Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

PUASA JALAN MENUJU SURGA Bag : Kedelapan

PUASA JALAN MENUJU SURGA Bag : Kedelapan
Oleh: Abu Hamzah Utsman Abdul Mujieb Al Banjary


الصيام طريق إلى الجنة
الصوم أحكامه وفضائله وآدابه وسننه
باللغة الإندونيسية
إعداد:
أبي حمزة  عثمان عبد المجيب البنجاري

➡PERKARA-PERKARA YANG TIDAK MEMBATALKAN PUASA
1- Makan dan minum karena lupa, maka puasanya sah dan tidak ada qadha baginya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(( مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمْ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ الله ُوَسَقَاه ُ)).

“Barangsiapa yang lupa makan atau minum sedangkan ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya (melanjutkan puasanya dan tidak berbuka) karena sesengguhnya ia telah diberi makan oleh Allah Azza wa Jalla dan minum.” [Muttafaqun`Alaih].

2- Pagi-pagi dalam keadaan junub, baik junub karena bermimpi atau junub karena hubungan suami istri.
Aisyah istri Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam  menceritakan:

((كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُباً مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ احْتِلاَمٍ ثُمَّ يَصُوْمُ رَمَضَانَ))

“Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu pagi dalam keadaan junub karena jima` (hubungan suami istri) bukan karena ihtilam (mimpi basah) kemudian Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa ramadhan.” [Muttafaqun `Alaih].

3- Bersiwak.
Bersiwak adalah disyariatkan setiap saat baik dalam keadaan berpuasa maupun tidak, terlebih khusus lagi, diwaktu-waktu yang ada dasarnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti:

  • Ketika hendak shalat, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ ))

"Seandainya tidak memberatkan  atas umatku sungguh ku perintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” [HR Al Bukhari: 847 dan Muslim: 252].

  •   Ketika berwudhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(( لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ َلأََمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ )).

“Seandainya tidak memberatkan  atas umatku sungguh aku perintahkan kepada mereka untuk bersiwak pada setiap kali berwudhu.” [HR Al-Muwattha: 1/ 66].

  • Ketika hendak memasuki rumah, Aisyah istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika ditanya:
(( بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ؟ قَالَتْ: بِالسِّوَاكِ ))

“Dengan sesuatu apakah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memulai ketika memasuki rumahnya? lalu Aisyah menjawab: dengan siwak.”  [HR Muslim: 253].

  • Ketika bangun dari tidur, diriwayatkan dari Shahabat Hudzifah radhiyallahu anhu ia berkata:
(( كَاَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ الَّلْيلِ يُشَوِّصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ )).

“Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila bangun malam menggosok-gosok mulutnya dengan siwak.” [HR. Al Bukhari: 242 dan Muslim: 255].

  • Ketika hendak membaca al-Quran dan ketika berubah bau mulutnya.
Tentang fadhilah bersiwak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(( اَلسِّوَاكُ مُطَهَّرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ )).

“Siwak itu pensuci bagi mulut dan diridhai oleh Allah Ta`ala.” [HR Al Bukhari, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Addarimi].

4- Berkumur-kumur dan istinsyak (memasukan air kedalam hidung).
Berkumur-kumur dan istinsyak adalah perkara yang tidak membatalkan puasa, akan tetapi hendaknya tidak berlebihan dalam menghirup air supaya air tidak sampai tenggorokannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(( وَبَالِغْ فِي الاِسْتِنْشَاقِ إِلاََّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً )) وَفِي ِروَايَةٍ (( وَبَالِغْ فِي اْلمَضْمَضَةِ والاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِما ً)).

“Bersungguh-sungguhlah ketika beristinsyak, kecuali bila engkau sedang berpuasa.”Dalam riwayat lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Bersungguh-sungguhlah di dalam berkumur-kumur dan istinsyak kecuali bila engkau berpuasa.” [HR Abu Dawud: 142, Tirmizdi: 788, Ahmad: 4/ 33, Nasai`: 87 dan yang lainnya].

5- Orang yang puasa kemudian safar maka boleh berbuka puasa di siang ramadhan, bahkan lebih utama berbuka daripada berpuasa jika puasa tersebut memberatkan bagi musafir, sekalipun ia safar dengan mengendarai pesawat atau kendaraan yang lainnya.

6- Periksa darah dan suntik yang tujuannya tidak memasukan zat makanan.

7- Mencicipi makanan, dengan syarat tidak masuk pada krongkongan.

8- Mandi atau renang dengan air dingin atau menuangkan air yang dingin di kepalanya.
Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abdurrahman radhiyallahu anhu dari sebagaian Shahabat-Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata:

(( لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله ِصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرَجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ اْلعَطَشِ أَوْ مِنَ اْلحَرِّ )).

“Sungguh aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di Araj (nama sebuah tempat), Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menuangkan air di atas kepalanya pada saat Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berpuasa karena kehausan atau kepanasan.” [HR Abu Dawud dan Ahmad].

9- Orang yang puasa kemudian ihtilam (mimpi basah) disiang hari, maka ia wajib mandi besar dan puasanya sah, karena keluar air maninya bukan atas usaha anggota tubuhnya dan tidak pula atas keinginannnya. 
Allah Ta'alaa berfirman:

{ لاَ يُكَلِّفُ الله ُنَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا}.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
 [Q.S. Al-Baqarah: 286].

10- Tidak batal puasa seseorang jika melakukan sesuatu yang membatalkan puasa diantara pembatal-pembatal puasa karena tidak tahu hukum atau lupa. 
Allah Azza wa Jalla berfirman:

 {رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْْنَا}

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” [Q.S. Al-Baqarah: 286].

11- Makan, minum dan hubungan suami istri pada malam hari sampai terbit fajar.
Allah Azza wa Jalla berfiraman:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” [Q.S. Al-Baqarah: 187].

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah: Ini merupakan rukhshah (despensasi) dari Allah Azza wa Jalla untuk kaum muslimin, dan pengangkatan (hukum) perintah pada permulaan Islam.  Dahulu apabila salah seorang diantara mereka telah berbuka, maka mereka dihalalkan makan, minum dan hubungan suami istri  hanya sampai shalat isya atau tidur saja.

Oleh karenanya barangsiapa yang telah shalat isya atau tidur maka diharamkan atasnya makan, minum dan hubungan suami istri hingga datang malam berikutnya, lalu mereka  merasakan beban yang berat karena hukum tersebut. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat diatas, merekapun (para shahabat) sangat senang dengan turunya ayat tersebut, yang mana Allah Azza wa Jalla telah membolehkan kepada mereka makan, minum dan hubungan suami istri hingga terbit fajar kedua (yaitu fajar yang menunjukkan masuknya waktu shalat subuh yang ditandai dengan tersebarnya sinar putih).

12- Orang yang berpuasa boleh mencium istrinya dan bercengkrama dengannya, bagi suami yang bisa mengendalikan dirinya.

Aisyah istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan:

(( كَانَ النَّبِيُّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ )).

“Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam  pernah mencium dan mencumbui (istrinya) padahal Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berpuasa, dan adalah Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (manusia) diantara kalian yang paling bisa mengendalikan diri.” [Muttafaqun`Alaih].
Dari Umu Salamah istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ia menceritakan:

(( أَنَّ النَّبِي َّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  كَانَ يُقَبِّلُهَا وَهُوَ صَائِمٌ )).

“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menciumnya (Umu Salamah) sedangkan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa.” [HR Al Bukhari. Fathul Bari: 4/ 152].

Dua hadits diatas jelaslah bahwa mencium istri bagi orang yang sedang puasa atau bercengkrama dengannya, hukumnya boleh dan puasanya sah tidak batal dengan syarat ia bisa mengekang hawa nafsunya dan tidak khawatir keluar maninya atau madzinya disebabkan mencium atau bercengkrama, maka jika dua syarat diatas tidak bisa ia elakan,  maka wajib baginya meninggalkan perbuatan tersebut, karena menjaga puasa agar tidak batal, adalah suatu perkara yang dituntut dan wajib.

Sumber:

BUKU: "PUASA JALAN MENUJU SURGA"

Karya:
Abu Hamzah Utsman Abdul Mujieb Al Banjary

Copas and  Posted by

BC WA Info Dakwah Islamic Center
+966556214044 & WA Dakwah Majlis TaKlim Akhowat +966508293088
Silakan Share Artikel Ini :

Post a Comment

Perihal :: Mukhtar Hasan ::

لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا

Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.

Atau silahkan gabung di Akun facebook saya

================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda

 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger