya saya telah mendengar ucapan anda yang telah lalu, yaitu bahwa anda telah menyibukkan diri anda dengan ilmu hadits dan para perawinya ketimbang menyibukkan diri dengan al-Qur`an dan mentadabburi maknanya. Maka saya katakan : anda sekarang telah disibukkan dengan memperbincangkan sebagian ahlus sunnah dan selain mereka ketimbang anda disibukkan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits. Karena kesibukkan anda yang memalingkan anda dari ilmu al-Kitab dan as-Sunnah ini, maka betapa sedikit hasil karya ilmiah anda akhir-akhir ini di dalam (ilmu al-Kitab dan as-Sunnah) tersebut.

Tidak diragukan lagi, bahwa membantah mereka yang bukan termasuk ahlus sunnah dan orang-orang yang membangkitkan fitnah dan merendahkan kedudukan para ulama dengan menganggap mereka tidak faham akan fiqhul waaqi’ (pemahaman realitas)13 adalah sesuatu yang pada tempatnya (benar)14, namun yang tidak pada tempatnya adalah, adanya kecenderungan mencari-cari kesalahan mereka dari sesama ahlus sunnah dan mencela mereka dikarenakan ketidaksetujuan mereka dengan anda di dalam beberapa pemikiran.15 Maka orang yang seperti mereka ini tidak selayaknya banyak disibukkan dengan sesama ahlus sunnah. Apabila ada penyebutan akan kesalahan-kesalahan mereka, maka janganlah menyibukkan diri dengannya, apalagi mengulang-ulanginya dan selalu menjadikannya perbincangan di dalam majelis. Kemudian, hal ini menyebabkan ketika anda berdiskusi tentangnya, anda menjadi murka dan mengangkat suara anda (berteriak), yang mana hal ini –beserta hal lainnya yang terlarang- sesungguhnya dapat mempengaruhi kesehatan anda.

Ketiga : Dewasa ini, telah meluas penyebutan jarh wa ta’dil dan memperbincangkan (aib-aib) sebagian ahlus sunnah dan selain mereka serta menyebarkan hal ini di situs-situs internet, diantaranya dengan cara mendatangkan pertanyaan satu persatu dari Eropa, Amerika, Afrika Utara dan selainnya tentang sebagian orang yang jarh terhadap mereka berasal dari anda dan dari Syaikh (fulan) dengan disertai perluasan dari Syaikh (fulan) di dalam memperbincangkan kehormatan sebagian masyaikh dan para penuntut ilmu baik di dalam negeri maupun luar negeri, padahal Alloh telah menjadikan ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka bermanfaat. Adapun tahdzir terhadap mereka dan dampak yang terjadi adalah adanya sikap saling menghajr dan menjauhi. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :

بشروا ولا تنفروا، ويسروا ولا تعسروا

”Berikan kabar gembira dan janganlah kalian membuat mereka lari, permudahlah dan janganlah kalian mempersulit.”

Seorang yang bersalah dari ahlus sunnah, diharapkan atas antusiasnya di dalam kebaikan, namun tetap dengan memperingatkannya atas kesalahannya apabila kesalahannya adalah kesalahan yang jelas. Lalu janganlah menjatuhkannya, menghajr-nya dan jangan pula mentahdzir dari memetik faidah darinya (di dalam perkara yang benar, pent.)

Adapun talazum (kecocokan) antara diri anda dengan syaikh (fulan)16 dan berkenaan dengan penyandaran tajrih kepada anda dan kepadanya, namun aku yakin bahwa anda tidak mensepakati dirinya dalam beberapa ucapannya terhadap individu-individu tertentu. Dengan adanya penyandaran itu, dikira sesuatu yang bukan berasal dari anda berasal dari anda. Oleh karena itulah, harapanku kepada anda adalah supaya anda tidak menyibukkan diri anda dengan tajrih (mencela) mereka-mereka dari sesama ahlus sunnah, dan hendaklah anda bersikap kepadanya dengan pensikapan yang pada batasannya, agar para penuntut ilmu dan selain mereka baik di dalam maupun luar negeri, dapat selamat dari menyibukkan diri dengan qiila wa qoola (desas-desus) dan sibuk dengan mendatangkan pertanyaan satu persatu tentang : ”Apa pendapat anda tentang jarh Fulan atau Fulan ini kepada Fulan atau Fulan”, padahal tidak ada kaitannya antara anda dengan orang ini.

Anda adalah orang yang telah dikenal dengan kesungguhan di dalam belajar dan mengajar, anda memiliki karya-karya tulis yang bermanfaat dan anda termasuk orang yang teratas di antara rekan-rekan anda ketika anda masih menempuh studi dan anda memiliki tulisan-tulisan tentang ilmu yang berfaidah. Adapun ”dia”, maka ia termasuk orang yang terakhir di antara rekan-rekannya, nilainya ijazahnya hanyalah ”jayyid” (setara dengan C, pent.), dia tidak memiliki andalan di dalam ilmunya dan tidak pula memiliki tulisan-tulisan (yang bermanfaat) serta modal utamanya hanya sibuk di dalam (mencela) kehormatan manusia.

Sungguh pada diri sahabat Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam pada saat hari Hudaibiyah terdapat uswah (keteladanan) bagi anda, sampai-sampai sebagian mereka berkata setelah mereka meratapi apa yang terjadi pada mereka :

يا أيها الناس! اتهموا الرأي في الدين

”Wahai manusia, tuduhlah akal kalian sendiri di dalam agama”

Saya memohon kepada Alloh Azza wa Jalla supaya memberikan taufiq kepada semuanya apa yang diridhai-Nya, menunjukkan kepada kita bahwa yang benar itulah benar dan memberikan taufiq kepada kita untuk mengikutinya, dan menunjukkan kepada kita bahwa yang bathil adalah bathil dan memberikan taufiq kepada kita untuk menjauhinya, sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi Maha Menjawab.

والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه

Segala Puji hanyalah milik Alloh Pemelihara semesta alam. Semoga shalawat, salam dan baokah senantiasa tercurahkan kepada hamba dan utusan-Nya, Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga segenap sahabatnya.


CATATAN KAKI :

1. Dipetik dari Muqoddimah cet. II Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah.

2. Cetakan pertamanya tahun 1424 H / 2003 M

3. Tepatnya pada bab akhir risalah beliau tersebut, yang berjudul : “At-Tahdzir min Fitnatit Tajrih wat Tabdi’ min Ba’dhi Ahlis Sunnah fi Hadzal ‘Ashri” (Peringatan dari fitnah mencela dan menvonis bid’ah sebagian ahlus sunnah di zaman ini, bab ini telah diterjemahkan. Silakan baca di sini dan sini). Di dalam bab ini, -sebagaimana kebiasaan beliau-, beliau mengkritik beberapa orang yang mengkritik rislalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah dengan memubhamkan (menyembunyikan identitasnya). Tiga diantaranya adalah mantan murid beliau di Universitas Islam Madinah, dan satu diantaranya adalah mufti di wilayah Selatan Arab Saudi.

Di dalam risalah ini, yang paling banyak disorot dan dikritik oleh Syaikh adalah mantan muridnya, alumni Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah. Syaikh menyebutnya sebagai Jarih (pencela) yang modal utamanya hanyalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap sesama ahlus sunnah. Beliau berkata tentang muridnya ini :

وقد تولَّى كبر ذلك شخص من تلاميذي بكلية الشريعة بالجامعة الإسلامية، تخرَّج منها عام (1395 ـ 1396هـ)، وكان ترتيبه الرابع بعد المائة من دفعته البالغ عددهم (119) خرِّيجاً، وهو غير معروف بالاشتغال بالعلم، ولا أعرف له دروساً علميَّة مسجَّلة، ولا مؤلَّفاً في العلم صغيراً ولا كبيراً، وجلُّ بضاعته التجريح والتبديع والتحذير من كثيرين من أهل السنَّة، لا يبلغ هذا الجارحُ كعبَ بعض مَن جرَحهم لكثرة نفعهم في دروسهم ومحاضراتهم ومؤلفاتهم

“Yang mempelopori hal ini adalah salah seorang muridku di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, yang lulus pada tahun 1395-1396H. Dia meraih peringkat ke-104 dari jumlah lulusan yang mencapai 119 orang. Dia tidaklah dikenal sebagai orang yang menyibukkan diri dengan ilmu, dan tidak pula aku mengetahuinya memiliki pelajaran-pelajaran ilmiah yang terekam, tidak pula tulisan-tulisan ilmiah, kecil ataupun besar. Modal ilmunya yang terbesar adalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap mayoritas Ahlus Sunnah, padahal si Jarih ini ini tidaklah dapat menjangkau mata kaki orang-orang yang dicelanya dari sisi banyaknya kemanfaatan pada pelajaran-pelajaran, ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka.” (hal. 64) [Lihat teks asli di sini]

Dan yang dimaksud oleh Syaikh di sini adalah Syaikh Falih bin Nafi’ al-Harbi yang kini tengah menjadi salah satu pembesar dakwah Haddadiyah.

Syaikh juga berkata :

وقد شارك التلميذَ الجارح ثلاثةٌ: اثنان في مكة والمدينة، وهما من تلاميذي في الجامعة الإسلامية بالمدينة، أولهما تخرَّج عام (1384 ـ 1385هـ)، والثاني عام (1391 ـ 1392هـ)، وأمَّا الثالث ففي أقصى جنوب البلاد، وقد وصف الثاني والثالث مَن يُوزِّع الرسالةَ بأنَّه مبتدع، وهو تبديع بالجملة والعموم، ولا أدري هل علموا أو لم يعلموا أنَّه وزَّعها علماء وطلبة علم لا يُوصَفون ببدعة، وآملُ منهم تزويدي بالملاحظات التي بنوا عليها هذا التبديع العام إن وُجدت للنظر فيها

“Ada tiga orang yang menyertai si pencela ini, yang dua di Makkah dan Madinah dan kedua-duanya dulu muridku di Universitas Islam Madinah. Orang yang pertama lulus tahun 1384-1385 sedangkan yang kedua lulus tahun 1391-1392. Adapun orang yang ketiga berada di ujung selatan negeri ini. Orang yang kedua dan ketiga inilah yang mensifati orang-orang yang menyebarkan risalahku sebagai mubtadi’, dan tabdi’ ini merupakan tabdi’ keseluruhan dan umum, aku tidak tahu apakah mereka faham atau tidak, bahwa yang menyebarkan risalahku adalah ulama dan penuntut ilmu yang disifatkan dengan bid’ah. Aku berharap mereka mau memberikanku masukan/alasan mereka atas tabdi’ mereka yang mereka bangun secara umum, jika ada, untuk diperhatikan lagi.” (hal. 70-71). [Lihat teks asli di sini]

4. Syaikh berkata dalam Ithaaful ‘Ibaad bi Fawa`idi Duruusi asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamad al-‘Abbad oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad al-‘Umaisaan (Darul Imam Ahmad, 1426/2005, hal. 61) : “Buku yang aku tulis terakhir ini yaitu Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah ada korelasinya dengan yang telah aku sebutkan di dalam Madarikun Nazhar. Risalahku Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah dimaksudkan untuk Ikhwanul Muslimin tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan Sayyid Quthb dan selainnya dari para harokiyyin. Tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan fiqh waqi’, para pencela penguasa dan orang-orang yang merendahkan para ulama, tidak dimaksudkan untuk mereka baik yang dekat maupun jauh. Sesungguhnya, risalahku ini aku peruntukkan untuk Ahlus Sunnah saja!!! Mereka yang berada di atas jalan Ahlus Sunnah yang tengah terjadi di tengah mereka ini sekarang perselisihan dan sibuknya mereka antara satu dengan lainnya dengan tajrih, hajr (mengisolir) dan mencela.” [Lihat teks arabic di sini].

5. Yang Syaikh maksudkan di sini adalah Ikhwanul Muslimin. Oleh karena itu sungguh naif apabila para tokoh mapun simpatisan Ikhwanul Muslimin menjadikan buku ini untuk diterapkan pula kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Abduh Zulfidar Akaha dalam bukunya “Siapa Teroris Siapa Khowarij”.

6. Yaitu Muhammad Surur Zainal Abidin beserta para pendukungnya yang disebut dengan Sururiyyun.

7. Yang dimaksud adalah Jama’ah Tabligh.

8. Diantara mereka adalah :

· Syaikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari

· Syaikh Salim bin Ied al-Hilali

· Syaikh Muhammad Musa Nashr

· Syaikh Masyhur bin Hasan Salman

Selain mereka, masyaikh Yordania yang tergabung dalam Markaz Imam al-Albani adalah : Syaikh Husain bin Audah al-Awaisyah, Syaikh Abu Islam Shalih Thaha, Syaikh Basim bin Faishal al-Jawabirah, dll. Hafizhahumullahu.

9. Telah banyak celaan-celaan yang datang kepada Syaikh Muhammad al-Maghrawi hafizhahullahu. Namun hal ini tidak merubah hakikat bahwa beliau adalah seorang salafi ahlus sunnah. Diantaranya adalah apa yang disebutkan oleh Syaikh al-Abbad di atas, yakni nasehat beliau agar para pemuda mengambil ilmu dari beliau. Demikian pula Syaikh Ali Hasan menyebut beliau sebagai salafi. Beliau berkata di dalam ceramah beliau yang berjudul : an-Nashihah as-Salafiyyah setelah ditanya tentang perihal Syaikh al-Maghrawi : “Saya meyakini bahwa beliau (Syaikh al-Maghrawi) adalah seorang salafi dan seorang ahli ilm. Namun sebagaimana manusia lainnya beliau juga terkadang salah dan terkadang benar...“ Lihat pula jawaban Syaikh al-Maghrawi tentang segala fitnah ini dalam buku beliau yang berjudul Ahlul Ifki wal Buhtan ash-Shooduuna ’anis Sunnatil Qur`an yang berisi jawaban dan kesaksian masyaikh lain kepada Syaikh al-Maghrawi.

10. Demikian pula dengan website fitnah dan buhtan yang disebarkan oleh futtan di negeri ini, yang modal utama mereka adalah kejahilan dan keburukan.

11. Demikianlah, sungguh indah apa yang dipaparkan Syaikh. Inilah kaidah sunniyah yang mulai menghilang terkikis habis oleh fitnah ghuluw dan haddadiyah. Menukil dari buku Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi hafizahullahu dicela karena penulisnya mereka tuduh tablighi. Menukil dari Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dicela, menukil dari Syaikh Abul Hasan al-Ma’ribi dihujat. Sungguh jauh sekali manhaj mereka dengan manhaj Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad.

12. Dugaan kami beliau adalah Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu. Hal ini dengan beberapa alasan dan indikasi :

Penyebutan syaikh bahwa beliau adalah mantan murid beliau di Universitas Islam Madinah, tahun 1380 dan lulus tahun 1384.

Penyebutan syaikh bahwa beliau adalah diantara murid syaikh yang tercerdas dan berpredikat tertinggi diantara rekan-rekan lainnya (nilainya mumtaz atau cum laude).

Penyebutan syaikh bahwa usia beliau lebih tua dari syaikh dan menyatakan hal ini sebagai pengambilan ilmu al-Ashoghir minal Akabir. Ustadz Abu Karimah juga menegaskan hal ini dalam risalah bantahannya terhadap Ustadz Firanda seputar masalah senior dan yang lebih senior. Ustadz Abu Karimah menyebutkan bahwa dari sisi usia, Syaikh Rabi’ lebih tua dari Syaikh Abdul Muhsin.

Indikasi-indikasi lainnya yang mengarah ke sana beserta informasi dari beberapa mahasiswa Universitas Islam Madinah mengenai hal ini.

Peringatan : Ini bukan artinya syaikh mentahdzir syaikh Rabi’. Namun bahkan ini merupakan sikap saling mencintai dimana mereka saling menasehati dan meningatkan. Aduhai, alangkah baiknya apabila du’at-du’at salafiyyah melakukan hal ini sebelum mereka mencela dan mentahdzir kepada sesama saudara ahlus sunnah.

13. Sebagaimana tuduhan kaum hizbiyyun, Sururiyyun dan Quthbiyyun kepada para ulama ahlus sunnah.

14. Sungguh benar syaikh, bahwa ini yang seharusnya dilakukan oleh salafiyyin. Yaitu membantah ahli bid’ah, hizbiyyah dan semisalnya. Bukannya malah membantah saudara mereka sesama ahlus sunnah, membuka aib-aib mereka dan memakannya. Sehingga terjadi fitnah seperti saat ini dimana salafiyyin dituduh berpecah belah. Mereka mengatakan bagaimana mungkin manhaj salaf adalah manhaj pemersatu sedangkan orang-orang yang menisbatkan diri ke dalamnya saling bermusuhan secara sengit. Allohumma.

15. Dan hal ini cukup banyak terjadi, dimana Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu dan segala ucapan beliau seakan-akan dijadikan dasar di dalam wala’ dan baro’ oleh sebagian oknum dan seakan-akan ma’shum. Segala pendapat dan pemikiran yang menyelisihi beliau –walaupun itu masalah ijtihadiyah- maka langsung dikatakan salah dan menyimpang. Sungguh, kami mencintai syaikh Rabi’ bin Hadi sebagaimana kami mencintai masyaikh salafiyyin lainnya, kami tidak pernah fanatik terhadap beliau dan kepada selain beliau. Namun kami lebih mencintai kebenaran darimanapun datangnya.

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu, beliau berkata tentang syaikh Rabi’ dan orang-orang yang fanatik kepada beliau :

إن حامل راية الجرح والتعديل اليوم في العصر الحاضر وبحق هو أخونا الدكتور ربيع، والذين يردون عليه لا يردون عليه بعلم أبداً، والعلم معه وإن كنت أقول دائماً وقلت هذا الكلام له هاتفياً أكثر من مرة أنه لو يتلطف في أسلوبه يكون أنفع للجمهور من الناس سواء كانوا معه أو عليه ، أما من حيث العلم فليس هناك مجال لنقد الرجل إطلاقاً إلا ما أشرت إليه آنفاً من شئ من الشدة في الأسلوب

“Aku katakan bahwa pembawa bendera jarh wa ta’dil pada hari ini adalah saudara kita DR. Rabi’. Sedangkan orang-orang yang membantah beliau, tidaklah membantahnya dengan ilmu sama sekali. Dan nilai ilmiah bersama DR. Rabi’ walaupun aku selalu mengatakan kepadanya via telpon lebih dari sekali, seandainya ia menghaluskan metode dakwahnya maka akan bermanfaat bagi seluruh orang baik yang bersamanya atau yang bersebrangan dengannya. Adapun dari segi ilmiahnya tidak ada faktor yang harus dikritik pada beliau sama sekali, kecuali perkara yang aku isyaratkan tadi yaitu keras dalam uslub/metode”. (Dari kaset manhaj al muwazanat. Tasjilat ath-Tohyyibah, Madinah an-Nabawiyah no 86. Lihat pula Bayan Fasad al-Mi’yar hal 210-213 karangan Syekh Rabi’).

Syaikh Al-Albani rahimahullahu juga berkata :

لكني قلت له ـ أي الشيخ ربيع ـ في أكثر من مرة ، في مهاتفة جرت بيني وبينه ، لو أنه يتلطف في استعمال بعض العبارات ، وبخاصة أن الذي يرد عليه قد يكون ممن انتقل إلى حساب الله وفضله ورحمته ومغفرته ، ثم هو من زاوية أخرى قد تكون له شوكة ، ويكون له عصبة ينتمون إليه بالحماس الجاهلي ، ـ مُشْ العلمي ـ

“ Akan tetapi, aku telah mengatakan kepadanya (Syaikh Rabi’) via telpon lebih dari sekali. Seandainya beliau menghaluskan metode dakwahnya maka akan bermanfaat bagi seluruh orang baik yang bersamanya atau yang bersebrangan dengannya. Terutama orang-orang yang beliau kritik yang sudah berpulang ke rahmatullah dan maghfirah Allah. Dari sisi yang lain, mungkin ia punya pengaruh dan terdapat sekelompok orang yang menisbahkan diri kepada beliau dengan semangat jahiliyah bukan dengan semangat ilmiah.” (tercantum didalam kaset As`ilah Syaikh Abul Hasan Musthofa as-Sulaimani lisy Syaikh al-Albani no. Silsilatul Huda wan Nur 1/851. Lihat pula Nasrul aziz hal 7 karya syekh Rabi’).

16. Maksudnya Syaikh Falih al-Harbi dengan beberapa alasan yang akan disebutkan syaikh berikutnya, yaitu :

· Dikenal suka mencela dan menghujat kepada sesama ahlus sunnah.

· Termasuk murid syaikh namun murid yang terbelakang diantara rekan-rekannya.

· Syaikh mensifatinya sebagai orang yang modal utamanya hanyalah tajrih.

· Tidak memiliki andalan ilmu yang kuat dan mapan.

· Dan indikasi lainnya.

Dari surat syaikh ini –yang dikirimkan enam bulan sebelum risalah Rifqon beliau menyebar- dan risalah al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah yang di dalamnya syaikh mengkritik habis Syaikh Falih ditulis, Syaikh telah menunjukkan atas ketidaksukaan beliau akan perilaku Syaikh Falih ini.


0 comments

Nasihat Imam Asy-Syafi'iy Kepada Muridnya, Imam AI-Muzany


Imam AI-Muzany bercerita, "Aku menemui Imam Asy-Syafi'iy menjelang wafatnya, lalu aku berkata, "Bagaimana keadaanmu pagi ini, wahai ustadzku?"
Beliau menjawab, "Pagi ini aku akan melakukan perjalanan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas kematian, akan menghadap kepada Allah dan akan menjumpai kejelekan amalanku. Aku tidak tahu; apakah diriku berjalan ke sorga sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan, atau berjalan ke neraka sehingga aku menghiburkesedihannya." Aku berkata, "Nasehatilah aku."


Asy-Syafi'iy berpesan kepadaku, "Bertakwalah kepada Allah, permisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu dan jangan lupa engkau akan berdiri di hadapan Allah. Takutlah kepada Allah 'Azza wa Jalla, jauhilah apa-apa yang Dia haramkan, laksanakanlah segala yang Dia wajibkan, dan hendaknya engkau bersama Allah di mana pun engkau berada. Jangan sekali-kali engkau menganggap kecil nikmat Allah terhadapmu -walaupun nikmat itu sedikit- dan balaslah dengan bersyukur. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu sebagai dzikir dan pandanganmu sebagai pelajaran. Maafkanlah orang yang menzholimimu, sambunglah orang yang memutus silaturrahmi kepadamu, berbuat baiklah kepada siapa yang berbuat jelek kepadamu, bersabarlah terhadap segala musibah, dan berlindunglah kepada Allah dari api neraka dengan ketakwaan."
Aku berkata, "Tambahkanlah (nasehatmu) kepadaku."


Beliau melanjutkan, "Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai thaharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata percaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harap adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai jilbabmu, shadaqah sebagai pelindungmu dan zakat sebagai bentengmu. Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tidak tergesa-gesa sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai penjaramu dan kefakiran sebagai pembaringanmu. Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, AI-Qur'an sebagai pembicaramu dengan kejelasan, dan jadikanlah Allah sebagai Penyejukmu. Siapa yang sifatnya seperti ini, maka sorga adalah tempat tinggalnya."
Kemudian Asy-Syafi'iy mengangkat pandangannya ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta'bir. Lalu beliau bersya'ir:

Kepada-Mu -wahai llah segenap makhluk,
wahai Pemilik anugerah dan kebaikan-, kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang
yang bergelimang dosa. Tatkala hati telah membatu dan sempit segala
jalanku, kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai
tangga bagiku Kurasa dosaku teramatlah besar, namun
tatkala dosa-dosa itu kubandingkan dengan maaf-Mu -wahai Rabb-
ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar Terus-menerus Engkau Maha Pemaaf dosa,
dan terus-menerus Engkau memberi derma dan maaf sebagai
nikmat dan pemuliaan. Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang
pun ahli ibadah yang tersesatoleh Iblis bagaimana tidak, sedang dia pernah
menyesatkan kesayangan-Mu, Adam. Kalaulah Engkau memaafkan aku, maka
Engkau telah memaafkan seorang yang congkak, zholim lagi sewenang-
wenang, yang masih terus berbuat dosa. Andaikata Engkau menyiksaku, tidaklah aku
berputus asa, walaupun diriku telah Engkau masukkan ke
dalam Jahannam lantaran dosaku. Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang, namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih
tinggi dan lebih besar."

[Tarikh IbnuAsakir Juz51 hal 430-431]

Sumber : Majalah An-Nashihah Volume 13 tahun 1429 H/2008 M
0 comments

WASIAT IMAM AL-ALBANI UNTUK SEGENAP KAUM MUSLIMIN

Sebagai ulama besar yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap umat ni. Imam al-Albani Rahimahullah telah menyampaikan wasiat berupa nasihat dan bimbingan yang diperuntukkan kepada kaum Muslimin di seluruh dunia. Nasihat ini disampaikan pada bulan-bulan terakhir kehidupannya di dunia fana ini.

Isi wasiat, sebagi berikut :


Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Jalla Jalaluhu, kami memujiNya, memohon ampunan dan pertolonganNya. Kami berlindung kepadaNya dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Siapa yang ditunjuki Allah Jalla Jalaluhu niscaya tiada yang menyesatkannya. Dan siapa yang disesatkanNya tiada pula yang menunjukinya, Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah satu-stunya, tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan RasulNya.

Wasiatku kepada setiap muslim di belaham bumi manapun berada, lebih khusus kepada saudara-saudara kami yang ikut berpartisapasi bersama kami dalam penisbatan kepada dakwah yang penuh barakah ini, yaitu dakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih.

Aku wasiatkan kepada mereka dan terutama diriku agar bertakwa kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Kemudian agar membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat sebagaimana firman Allah Jalla Jalaluhu.

“Artinya : Dan bertakwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu” [Al-Baqarah : 282]

Hendaknya mereka ketahui bahwa ilmu yang baik atau benar menurut pandangan kami tidak keluar dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang sesuai dengan manhaj dan pemahaman Salafush Shalih.

Hendaknya mereka padukan antara ilmu yang dimiliki dan pengamalannya sedapat mungkin. Dengan demikian ilmu tidak menjadi hujjah yang justru mencelakakan mereka, yang mana pada hari itu harta benda dan anak keturunan tidak bermanfaat kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.

Aku ingatkan, agar waspada dari segala bentuk kerjasama dan persekutuan dengan orang-orang yang dalam banyak hal telah keluar dan menyimpang dari jalur Salafi. Penyimpangan-penyimpangan itu sangat banyak. Bilamana dipadukan akan identik dengan sikap khuruj (keluar) yang berarti memberontak terhadap kaum Muslimin dan jama’ah mereka.

Kami hanya perintahkan agar mereka mewujudkan sebuah komunitas seperti yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih.

“Artinya : Dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara”

[Hadits Riwayat Muslim, lihat Mukhtashar Shahiih Muslim no. 1775]

Hendaknya kita bergaul dengan cara yang baik dan ramah dalam berdakwah mengajak orang-orang yang menyelisihi dakwah kita. Agar sesuai dengan manhaj dan pemahaman Salafush Shalih.

Dan selamanya kita harus berpegang teguh pada firman Allah Jalla Jalaluhu

“Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” [An-Nahl : 125]

Orang yang paling berhak diperlakukan dengan cara hikmah adalah orang yang paling keras menentang kita dalam prinsip dan aqidah kita. Hal ini kita lakukan agar tidak tertumpu pada kita dua beban yang berat, beratnya dakwah haq yang telah dianugrahkan Allah Jalla Jalaluhu kepada kita kemudian dibebani lagi dengan jeleknya cara dakwah kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Aku berharap dari semua saudara-saudaraku yang berada di setiap negeri Islam, agar melaksanakan adab-adab yang Islami ini, semata-mata karena mengharap wajah Allah ‘Azza wa Jalla dan tidak mengharap balasan dan tidak pula ucapan terima kasih dari manusia.

Semoga apa yang sampaikan ini telah mencukupiu.

Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamin.

0 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger