Homepage Pribadi Abu Muhammad Mukhtar bin Hasan al-Atsari

Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.

KISAH UMAR BIN KHATAB DIMARAHI OLEH ISTRINYA

Al Ustad Abdul Hakim bin Amir Abdat tadi meng Amanah kan kepada salah seorang pelajar untuk menerjemahkan kemudian menyebarluaskan keterangan para Ulama mengenai kedudukan riwayat yang disandarkan kepada Umar radhiyallahuanhu yang akhir akhir ini beredar luas. 

📜  KISAH UMAR BIN KHATAB DIMARAHI OLEH ISTRINYA 📜
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan sebuah kisah yang banyak beredar di internet dan buku-buku pernikahan.

Bahwasanya seorang lelaki mendatangi ‘Umar untuk mengadu tentang perangai istrinya, lalu lelaki itu berdiri di depan pintu rumah ‘Umar dan mendengar suara omelan istri ‘Umar kepada ‘Umar. ‘Umar sendiri diam tak bersuara, tak membalas omelan istrinya itu.

Lelaki itu pun berbalik pergi seraya berkata (dalam hati), “Jika keadaan Amir al-Mu’minin ‘Umar bin al-Khtahthab saja seperti ini, bagaimana bisa (aku mengadukan) perihalku."
0 comments

Malam Pertama Dan Adab Bersenggama

Doa Malam Pertama Bersenggama Cara Menggauli Istri Dimalam Pertama Secara Islam Adab Malam Pertama Adab Bersetubuh

TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Malam Pertama Dan Adab Bersenggama

Saat pertama kali pengantin pria menemui isterinya setelah aqad nikah, dianjurkan melakukan beberapa hal, sebagai berikut:
0 comments

Apa itu "Tauhid"?

Apa itu "Tauhid"



Oleh DR Muhammad al-‘Aqil

 

Makna tauhid secara bahasa

Definisi Tauhiid

Tauhiid berasal dari bahasa arab, yang berasal dari kata-kata:
وحد - يوحد - توحيدا

Wahhada, Yuwahhidu, Tawhiidan

Kata وحد (Wahhada) meliputi makna kesendirian sesuatu dalam Dzat, sifat maupun perbuatannya, dan tidak adanya sesuatu yang menyerupainya dan menyertainya dalam kesendiriannya.

Bila huruf ح (ha`) digandakan (yaitu ada dua ha’, pent), menjadi wahhada; maka maknanya adalah menjadikan sesuatu itu satu, atau menisbatkannya kepada ketunggalan/kesendirian.




Makna tauhid secara Istilah
0 comments

PEMBOIKOTAN PRODUK ORANG KAFIR, ANTARA SUATU KEHARUSAN ATAU SEBUAH SEMANGAT DI DASARI ATAS DASAR KEBODOHAN

PEMBOIKOTAN PRODUK ORANG KAFIR, ANTARA SUATU KEHARUSAN ATAU SEBUAH SEMANGAT DI DASARI ATAS DASAR KEBODOHAN

Oleh : Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah, Lc hafidzahullah


Seiring dengan semakin menggilaya orang–orang kafir dalam aksi-aksi setan mereka terhadap kaum muslimin, mencuatlah seruan-seruan pemboikotan produk-produk orang kafir, lebih dari itu mereka keluarkan pernyataan bahwa pemboikotan ini hukumnya fardhu ‘ain atas setiap muslim dan bahwasanya membeli satu saja dari produk-produk orang kafir ini hukumnya haram, dan pelakunya telah berbuat dosa besar!

Tetapi yang sangat mengherankan bahwa para penyeru pemboikotan ini menyerukan pemboikotan produk-produk orang kafir dengan cara-cara orang kafir seperti demonstrasi, agitasi, dan provokasi!

1 comments

Imam al-Albani : Muhadits Tanpa Guru dan Sanad?

Imam al-Albani : Muhadits Tanpa Guru dan Sanad?


 
New Picture
Photo 1 : Al-Albani di Perpustakaan al-Maktab al-Islami di Beirut
Nama beliau sudah sangat akrab ditelinga penuntut ilmu syar’i , baik yang pro atau kontra kepadanya. Tidak salah lagi, karena beliau adalah muhadits zaman ini, penulis yang produktif dan berkualitas, penyeru kepada sunnah dan musuh ahli bid’ah: Muhammad Nashruddin bin Haji Nuh Najati al-Arnauth[1] al-Albani –rahimahullahu-, yang wafat pada tahun 1420 H bertepatan dengan tahun 1999 M. Adapun orang yang tidak suka kepadanya yang menuduh beliau sebagai muhadits tanpa sanad dan guru!!. Maka orang ini tidak lepas dari dua perkara, pertama ia seorang jahil atau kedua ia seorang pendusta. 

Para pembaca yang budiman… 
0 comments

Kisah Secangkir Kopi...!!!

Kisah Secangkir Kopi


Ustadz Abdullah Zaen, MA

Suatu hari di sebuah universitas terkenal. Sekelompok alumnus bertamu di rumah dosen senior, setelah bertahun-tahun mereka lulus. Setelah mereka semua menggapai kesuksesan, kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi dan sosial.

Setelah saling menyapa dan berbasa-basi, masing-masing mereka mulai mengeluhkan pekerjaannya. Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk dan banyak beban lainnya yang seringkali membuat mereka stress.
Sejenak sang dosen masuk ke dalam. Beberapa saat kemudian, beliau keluar sambil membawa nampan di atasnya teko besar berisikan kopi dan berbagai jenis cangkir.

0 comments

Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir (Bag 3)

Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir (Bag 3)



PERTANYAAN 3: Komentar mereka tentang Muhammad bin Abdul Wahhab[1] Rahimahullah, bahwa beliau tidak benar karena menggabungkan kerajaan sedangkan (sistem) kerajaan tidak diperbolehkan di dalam islam. Apa yang seharusnya dijawab?

JAWABAN : Ini memang pendapat Hizbut Tahrir.
Pertama, Hizbut Tahrir mengada-adakan kedustaan terhadap Allah dimana mereka menyebarkan suatu catatan yang disebut catatan Hanz, dikatakan (dalam catatan tersebut) bahwa ia (Hanz) adalah agen Inggris dan ia memiliki hubungan dengan Syaikh al-Imam (Muhammad bin Abdul Wahhab) Rahimahullah serta beliau (Syaikh) dikatakan sebagai produk Inggris dan (tuduhan) macam macam, dan mereka mengklaim bahwa beliau adalah produk Inggris dan inggris pulalah yang membantunya… dan lain-lain… Maka kita katakan pada mereka, tentang tuduhan bahwa beliau adalah agen Inggris, apakah ini adalah sesuatu yang tidak kasat mata (tampak), sesuatu yang terbuka dan memiliki saksi?… mereka menjawab, sesuatu yang tidak kasat mata. Kemudian kita katakan lagi, apakah ini suatu perkara ‘amaliyah?, mereka menjawab, perkara keimanan. kita katakan lagi, Lantas bagaimana bisa engkau menerima kesaksian seorang yang kafir terhadap seorang muslim? Sedangkan kau tidak menerima berita dari seorang muslim berkenaan tentang hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berprinsip bahwa khobarul ahad bukanlah dalil dalam perkara keimanan. lantas, bagaimana mungkin mereka bisa bergantung pada berita non muslim yang menuduh muslim?! Ini adalah suatu hal yang aneh!!!
0 comments

Aku Wanita Yang Di Poligami





Aku Wanita Yang Di Poligami


Aku menikah muda. Kala itu, usiaku tak lebih dari 19 tahun dan baru saja lulus SMU. Wanita yang kuperisteri saat itu bahkan baru 16 tahun. Ia hanya lulus SLTP, karena keluarganya pun seperti keluargaku, miskin, tak punya cukup biaya untuk menyekolahkan anaknya lebih tinggi.

Namaku Arman, dan isteriku Salimah. Kami tinggal di sebuah dusun, yang termasuk wilayah sebuah desa kecil, di sisi barat Jawa.

Di desa kami, usia seperti kami bukanlah usia muda untuk menikah, minimal untuk ukuran pada masa itu. Pada zaman sekarang, ukuran itu memang sudah mengalami dinamika. Makin sedikit saja pasangan muda yang menikah. Berbanding lurus dengan makin banyak pula wanita-wanita yang telat menikah. Meski jumlahnya tak sebanyak di kota-kota besar.
0 comments

AKU, SUAMIKU DAN DIA...!!!

AKU, SUAMIKU DAN DIA



"Aku harus berpoligami. Harus, tak boleh tidak.” Suamiku berkata dengan nada suara keras dan tegas. Itu sudah sering diungkapkan olehnya. Setidaknya satu bulan terakhir ini. Oo ya kami baru menikah 3 tahun, dan baru dikaruniai seorang anak berusia 1, tahun. Aku berasal dari keluarga miskin, demikian juga suamiku. Aku dilahirkan dan sesar di sebuah desa kecil, antara kota Sleman dan Muntilan, Jawa Tengah. Suamiku berasal dari Wonosobo.

Kami menikah saat usia kami sama-sama 26 tahun. Kami berasal dari satu almamater di Jogjakarta. Kami sudah sama-sama menggondol S1. Karena selama 4 tahun kami mengaji di majelis ilmu yang sama, lalu diantara kami ada ketertarikan kemudian menikah. Saat menikah kami tak bermodal sama sekali. Suamiku belum memiliki pekerjaan. Bahkan untuk mengontrak rumahpun, kami mendapat bantuan keuangan dari keluarga besar kami.


0 comments

Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir (Bag 2)

Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir (Bag 2)



Hal ini berlawanan dengan sunnah kauniyah yang ditetapkan Allah tentang (metode) perubahan yang terjadi diantara makhluk hidup.

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-ar-rad-ayat-1-11.html#sthash.hjo7SCFX.dpuf
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-ar-rad-ayat-1-11.html#sthash.hjo7SCFX.dpuf
 إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-ar-rad-ayat-1-11.html#sthash.hjo7SCFX.dpuf
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-ar-rad-ayat-1-11.html#sthash.hjo7SCFX.dpuf
 
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu yang merubah keadaan mereka sendiri.” (ar-Ra'du 13:11)
0 comments

Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir (Bag 1)

Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir (Bag 1)  

Berkenaan dengan Hizbut Tahrir yang merupakan partai yang didirikan oleh Taqiyyudin an-Nabhany[1], kami memiliki sejumlah pandangan terhadap partai ini, sebagai berikut:


1. Bahwa mereka tidak menerima ‘khobarul ahad’[2]dalam permasalahan aqidah[3], hal inilah yang menyebabkan mereka keluar dari Ahlus Sunnah pada perkara aqidah[4]

Karena menerima hadits adalah suatu prinsip penting, sedangkan mereka  tidak menerima perkataan Rasulullah dalam perkara aqidah. Mereka tidak mengimani, sebagai contohnya, adanya siksa kubur, mereka tidak mengimani munculnya Dajjal, turunnya Isa al-Masih, dan banyak lagi yang tak mereka imani yang tersebut dalam hadits.[5] 

0 comments

Zakir Naik Sesat ?

 Zakir Naik Sesat ?
 Ust Abul Jauzaa' Dony Aryf Wibowo, S.Hut. M.Sc

Terus-terang, saya termasuk ‘penggemar’ dr. Zakir Naik hafidhahullah. Banyak video-videonya yang saya ikuti, terutama versi pendek yang ada di Youtube. Satu ketika kemudian, saya pernah ‘tersesat’ menonton satu cuplikan video di Youtube yang berisi ‘kritikan’ terhadap Dr. Zakir Naik. Saya tonton itu video dan coba cari bahasan apa yang diributkan di Google. Dan ternyata, yang ia katakan menjadi booming pentahdziran di berbagai forum, hingga muncullah tuduhan mulhid kepadanya yang berasal dari jawaban seorang ulama. Semula saya abaikan. Toh kalau dibahas, malah membuat orang yang tidak tahu jadi tahu. Lagi pula, fatwa dan isu tersebut – sependek pengetahuan saya waktu itu - belum diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan menjadi viral broadcast media sosial. Namun, tempo hari saya diberitahukan oleh salah seorang rekan bahwa isu tahdzir Zakir Naik sedang menghangat. Fatwa tahdzir terhadap dr. Zakir Naik diterjemahkan dan disebarkan. Pelakunya dapat ditebak,…. siapa lagi kalau bukan teman dan tetangga usil kita yang satu itu.

0 comments

BIOGRAFI AL-HAFIZH IBNU HAJAR AL-ASQALANI

BIOGRAFI AL-HAFIZH IBNU HAJAR AL-ASQALANI
(12 sya’ban tahun 773H sd 28 Dzulhijjah 852H)

           
Pada akhir abad kedelapan hijriyah dan pertengahan abad kesembilan hijriyah termasuk masa keemasan para ulama dan terbesar bagi perkembangan madrasah, perpustakaan dan halaqah ilmu, walaupun terjadi keguncangan sosial politik. Hal ini karena para penguasa dikala itu memberikan perhatian besar dengan mengembangkan madrasah-madrasah, perpustakaan dan memotivasi ulama serta mendukung mereka dengan harta dan jabatan kedudukan. Semua ini menjadi sebab berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu dengan pengajaran dan menulis karya ilmiyah dalam beragam bidang keilmuan. Pada masa demikian ini muncullah seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini al-Haafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Berikut biografi singkat beliau:

Nama dan Nashab
Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani al-Mishri. (lihat Nazhm al-‘Uqiyaan Fi A’yaan al-A’yaan karya As-Suyuthi hal 45)

Gelar dan Kunyah Beliau
Beliau seorang ulama besar madzhab syafi’i, digelari dengan ketua para qadhi, syaikhul islam, hafizh al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), amirul mukminin dalam bidang hadist dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kuniyahnya) adalah Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang penjaga tahqiq.
0 comments

Kaidah Dalam Beribadah



Kaidah Dalam Beribadah


 

َالأَصْلُ فِى اْلعِبَادَةِ اَلتَّحْرِيْمُ وَالْبَطْلُ إِلاَّ مَا جَاءَ بِهِ الدَّ لِيْلِ عَلىَ اَوَامِرِهِ


"Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal kecuali yang ada dalil yang memerintahkan"
Masjid an-Nabawiy as-Syarif Madinah - KSA
Ada beberapa dalil , diantaranya adalah ayat Al Qur'an surah al Hujurat :1

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya[1407] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Hujurat :1)
Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. Tidak boleh membuat cara ibadah sebelum ada perintah dari Allah dan tuntunan dari Rasulullah.
فاَ الأَصْلُ في الْعِبَادَتِ اْلبُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلىَ اْلأَمْرِ

"Hukum asal dari ibadah adalah batal, hingga tegak dalil (argument) yang memerintahkannya" ( Imam As Suyuthi, dalam al Asyba' wan Nadhoir: 44 dan Ibnu Qoyyim al Jauziyah dalam I'lamul Muwaqi'ien Juz 1 hal. 344, Dar al Fikr, Beirut))
Ibadah pada dasarnya adalah haram dan batal. Hukum asalnya adalah haram, dan sesuatu yang batal, tidak syah, tidak berguna dan sia-sia.
Hukum haram dapat berubah menjadi wajib, atau sunnah apabila ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya.. Apabila tidak ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya atau apabila tidak ada dalil yang menyuruh (perintah) melakukannya, ia kembali kepada hukum asal HARAM.
اَلأَ صْلُ فِى اْلعِبَا دَةِ التَّوْقِيِفُ وَاْلإِ تِّبَاعُ

"Hukum asal ibadah adalah tauqif dan ittiba' ( bersumber pada ketetapan Allah dan mengikuti Rasul) ( Abdul Hamid Hakim dalam al Bayan : 188)
Dalinya berdasarkan hadits :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُ نَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang membuat suatu amalan dalam agama kita ini yang tidak ada tuntunannya (contohnya), maka amalan tersebut tertolak”. (HR. Bukhori no. 2679. HR. Muslim no. 1718). (Hadits Shahih)
Hukum-hukum dalam beribadah sudah baku, hak mutlak / otoritas Allah (karena Dia- lah yang menciptakan cara beribadah sehingga tidak ada peluang bagi manusia untuk membuat cara baru walaupun dipandang baik). Hukum dalam ibadah berupa “mandat” dari Allah dengan cara mengikuti Rasulullah, manusia hanya menjalankan sesuai isi mandat dan juklak ( petunjuk pelaksanaan : Al Qur'an dan Hadits Shahih). Apabila dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, apabila sesuai atau tidak sesuai, ada ganjaran, yaitu pahala dan dosa.
اَلأَ صْلُ فِى اْلعِبَا دَةِ مَأْ مُوْرٌ

" Hukum asal ibadah adalah ( apabila ada) perintah"

Dalilnya adalah:
"Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS. Az Zumar : 11)
Tanpa adanya perintah Allah atau dari Rasul-Nya, maka siapa yang memerintahkannya ? Kalau bukan atas perintah Allah dan Rasul-Nya maka bisa terjatuh dalam kesyirikan, berarti ada "tuhan" lain yang memerintahkan cara beribadah sesuai kemauan si "tuhan" tersebut. Padahal yang membuat cara beribadah dan cara menyembah kepada Allah hanyalah Allah semata.
Maka tidak boleh melakukan suatu ibadah, walaupun (cara /model ibadah tanpa dasar tadi) dipandang baik oleh orang [baca : bid'ah hasanah] dan dilakukan oleh orang banyak. Lebih baik diam (tidak mengerjakan) apabila tidak tahu dalilnya, atau bertanya kepada yang mengetahui hukumnya.
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللّهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)." [ QS. Al An'am : 116]

Dalam ibadah jangan mengikuti persangkaan atau perasaan. Ah ! itukan baik !, yang penting niatnya baik !, lihat orang-orang, banyak yang melakukannya. Ah ! itukan sudah tradisi ! Orang-orang sebelum kita (nenek moyang kita, bapak-bapak kita) juga melakukannya !
Dan apabila dikatakan kepada mereka:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَƒ
"Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".( QS. Al Baqarah : 170 )

Kalau tidak ada perintah Allah, atau kalau tidak ada contohnya dari Rasulullah, maka kita perlu bertanya, perintah siapakah yang menyuruh beribadah dengan model seperti itu ? Kalau seandainya perintah manusia ( misalnya : Syaikh, Tuan Guru, Guru Tariqat dll) maka merekalah yang kita sembah. Karena mengikuti atau menta'ati cara beribadah yang dibuat oleh mereka sendiri (seandainya tanpa dalil yang shahih). Secara tidak sadar terjatuh dalam perbuatan syirik, karena ada si pembuat baru selain Allah. Ingat ! Hanya Allah yang membuat cara ibadah dan hanya Allah yang patut disembah atau di ibadahi,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ dan tidaklah Allah menciptakan Manusia dan Jin kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah,
وَمَا خَلَقْتُ اْلجِنَّ وَالإِ نْسَ إِلاَّ ِليَعْبُدُوْن

Tidak ada satu pun ibadah dalam Islam, kecuali Nabi sudah mencontohkannya, kemudian di ikuti oleh para sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in. Kita tidak boleh meniru atau mengikuti siapapun dalam beribadah, walau dia dikatakan sebagai orang yang alim atau ulama, kecuali orang itu mengikuti (ittiba') cara Rasulullah, maka ikutilah. Cara mengetahui bagaimana tata cara Rasulullah dalam beribadah dan muamalah adalah dengan cara mempelajari Hadits-hadits yang shahih.
اَلأَصْلُ فِى ْالِعبَا دَاتِ اْلحَظْرُ وَاْلمَنْعُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلىَ الْمَشْرُوْعِيَّةِ

"Prinsip dasar dalam berbagai ibadah itu " bahaya" dan "terlarang", hingga adanya dalil yang menunjukkan pensyari'atannya".

Ibadah adalah hubungan, sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengharap ridha-Nya, ampunan-Nya, dan pasti tujuannya kebaikan (mencari pahala). Allah-lah yang menciptakan ibadah, karena itu tidak boleh melakukan ibadah kecuali apa yang telah disyari'atkan Allah. Sebab hanya Pembuat Syari'at (Allah) sendiri yang berhak membuat cara-cara ibadah bagi hamba-Nya untuk mendekatkan diri pada-Nya. Bahanyanya adalah apabila kita salah sembah. Siapa yang kita sembah ?
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah, yang mensyari'atkan untuk mereka apa yang tidak diizinkan Allah" (QS. As-Syura : 21)
Sembahan-sembahan selain Allah, maksudnya adalah orang-orang yang menciptakan cara beribadah sendiri, tanpa ada dalil dari Allah dan petunjuk Rasul]
Hakikat ibadah tercermin dalam dua hal : 
  • Tidak ada yang di ibadahi kecuali hanya Allah. 
  • Tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang telah disyari'atkan-Nya.
    Atau dalam pengertian yang lain : 
    • Ikhlas hanya kepada Allah semata 
    • Amalan tersebut harus dikerjakan atas tuntunan (ittiba') kepada Rasulullah.

Ikhlash dan mutaba’ah adalah syarat diterimanya ibadat
لا تقبل العبادة إلا بالإخلاص والمتابعة

“Tidak diterima ibadat kecuali dengan ikhlas dan mutaba’ah ( mengikuti cara Rasul )”


Keterangan :
Ikhlash :
Seseorang yang beramal, maka niatnya tidak terlepas dari tiga kemungkinan :
a.       Tidak ada yang dia inginkan dengan amalnya kecuali Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi. Maka inilah yang diterima, karena syarat ikhlas telah terpenuhi padanya
b.      Tidak ada yang dia inginkan dengan amalnya kecuali dunia dan perhiasannya. Ini tertolak, karena berlawanan dengan ikhlash
c.       Keinginannya dia sekutukan antara keinginan kepada Allah dengan keinginan kepada makhluk. Dalam beramal dia meinginkan Allah dan sekaligus juga menginginkan pujian, sanjungan, kedudukan dan kehormatan. Inipun juga tertolak.


Mutaba’ah :
Yaitu melaksanakan ibadat yang kaifiyatnya sebagaimana kaifiyat yang dilaksanakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. tanpa penambahan dan pengurangan, seperti shalat sebagaimana beliau shalat, berpuasa sebagaimana beliau berpuasa dan berhaji sebagaimana beliau berhaji. Banyak dalil yang menekankan syarat ( mutaba’ah ) ini. Maka setiap ayat yang mensyaratkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. sebagai contoh dan teladan adalah sebagai petunjuk wajib untuk mengikuti beliau dalam hal yang demikian.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada teladan yang baik untuk kamu, bagi yang mengharapkan Allah dan hari kemudian dan bagi orang-orang yang berdzikir yang banyak kepada Allah” ( Al Ahzab : 21 )

Mengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam hal ibadat terikat dalam kemungkinan empat syarat :


1. Tatacara.
Yaitu yang tatacaranya mengikuti tatacara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. seperti shalat ( shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat ) dan haji ( ambillah tatacara haji kamu dariku ). Maka siapa saja yang melakukan suatu ibadat ( seperti ini ) yang tatacaranya berbeda dengan tatacara yang dibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. maka ibadatnya menjadi bathal, lantaran bukan beracuan pada perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Tempat.
Bila sebuah ibadat yang pelaksanaannya dikhususkan pada tempat tertentu, maka sebenarnya tidak boleh melakukannya di tempat yang lainnya kecuali dengan dalil yang membenarkannya di tempat tersebut; seperti haji, thawaf, sa’i dan menyembelih al hadyu ( qurban haji )


3. Waktu ( zaman ).
Bila suatu ibadat yang memiliki waktu tertentu yang tidak shah ( pelaksanaannya ) kecuali di waktu tersebut, maka tidak boleh melakukannya pada waktu yang lain. Karena mesti mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam hal waktu ( pelaksanaannya ). Seperti waktu berhaji, shalat lima waktu dan puasa Ramadlan.

4. Qadar ( ukuran ).
Bila syari’at telah menentukan ukuran tertentu untuk suatu ibadat, maka sebenarnya siapapun tidak boleh menambah atau menguranginya. Penambahan dan pengurangan ini tidak shah kecuali dengan dalil yang mengesahkannya. Karena bila tidak ada ( dalilnya ), hal itu tidak boleh. Seperti bilangan raka’at shalat lima waktu, bilangan melontar jumrah, bilangan thawaf, bilangan sa’i, nishab zakat, bilangan kafarat dan hudud dan lain-lain. Semua ini telah ditentukan ukurannya. Maka setiap muslim wajib mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. tentang ukuran tersebut.

[ talqihul ifhamil ‘illiyah bi syarhil qawa’idil fiqhiyah 1 : 54, qaidah no.15 ]
Kaidah Dalam Muamalah

اَلأَصْلُ فِى اْلأَشْيَاءِ اْلإِ بَا حَة حَتَّى يَدُ لَّ اْلدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ

"Hukum asal dari sesuatu (muamalah) adalah mubah sampai ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya)"(Imam As Suyuthi, dalam al Asyba' wan Nadhoir: 43)
لاَ تُشْرَعُ عِبَا دَةٌ إِلاَّ بِشَرْعِ اللهِ , وَلاَ تُحَرَّمُ عاَ دَةٌ إِلاَّ بِتَحْرِيْمِ اللهِ

"Tidak boleh dilakukan suatu ibadah kecuali yang disyari'atkan oleh Allah, dan tidak dilarang suatu adat (muamalah) kecuali yang diharamkan oleh Allah"
Muamalah pada dasarnya adalah “mubah”. Asal hukumnya boleh (jaiz). Ia berubah hukumnya apabila ada larangan. Apabila ada larangan, sesuatu yang halal, maka berubah menjadi “haram” dan “makruh”. Apabila tidak ada larangan, atau apabila tidak ada dalil yang melarangnya, ia kembali kepada hukum asalnya, yaitu “HALAL”.

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا 

"Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di Bumi untuk kamu" (QS. Al Baqarah : 29)

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ
"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat)" (QS. Al Jatsiyah : 13)
Allah sama sekali tidak menciptakan segala sesuatu dan menundukkannya bagi kepentingan manusia sebagai ni'mat, kemudian Allah lantas mengharamkannya bagi manusia ? Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan beberapa bagian saja, sehingga wilayah haram dalam agama sangat sempit sedang wilayah halal sangat luas.
Prinsip dalam “beribadah” lebih menekankan pada larangan sampai ada “perintah”, prinsip dalam “muamalah” lebih menekankan pada pembolehan sampai ada “larangan”. Sampai kalau ada dalil (yang membolehkan atau yang melarang), maka status hukumnya berubah.
Kaidah ini harus dipahami betul-betul dahulu, sampai mengerti benar. Sebab banyak orang salah dalam beragama, karena tidak mengerti Kaidah (hukumnya). Salah melangkah pada start awal, maka langkah selanjutnya semakin keliru. Semakin menjauh dari rel-nya, keluar jalan.
Dalam hal ibadah, akal hanya tunduk pasrah, tunduk kepada wahyu, meniru apa yang sudah dicontohkan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits shahih. Akal tidak boleh mengutak-atik hukum, kecuali hukum suatu ayat dijelaskan oleh ayat yang lain, atau suatu ayat dijelaskan oleh hadits, atau suatu hadits dijelaskan oleh hadits yang lain. Dari hukum umum menjadi khusus.
Perhatikan Kaidah yang sangat mulia ini ! :
لَوْ كَانَ خَيْراً لَسَبَقُوْناَ إِلَيْه
"Kalau sekiranya suatu perkara itu "baik",( pasti Rasulullah, para sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in ) lebih dahulu melaksanakannya" daripada kita, karena mereka lebih 'alim lebih ta'at dan lebih tahu tentang agama daripada kita.

Contoh :
Shalat, kita hanya tinggal mencontoh cara Rasulullah shalat, berdasarkan syari’at Allah. Atas perintah Allah : "Dirikanlah shalat ! أَقِْيمُوا الصَّلاَة  Bagaimana cara shalatnya ? , dijelaskan lewat hadits-hadits Rasulullah, Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat bagaimana cara saya shalat صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمني أُصَلِّى.Tidak boleh membuat cara shalat yang baru. Seperti Shalat Hadiyah, ada tidak dalilnya ?

Dalam muamalah, akal diberikan porsi yang seluas-luasnya, أَنْتُمْ
أَعْلَمُ بأِمُوْرِدُنْيَاكُمْ (kamu lebih mengerti dengan urusan duniamu) tetapi dengan syarat tidak boleh terlepas dari Al-Qur’an dan Hadits, pada pertimbangannya (sebagai barometer). Dalam muamalah tidak terbatas pada benda, tetapi mencakup perbuatan dan aktivitas-aktivitas yang tidak termasuk dalam urusan ibadah.
Contoh :
Boleh makan dan minum, menciptakan tekhnologi, membuat kendaraan, komputer, komunikasi canggih, jual-beli, sewa-menyewa, bermasyarakat, dll sesukanya, asalkan sampai batasan yang tidak diharamkan atau dimakruhkan oleh syari’at. Boleh makan sebatas tidak dimakruhkan dan diharamkan, misalnya ; jangan makan pakai tangan kiri, jangan minum sambil berdiri, jangan makan sampai kenyang berlebihan, jangan makan binatang yang buas, bertaring, mempunyai cakar tajam dll. Makan dan minum pada dasarnya boleh, kecuali yang dibatasi oleh Al Qur'an dan Hadits.
Ada orang yang mengatakan, "Kalau begitu naik Haji, kalau pakai Peshallallahu ‘alaihi wa sallamat Terbang, bid'ah dong ? Dulukan pakai onta !. Rupanya orang tersebut tidak mengerti mana batasan pengertian bid'ah. Bid'ah hanya dalam pelaksanaan ibadahnya. Naik Peshallallahu ‘alaihi wa sallamat Terbang bukan termasuk dalam pelaksanaan ibadah Haji. Tapi ia adalah sarana. Kalau begitu orang yang naik Haji dengan berjalan kaki jadi bid'ah juga dong ! Seandainya naik Haji harus pakai Onta. Peshallallahu ‘alaihi wa sallamat Terbang adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan, maka sifatnya mubah.
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتىِ وَ رَضِيْتُ لَكُمْ اِسْلاَ مَ دِيْنَا

"Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan atasmu nikmatku dan telah kuridha'i Islam sebagai agamamu" (QS. Al Maidah : 3)

Agama Islam adalah agama yang sempurna, sesuatu yang sempurna tidak boleh dan tidak perlu ditambahi atupun dikurangi, karena Allah sendiri yang mengatakan "sempurna" Apabila menambahi atau mengurangi, maka ia lebih hebat dari Allah dan Rasulnya. Apa-apa yang datangnya dari Allah pasti disampaikan oleh Rasulullah, dan tidak ada yang disembunyikan.

Wallahu a'lam.
0 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Website's : Mukhtar Hasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger