PUASA JALAN MENUJU SURGA Bag : Ketujuh
Oleh: Abu Hamzah Utsman Abdul Mujieb Al Banjary
الصيام طريق إلى الجنة
الصوم أحكامه وفضائله وآدابه وسننه
باللغة الإندونيسية
إعداد:
أبي حمزة عثمان عبد المجيب البنجاري
الصوم أحكامه وفضائله وآدابه وسننه
باللغة الإندونيسية
إعداد:
أبي حمزة عثمان عبد المجيب البنجاري
➡PEMBATAL-PEMBATAL PUASA
Semua
perkara yang membatalkan puasa selain haid dan nifas, tidaklah
membatalkan orang yang berpuasa kecuali bila terpenuhi adanya tiga
syarat:
1- Orang tersebut `Aalim (mengerti/ tahu).
Jika
seseorang melakukan perbuatan yang membatalkan puasa karena jaahil
(tidak tahu) maka tidaklah membatalkan puasa. Berdasarkan Firman Allah
Ta`ala
{وَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْْ تُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ
قُلُوْبُكُمْ وَكَانَ الله ُغَفُوْراً رَّحِيْماً }.
“Dan
tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi
(yang ada dosanya) apa yang yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Q.S. Al-Ahzab: 5]
Dikisahkan
bahwa Adi bin Hatim radhiyallahu ’anhu makan sesuatu dari makanan
setelah fajar/ subuh karena jahil, maka Rasulallah Shallallahu 'alaihi
wa sallam tidak memerintahkan untuk mengqadhanya.
2- Orang tersebut sadar/ ingat.
Jika
seseorang lupa ketika melakukan perbuatan yang membatalkan puasa,
seperti makan dan minum, maka puasanya sah dan tidak perlu mengqadhanya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمْ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَه ُاللهُ وَسَقَاهُ )).
“Barangsiapa
yang lupa makan atau minum sedangkan ia sedang berpuasa, maka hendaklah
ia menyempurnakan puasanya (melanjutkan puasanya dan tidak berbuka)
karena sesengguhnya ia telah diberi makan oleh Allah dan minum.”
[Muttafaqun`Alaih].
Jika
ia ingat bahwasanya ia sedang berpuasa, maka wajib baginya membuang apa
yang ada pada mulutnya dan bagi orang yang melihat orang yang sedang
puasa makan atau minum karena lupa, maka hendaknya mengingatkannya,
karena hal itu merupakan amar ma`ruf nahi munkar dan merupakan
tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Allah Ta`ala berfirman:
{ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى اْلبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا َتَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَاْلعُدْوَانِ}
“
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [Q.S.
Al-Maidah: 2]
3- Karena kehendak Sendiri.
Seandainya seorang istri dipaksa oleh suaminya untuk melakukan hubungan suami istri, sementara sang istri tidak bisa menolaknya atau menghindarnya, maka puasanya (sang istri) sah,karena dipaksa bukan atas dasar kemauan istri atau setuju dengan ajakan suami.
Seandainya seorang istri dipaksa oleh suaminya untuk melakukan hubungan suami istri, sementara sang istri tidak bisa menolaknya atau menghindarnya, maka puasanya (sang istri) sah,karena dipaksa bukan atas dasar kemauan istri atau setuju dengan ajakan suami.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( إِنَّ الله َتَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا سْتُكْرهُوْا عَلَيْهِ ))
“
Sesungguhnya
Allah Ta`ala memaafkan/ mengampuni umatku yang melakukan kesalahan,
kelupaan dan yang terpaksa/ dipaksa.” [HSR. Ibnu Majah dan Baihaqi,
dihasankan oleh Imam Nawawi, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam
Misykatul Mashabih: 3/ 372].
PERKARA-PERKARA YANG MEMBATALKAN PUASA
1- Makan dan minum dengan sengaja.
Allah Ta`ala berfirman:
“Dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih, dari benang hitam,
yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.”
[Q.S. Al-Baqarah: 187] .
Barangsiapa
yang makan atau minum dengan sengaja bukan karena dipaksa atau lupa,
maka wajib atasnya bertaubat, mengqadha hari yang ia berbuka padanya dan
tidak ada kafarah/ denda/tebusan menurut pendapat yang raajih (kuat).
2- Jima` (hubungan suami istri).
Allah Ta`ala berfirman:
{
فَاْلآنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ الله ُلَكُم وَكُلُوْا
وَاشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ
اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلىَ
الَّليْلِ }.
“Maka
sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih, dari
benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam,.” [Q.S. Al-Baqarah: 187].
Adapun
kafarah (denda/ hukuman) bagi orang yang batal puasanya disebabkan
jima`, maka ia terkena kafarah mugholadhoh (hukuman berat) yaitu ia
harus melakukan empat perkara:
- Wajib baginya menahan sisa hari yang tertinggal, yaitu ia menahan makan dan minum hingga maghrib (tenggelamnya matahari/ waktu berbuka puasa) karena ia membatalkan puasa tanpa dasar yang disyariatkan.
- Wajib baginya bertaubat, karena ia telah terjumus kedalam dosa besar.
- Wajib baginya mengqada hari yang ia melakukan jimak padanya.
- Wajib baginya menunaikan kafarah yaitu memerdekakan budak, jika ia tidak memiliki budak maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut, maka jika ia tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, maka ia harus memberi makan enam puluh fakir miskin, maka jika ia tidak memiliki makanan untuk diberikan kepada enam puluh fakir miskin, maka gugurlah kewajiban yang keempat ini ya`ni kafarah, berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
{لاَ يُكَلِّفُ الله ُنَفْساً إِلأََ وُسْعَهَا }
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [Q.S. Al-Baqarah: 285].
Kewajiban kafarah ini berdasarkan hadits yang diceritakan oleh shahabat Abu Hurairah ia berkata:
(( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: هَلَكْتُ قَالَ: مَا أَهْلَكَكَ؟ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى
امْرَأَتِيْ فِي رَمَضَانَ قَالَ: هل تَجِدُ رَقَبَةً؟ قَالَ :لاَ .قَالَ
:فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ أًنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قَالَ:
لاَ. قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْناً؟ قَالَ :
لاَ قَالَ: ثُمَّ جَلَسَ فَأُتِيَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَقٍ
فِيْهِ تَمْرٌ فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا قَالَ :أ َفْقَرُ مِناَّ؟ فَمَا
لاَ بَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا فَضَحِكَ النَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم حَتَّي بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ: اذهب فَأَطْعِمْهُ
أَهْلَكَ )).
Seseorang
datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta fatwa, “Ya
Rasulullah? celakalah saya.” Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya: “Apa yang mencelakakanmu? dia menjawab: saya mencampuri istri
sedangkan saya berpuasa.” Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya:
mampukah kamu memerdekakan seorang budak/ sahaya? ia menjawab:
“Tidak.” Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: mampukah kamu
berpuasa dua bulan berturut-turut? ia menjawab: “Tidak.” Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi: apakah kamu bisa memberi
makan enam puluh fakir miskin? dia menjawab: “Tidak.” kemudian ia
duduk, lalu didatangkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam satu
araq (yaitu sebungkus kurma seberat: 32 kg 650 gram), lalu Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Shadaqahkanlah ini! ia
bertanya; kepada orang yang lebih miskin dari kami? Tidak ada di kampung
kami yang lebih membutuhkan daripada kami, Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam tertawa hingga nampak gigi taringnya, lalu Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: Pulanglah! berikan kepada keluargamu!.”
[Muttafaqun`Alaih].
3- Sengaja muntah, dengan cara mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنِ اسْتَقاَءَ عَامِداً فَلْيَقْضِ وَمَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْئُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ )).
“Barangsiapa
yang muntah dengan sengaja maka wajib baginya mengqadha dan barangsiapa
yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib mengqadha.” [HR Abu Dawud:
2380 dan Tirmidzi: 720].
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan dalam kitabnya “Haqiqatushshiyam” hal:
13 bahwa hadits diatas adalah hadits yang shahih.
4- Haidh dan Nifas.
Apabila
seorang wanita haidh atau nifas maka tidak sah puasanya, tapi ia wajib
mengqadha puasa yang ia tiggalkan karena dua udzur syari` tersebut dan
tidak mengqadha shalat. Hal ini berdasarkan hadits `Aisyah ia berkata:
(( كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ ))
“Adalah
kami mengalami hal itu (haidh dan nifas, di masa Rasulullah) kami
diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk
mengqadha shalat.” [HR Muslim: 335 dan At-Tirmidzi: 720].
5- Alhijaamah (berbekam), batal puasanya orang yang membekam dan dibekam.
Dari Rafi` bin Khudaij bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( أَفْطَرُ اْلحَاجِمِ وَالْمَحْجُوْمِ )).
“Telah
berbuka (batal puasanya), orang yang membekam dan di bekam.” [HR Abu
Dawud, Ibnu Majah dan yang lainnya. Lihat fatwa Ibnu Utsaimin: 19/ 22-
23].
6- Memasukan makanan atau minuman kedalam perut.
7- Menggunakan suntikan yang mengenyangkan atau mengandung zat makanan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
8-
Barangsiapa niat berbuka dari puasanya, maka berarti dia telah berbuka
dan batal puasanya, sekalipun ia tidak makan sesuatu makananpun.
Karena
puasa adalah ibadah, sedangkan diantara syaratnya adalah niat, maka
barangsiapa yang meniatkan diri untuk berbuka maka ia telah keluar dari
niatnya yaitu niat ibadah puasa.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى )).
“Susungguhnya
amalan-amalan itu tergantung pada niatnya, sesungguhnya seseorang itu
memperoleh (pahala atau dosa) atas setiap apa yang ia niatkan.” [HR Al
Bukhari dan Muslim].
9-
Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga, dengan cara onani
(mengeluarkan mani dengan anggota tubuh, hukumnya haram), atau dengan
cara bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja.
Karena perbuatan tersebut menyelisihi firman Allah Ta`ala dalam hadits qudsi:
Karena perbuatan tersebut menyelisihi firman Allah Ta`ala dalam hadits qudsi:
(( إِلاَّ الصِّيَامُ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ تَرَكَ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِيْ )).
“Kecuali
puasa, itu untuk-Ku, Aku yang langsung membalasnya, ia telah
meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena-Ku.”. [HR Al Bukhari
dan Muslim].
10. Makan dan minum ketika telah jelas tiba fajar kedua (waktu adzan subuh).
Karena Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Makan
dan minumlah hingga terang bagimu benang putih, dari benang hitam,
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.”
[Q.S Al-Baqarah: 187].
11- Murtad (orang yang keluar dari Islam). Perbuatan ini menghapuskan semua amal kebaikan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَكْفُرْ بالإيمان فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Barangsiapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum islam) maka
terhapuslah amalannya dan ia dihari kiyamat termasuk orang-orang
merugi.”[Q.S. Al-Maidah: 5].
Sebagai kesimpulan bahwa: sesuatu yang membatalkan puasa tidak lepas dari dua hal:
- Memasukan sesuatu yang dapat bermanfaat, menambah gizi dan memperkuat tubuh seperti makan, minum dan mengkonsumsi sesuatu yang dapat menggantikan fungsi makan dan minum, atau memasukan sesuatu yang dapat membahayakan tubuh, seperti minum darah atau minuman keras.
- Mengeluarkan sesuatu yang dapat melemahkan tubuh atau menambah letih, seperti mengeluarkan mani, haid dan nifas dsb.
Sumber:
BUKU: "PUASA JALAN MENUJU SURGA"
Karya:
Abu Hamzah Utsman Abdul Mujieb Al Banjary
Abu Hamzah Utsman Abdul Mujieb Al Banjary
Copas and Posted by
BC WA Info Dakwah Islamic Center
+966556214044 & WA Dakwah Majlis TaKlim Akhowat +966508293088
+966556214044 & WA Dakwah Majlis TaKlim Akhowat +966508293088
Post a Comment
Perihal :: Mukhtar Hasan ::
لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه واعتزى إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا
Tidaklah aib (tercela) bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, bernisbat kepadanya dan berbangga dengannya. Bahkan wajib menerima pernyataan tersebut darinya dengan kesepakatan, karena sesungguhnya tidaklah madzhab salaf itu melainkan kebenaran.
Atau silahkan gabung di Akun facebook saya
================================
Semoga komentar anda bermanfaat bagi kami dan bagi anda